Take Off (Junkai)

3.3K 368 30
                                    

Bau obat-obatan semerbak melewati lubang hidungku,orang-orang kadang melihatku ketika mereka berpapasan denganku. Membuatku semakin menaik kan masker hitamku agar setengah wajahku tertutup olehnya.

Aku melangkah cepat dengan menyeret koper besar yang ku pegang. Hingga aku sampai pada pintu dengan nomor 5 yang terbuat dari kuningan.

"Junkai..." sesosok wanita paruh baya menyambutku ketika aku membukakan pintu. Tak jauh darinya terlihat sosok lelaki tua yang terbaring diatas kasur, dengan selang infus dilengan kirinya.

"Bagaimana dengan keadaanmu pa?" aku mendekati kearah kasur dan menyimpan sekantung penuh buah-buahan yang kubeli di perjalanan tadi.

Papa hanya melihatku sekilas lalu terkekeh , dari roman mukanya saja aku mengerti bahwa beliau masih sakit parah.

"Setiap melihatmu aku selalu teringat dengan anak sok dan kurang ajar itu." ucapnya membuatku merasa sedikit jengkel. Namun papa malah tersenyum melihat wajahku yang tidak suka disamakan dengan anak itu.

Tiba-tiba papa sedikit menaik kan badannya dan meraih sebuah bingkai foto yang terletak di nakas sebelah kirinya.

"Dulu saat tepat 100 hari kelahiran mu,mama mu mengira ia terkena kista karna sudah hampir 4 bulan sejak kau lahir ia tidak menstruasi dan perutnya pun sedikit membuncit. Hingga saat kami periksa ternyata ia telah tumbuh tanpa kami tahu." jelas papa menceritakan bagaimana adik ku ada.

"Seperti bagaimana ia hadir saat lahirpun ia tidak permisi dulu. Seolah memang sejak bayi mempunyai fikirannya sendiri ia lahir ketika usia kandungan 6 bulan." ucapnya sambil mengelus-ngelus bingkai foto yang diambilnya

Kulihat bingkai foto yang papa genggam itu ternyata adalah foto ku dan foto Renjun, dua foto disatukan dalam satu bingkai.

Foto itu selalu mama bawa disaat papa masuk rumah sakit, walaupun hanya 1 atau 2 hari foto itu harus di bawa katanya 'agar papa mu sedikit melunak dengan Renjun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Foto itu selalu mama bawa disaat papa masuk rumah sakit, walaupun hanya 1 atau 2 hari foto itu harus di bawa katanya 'agar papa mu sedikit melunak dengan Renjun.'

"Dan sekarang ia pergi tanpa pamit pada orang tuanya..." papa menceritakan Renjun dengan mata berkaca-kaca.

Ini menjadi hal yang lumrah tiap kali aku mengunjungi orangtuaku, papa akan selalu menceritakan bagaimana kurang ajarnya Renjun memilih ke Korea dibanding menuruti apa kata mereka. Hanya saja cerita ini baru kudengar adanya.

"Papa tidak menyangka akan menghabiskan umur 50 tahun ini dengan menangisi anak yang tidak tahu diri." lanjut papa disisi lain mama sudah terdengar isakannya.

"Papa berharap dapat membuangnya sebagai anak, tapi tiap kali melihatmu bayangannya selalu muncul." kali ini setetes air mata berhasil lolos dari ujung mata papa.

Aku masih terdiam, lebih baik mendengarkan itu yang ada di fikiranku.

"Apa yang salah dari papa sehingga Dia begitu keras kepala? Papa hanya ingin dia tidak perlu pergi terlalu jauh sehingga papa bisa melihatnya dikala ingin, tapi sekarang lihat... Sudah 3 tahun ia tidak kembali kesini. Ibumu yang meminta pun ia hanya dapat menjawab 'tidak bisa... Sibuk...' sesibuk apa dia disana? Kakak nya sendiripun sama sepertinya tapi masih sanggup mengunjungi orang tuanya seminggu sekali." rutuk papa mulai terdengar suaranya bergetar menahan tangis

Aku dengan sigap memegang telapak tangan kanan papa, dan duduk disamping kasurnya.

"Tidak papa... Papa tidak salah... Aku berjanji akan membawa nya kembali."

"Junkai anakku..."

Aku semakin menggengam telapak tangan papa,menatapnya dengan intens dan menunggu kalimat apa yang akan diucapkannya.

"Papa ingin bertemu dengan Renjun sebelum papa tiada..."

"Papa..." aku memotong ucapan papa ku,karna kurasa ucapannya tidak masuk akal.

"Papa tidak akan kemana-mana... Papa akan sehat, ini cuma darah tinggi dan Renjun akan kubawa kesini sehingga ia sadar bahwa ia telah menjadi anak yang durhaka." jelasku dengan yakin dan semakin erat menggengam papa.

Papa hanya menangis tanpa suara sejadinya,air matanya mengalir deras menandakan beliau benar-benar merasa sedih. Dan kemudian terasa pelukan hangat menyelimuti punggung ku.

"Kau anak yang selalu kami andalkan nak." ucap mama sembari mengusap punggungku.

-o-

"Jadi jam berapa kau akan berangkat?"

Mama memberikan sekaleng minuman bersoda kepadaku, kami berdua duduk ditaman rumah sakit sesekali memandang pasien yang ada disekitar.

"Jam 1 siang nanti." jawabku sambil membuka penutup kaleng lalu meneguk isinya.

Keheningan terjadi setelah ku jawab pertanyaan mama. Hingga aku sendiripun yang memecahkan keheningan ini.

"Sudah berjalan 2 bulan papa berada di rumah sakit sejak terakhir kali ia kambuh saat hari ulang tahunku. Apa kah sebenarnya terjadi sesuatu?"

Ku lihat mama sedikit meremas kaleng yang ia gengam, kegelisahan tersirat di wajahnya seolah sedang menutupi sesuatu.

"Perkataan papa tadi pun sedikit aneh, ini pasti bukan karna dia berada lama di rumah sakit kan?" tanyaku lagi

Memang biasanya papaku hanya akan berada di rumah sakit 1 sampai 2 minggu jika hanya darah tingginya saja yang kambuh.

Seolah tidak mendengar pertanyaanku mama masih terus terdiam dan tidak menjawab. Bahkan hanya deruan nafasnya saja yang terdengar berat.

"Ma..."

Disaat aku mulai memaksa agar mama bersuara,beliau sudah menatapku dengan dalam.

"Papa mu terkena komplikasi."

Seolah ada petir menyambar ku,aku terpaku setelah mendengar ucapan mama. Komplikasi katanya? Tidak mungkin kan?

"A-apa?" aku terkaku masih tidak percaya apa yang kudengar.

"Maafkan mama Junkai... Selama ini papa mu mengalami gagal ginjal sejak ditinggal Renjun. Dia bersikukuh tidak ingin memberitahumu, bahkan ia sengaja mengatur jadwal cuci darah diluar jadwalmu mengunjungi kami." mama mulai terisak, pandangannya turun kebawah seolah enggan menatapku.

Sedangkan aku masih terpaku tidak percaya , merasa seolah ini mimpi.

"Ka-ka-kalau begitu kenapa tidak langsung transplatasi ginjal saja? Cari pendonornya! Berapapun biayanya akan ku tanggung!" aku sedikit berteriak panik rasanya mendengar ini semua.

"Ini komplikasi Junkai, dan bagaimana pun papamu sudah 56 tahun jantungnya sudah cukup lemah untung menerima operasi." jelas mama masih dalam tangisannya.

"Jadi mama akan merelakannya begitu saja?"

"Membiarkan papa seumur hidupnya terus melakukan cuci darah?"

Aku menatap ibuku dengan tatapan tidak percaya. Fikiranku kalang kabut , ibuku terus terisak sambil mengucapkan kata maaf padaku.

Keheningan terjadi lagi , hanya tangisan mama yang mengisi kali ini dan aku hanya menatap taman ini dengan fikiran yang berkelut sendiri

"Kapan... Sejak kapan ini terjadi?" aku bertanya pada ibuku tanpa memandangnya.

Mama terdiam dan berusaha menahan isakannya agar bisa menjawab pertanyaanku.

"Sejak Renjun memutuskan pergi 3 tahun lalu,kau tahu papa mu saat itu minum-minum terus setiap hari, bahkan dengan perut kosong ia tetap minum. Padahal sudah kularang karna penyakit darah tingginya."

Mendengar jawaban mama membuatku tanpa sadar meremas kaleng yang sedari tadi ku genggam hingga kempes. Seolah ada api dalam diri ini emosi ku mulai melonjak naik.

Gara-gara anak itu rupanya.

Aku bangkit dari tempat duduk ku, mama yang terperanjat karna ketiba-tibaanku hanya bisa bertanya "mau kemana?"

"Aku akan ke bandara sekarang... Dan menyusul anak sialan itu secepat mungkin."









To be continued.

Key
301218

IDOL [NCT Dream & TFBoys FF] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang