44 | LETTER

844 54 0
                                    

Play Music :

Yiruma - Kiss The Rain (piano instrumental)

"Rasa tak selalu diucap lewat kata, cinta tak selalu dibina lewat bahagia, dan rindu tak selalu diutarakan lewat pilu, tapi kasih selalu hadir lewat hati. Itu mutlak, karena tak akan ada seorangpun yang bisa untuk mencegah hal itu terjadi."

**Ini 63 hari 2 jam 10 menit sejak semuanya telah berubah.

Aroma lembut Green tea menyeruak masuk ke indra penciuman. Gadis itu menggeliat diatas ranjang berukuran queen size yang terlihat begitu berantakan, lantas matanya terbuka memandang langit-langit kamar yang tampak terang terpapar pantulan cahaya matahari dari jendela besar di sisi kanan ruangan. Sudah hampir 2 bulan sejak ia terbangun diruangan yang tak lagi nampak asing tersebut. Karena sebelumnya, langit-langit yang ia lihat berwarna putih pucat, pun dengan aroma antiseptik yang begitu menyengat. Tapi sekarang sudah berbeda, aroma antiseptik itu sudah tergantikan oleh aroma Green tea yang menenangkan. Kata Dokter, aroma itu bisa membuat tubuh lebih relaks dan membantu mempercepat proses penyembuhan. Jadi sekarang, aroma tersebut sudah identik dengan kamarnya.

Nayla memejamkan matanya kembali, bangun sedikit lebih siang tentu tak akan mengganggunya. Kebetulan juga guru pembimbingnya masih akan tiba sekitar beberapa jam lagi. Ah, gadis itu memang memilih melanjutkan 1 setengah tahun masa SMA-nya lewat jalur pendidikan homeschooling. Bukannya apa, gadis itu memang telah tertinggal lebih dari satu semester masa sekolahnya sejak tragedi beberapa bulan yang lalu. Dan tentu itu bukanoah perkara yang mudah, apalagi sekarang ia juga harus rutin bolak balik Rumah Sakit untuk check up.

"Aakhhh...!" Nayla memekik keras saat tiba-tiba saja seseorang menarik hidungnya kasar, membuatnya mau tidak mau harus bangun dengan posisi yang kurang mengenakkan. Gadis itu tak mendengar ada seseorang masuk, tentu saja karena saat ini ia sedang tidak menggunakan alat bantu dengarnya.

Nayla menatap tajam seseorang didepannya itu, sementara yang ditatap hanya menyengir tanpa dosa sambil memasangkan alat bantu dengar pada telinga Nayla.

"Good morning princess. inget ya, good morning bukan good night. Jadi kamu udah nggak boleh tidur lagi." Zian tersenyum lantas menarik lengan Nayla untuk turun, "ayo sarapan." lanjutnya.

Suasana ruang makan masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Tia yang sibuk menata makanan diatas meja, Irham yang membaca koran sambil sesekali menyesap kopi hitamnya, dan Alan yang selalu sibuk senyum senyum sendiri sambil menatap layar ponselnya. Benar, sebulan lalu Alan memang memutuskan untuk tinggal di kediaman Gymnastiar. Alasannya sungguh tak masuk akal, karena katanya, rumah sang Papi kurang luas. Hingga jika ia berencana membawa teman sekelasnya, itu tak akan cukup. Padahal itu jelas hanyalah bullshit. Mana mungkin seorang pengusaha yang mengelola tambang minyak tidak mempunyai rumah yang besar? Dan anehnya Papinya pun iya iya saja dengan alasan Alan tersebut.

"Menu hari ini nasi goreng seafood lengkap sama telur setengah matang kesukaan Nayla." Tia berujar sebelum kemudian ia duduk dikursinya.

"Kan Alan nggak suka telur setengah matang, Bun..." Alan merengut, sambil memberikan tatapan memelas pada Tia yang duduk di depannya.

"Udah sini aku yang makan." Ujar Zian menimpali. Laki-laki itu memang sesekali ikut sarapan disana, sekarang ia adalah pengangguran. Setidaknya sebelum tahun ajaran baru ini ia mulai kuliah.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang