"Kau masih ingin terus tertawa seperti ini?" Emosiku tersulut, karna sudah berjam-jam aku duduk berdua dalam satu ruangan dengan Junkai.
Lelaki di hadapanku ini malah terus memandangku dengan sinis dan tawa meremehkannya. "Bukannya kau seharusnya bersyukur, karna akhirnya aku mau menemuimu?"
Aku menghela nafas kasar. Baiklah, ini memang saatnya aku melunakkan emosiku. "Iya, baik. Terserah... aku hanya ingin bertanya dari mana saja kau selama ini?"
Lagi-lagi yang kudengar adalah kekehan sinis darinya. "Akhirnya kau mencariku setelah aku hilang begitu saja? Panik ya?"
Rasanya aku ingin menghajar wajahnya itu.
"Tidak usah memasang wajah kesal begitu, aku pergi karna urusan kerja. Kau tahu, jadwalku lebih banyak ketimbang jadwalmu."
Sebisa mungkin aku menahan segala amarahku, kukepalkan kedua tanganku dan menarik nafas "lalu, kenapa kau tidak menghubungi Mama?"
"Untuk apa?"
"Tentu saja dia khawatir."
"Dia tidak akan khawatir jika tau aku akan menjadi penyelamat papa."
Aku terdiam setelah mendengar ucapannya. Penyelamat apa yang ia maksud? Memang papa separah apa?
Lagi-lagi Junkai terkekeh padaku. "Kau tidak tahu kan bagaimana kondisi papa?"
"Jadi apa bedanya antara aku dan kau yang sama-sama lari dari tanggung jawab sebagai anak?"
Aku menelan salivaku ragu. Semakin tak paham dengan arah pembicaraan nya kemana. Hingga ia melemparkan ponselnya padaku, menunjukan sebuah halaman internet yang bertuliskan
Junkai dan Renjun saudara tak saling mengakui (?)
"Sadar atau tidak, Weibo sedang ramai membicarakan kita. Kau tahu, karna tindakan bodohmu menemuiku dan tindakan bodohku menyiksamu sehingga ada beberapa orang yang curiga." ujarnya, aku menelusuri halaman itu dan membaca komentar satu-persatu.
"Aku sih tidak masalah jika membocorkan kenyataan pada publik. Karna aku sendiri akan pensiun, jadi tinggal kau yang bekerja rodi."
"Pensiun?" Celetukku, setelah mendengar ucapannya tentu aku terkejut. Lelucon apa yang ia gunakan kali ini.
Tapi air wajah Junkai berkata lain. Manik nya yang tajam seolah mengatakan bahwa ia serius.
"Aku mengorbankan sebagian diriku untuk kesehatan papa, tentu karnamu yang menjadi bebannya."
Semakin diam, aku tak menangkap maksud ucapannya itu. Hingga ia kembali membuka suara.
"Selama aku mengejarmu untuk kembali pulang, ada papa dengan perasaan bersalahnya yang semakin hari tersiksa karna kau yang tak mau menemuinya, terbaring lemah."
"Pikiran dan perasaanya itulah membuat kondisi papa semakin hancur. Ditambah dengan ke egoisan mu yang merasa kau juga tersakiti dan menyalahkan sepenuhnya pada papa, membuat akhirnya papa nyaris kehilangan nyawa."
"Apa kau sudah paham sampai sini?"
Ucapannya membuatku tertegun, seharusnya ini tidak separah itu kan? Lalu dia mengorbankan karir dan dirinya untuk kesembuhan papa, begitu?
"Lihat, sudah jelas kan aku anak yang berbakti dan kau anak durhaka itu." ujarnya, membuat emosiku sedikit bergejolak.
"Tidak, memang itu sudah kewajibanmu kan? Kau adalah anak kesayangan papa, untuk apa aku mendatanginya jika akhirnya akan dibandingkan lagi olehmu?" Sulutku, namun Junkai semakin menyeringai lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOL [NCT Dream & TFBoys FF] ✔️
Fiksi PenggemarKetika dalam satu keluarga kakak beradik menempuh karir yang sama namun terpisahkan jarak dan negara. kira-kira siapa yang lebih terkenal? dan apa problem di balik mereka? Junkai x Renjun bahasa semi baku short story