11_Tidak Apa-apa, Paman Jim!

5.3K 718 52
                                    

Jimin tengah bermanggut-manggut, mulutnya bersenandung riang. Di samping kanannya tampak Eunwoo menirukan hal yang serupa. Berhubung Jimin Paman yang baik, Yerim membolehkan dirinya membawa Eunwoo berjalan-jalan di hari Sabtu yang cerah ini. Meskipun masih bujang, Jimin lumayan piawai mengasuh Eunwoo. Hitung-hitung latihan jadi Ayah, entah siapa nanti calon istrinya.

Eunwoo memanggul tas ransel iron man, kedua telinganya terpasang headset yang mengalunkan lagu anak-anak. Jimin yang memilihkan dan memasangkan headset di telinga putra sahabatnya tersebut, lalu dirinya sendiri mulai mencari lagu kesukaan dan menyetelnya sembari sesekali bertatapan dengan Eunwoo.

Jongin sang pemilik toko kaset merangkap tempat les musik merupakan sepupu Jimin. Melihat Jimin bersama Eunwoo menjadi pemandangan biasa baginya.

Jimin yang mengangguk-angguk seirama musik, ditirukan oleh Eunwoo yang berusaha menyesuaikan beat dari lagu anak-anak yang didengarnya dengan gerakan Sang Paman. menyamakan gerakan membuat Eunwoo bingung tujuh keliling. Namun di dalam aliran darah bocah laki-laki itu, terdapat gen Kim Yerim yang mengidap penyakit cuek luar biasa, kalau mau menari ya menari saja.

Dan di sinilah Jongin, melipat kedua tangan, menatap lurus Jimin dan Eunwoo yang membelakanginya. Bergoyang tidak beraturan.

"Oh," Jimin terkejut, kepalanya ia edarkan sekeliling termasuk menatap Eunwoo yang ternyata menatapnya juga saat ia mengeluarkan benda asing berbentuk gas dari dalam tubuh.

Ada apa, Paman Jim? Seolah-olah mata Eunwoo bertanya, mengapa tiba-tiba Sang Paman menatapnya. Dilihatnya Paman Jimin menggaruk tengkuk lalu matanya sipit karena tertawa sendiri. Apanya yang lucu dari Eunwoo? Paman Jimin aneh sekali.

Jimin membuka headset lalu menyimak sekelilingnya yang masih terdengar lagu beat bergema keras diputar oleh pegawai Jongin.

"Aman." Jimin memasang lagi headset, sebelah tangannya mengelus puncak kepala Eunwoo.

Waktu berjalan, detik berdetik hingga menit ke menit. Jimin masih saja bermanggut-manggut ria sembari terkikik geli sesekali. Dia sadar kok kalau ulahnya konyol, tapi sudahlah. Tidak ada yang dengar, musik di luar headset kan juga kencang.

"Jim." Jongin yang sadar dengan tingkah Jimin sepertinya harus menyadarkan sepupunya itu sebelum semua menjadi semakin memalukan.

"Hem?" Jimin yang masih memakai headset menaikkan dagu, tanda bertanya pada Jongin yang menepuk pundaknya barusan.

"Lepas." Jongin mengisyaratkan Jimin untuk melepas headset-nya.

"Apa?"

"Ini loh dilepas." Jongin menurunkan headset yang menempel di telinga Jimin. Ketika sudah sadar, laki-laki itu diliputi tanda tanya ketika sekeliling menatap aneh. Eunwoo juga sama, bahkan mata bulatnya berkedip seperti tidak percaya.

Jimin menatap sekeliling yang saling kasak kusuk, ditambah kedua matanya mendapati pegawai Jongin yang terlihat menahan tawa. "Kukira musiknya masih dimainkan." Jimin meletakkan headset. Wajahnya tiba-tiba memanas.

"Musik di dalam headset-mu yang masih bunyi. Di luar tidak." Jongin terlihat sekali menahan tawa yang hendak meledak. Namun melihat Jimin yang menciut membuatnya tidak tega.

Oke, ini sama sekali tidak lucu. Bunyi-bunyian yang keluar dari perutnya apakah didengar banyak orang? Sial! Jimin mencoba bersikap setenang mungkin tanpa menatap pengunjung lain.

"Paman tadi kentut?" Eunwoo tiba-tiba bertanya, memecah keheningan yang sontak membuat beberapa orang di sekitar mereka terkekeh geli. Bahkan ada yang ekstrem menutup hidung.

"Astaga!" Jimin memejamkan kedua mata sejenak guna menenangkan diri. Lalu setelahnya, ia secepat mungkin meraih tubuh Eunwoo lalu berdehem. Tanpa banyak kata, ia melambaikan tangan pada Jongin. "Aku pulang, hyung."

"Tidak ke toilet dulu?"

"Tidak, terima kasih." Jimin langsung menuju pintu keluar tanpa berani menengok ke belakang.

Eunwoo sendiri aslinya tidak mengerti kenapa Paman Jimin menggendongnya tiba-tiba, mengajaknya keluar toko musik. Katanya tadi mau beli CD, kok malah keluar sih? "Kita mau ke mana, Paman?"

"Kak Eunwoo lapar tidak?"

"Tidak, Eunwoo masih kenyang."

"Kita pulang saja kalau begitu."

"Kenapa pulang?"

"Perut Paman mulas. Nanti sambung lagi jalan-jalannya."

Eunwoo menurut saat Jimin menurunkan tubuhnya dan membukakan pintu mobil. Sepertinya tadi dia tidak salah dengar ketika suara dat dit dut berkali-kali terdengar dari tubuh Paman Jimin. Mirip Papa di pagi hari kalau terburu-buru masuk kamar mandi.

"Kata Papa lebih baik kentut daripada sakit perut."

"Ha?" Jimin menunda menginjak pedal gas, dilihatnya Eunwoo mengangguk-angguk.

"Itu kata Papa."

"Papamu memang pintar, Kak. Paman setuju sekali." Sepertinya Jimin tidak perlu malu, nyatanya Eunwoo lebih pengertian dari yang ia duga.

"Tapi kata Mama kalau kentut jangan di tempat sembarangan. Harus ngumpet dulu."

Nah, loh! Jimin mendadak mengerut lagi. Malunya!! Anaknya Yerim memang pintar ya? Pintar membuat seorang Park Jimin melambung tinggi menggapai awan lalu dihempaskan begitu saja di atas bumi.

"Eunwoo tidak apa-apa kok tunggu Paman Jimin pup. Kata Mama jangan ditahan, nanti pupnya jadi keras."

Lagi-lagi kalimat Eunwoo membuat Sang Paman membeku. Duh, mau dikemanakan wajahmu, Park Jimin?

Jeon LittleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang