Siap?
Siap untuk membaca?
Siap?
Mulai.
Namanya Swara Bose. Gadis yang diperkirakan berumur 17 tahunan itu harus menjadi bahan kekangan Ayahnya selama Ibunya meninggal. Swara gadis yang pintar dan memiliki beberapa kemampuan tertentu. Seperti; Swara mahir dalam bahasa inggris, dan dia juga pintar menggambar. Namun kemampuan itu tidak bisa diwujudkan melalui Cita-cita. Bahkan, kini Swara putus sekolah gara-gara Ayahnya yang depresi tersebut. Tapi itu semua tidak menjadi alasan Swara untuk tidak putus belajar.
Swara menginginkan menjadi seorang Desainer terkenal di seluruh jakarta seperti Ivan gunawan dan lainnya. Swara pikir melalui buku kecil berisi beberapa contoh bentuk pakaian, celana, maupun gaun milik Almarhum Ibunya tersebut, bisa menjadi pelajaran bagi Swara untuk melatih bakatnya menjadi seorang Desainer.
Namun dia tidak sendiri. Dia memiliki seorang keponakan yang selalu senantiasa menjaga dan melindunginya kapanpun dan kemanapun. Namanya Yuda Pratama.
“Hem, nah!” Ucap Swara ketika dia sudah menyelesaikan menggambar sebuah gaun pernikahan di buku gambarnya.
Hari ini adalah hari Minggu. Hari dimana Swara juga masih tetap harus berada didalam rumahnya. Ayahnya memang kejam! Ayah mana yang tidak mau jika putrinya ini sukses? Ayah mana yang tega memotong jalan kesuksesan anaknya?
“Sut!” Swara menoleh ke ambang pintu ketika ada seseorang yang membisikinya.
“Yuda? Jorok ih permennya ko digitu-gituin pake tangan sih! Sana deh buang dulu!” Tegas Swara. Namun Yuda mengabaikan ucapannya itu.
“Jangan keras-keras nanti Papa elo denger. Kalo dia bangun, lo gabakal tau dunia,” bisik Yuda duduk dihadapan Swara.
“Maksud Yuda apa?” Swara bertanya keheran-heranan.
“Lo udah lama, kan? Ga ke sekolah elo? Sekarang ada permainan bola basket dan kebetulan gue yang main,” cerita Yuda serius.
“Terus?”
“Lo ikut ya sama gue? Dukung gue?” Tanya Yuda. Swara terdiam sejenak nampaknya gadis ini sedang berfikir. Karena lama, Yuda menggeret tangan Swara segera.
“Ih Yuda! Barang-barang desainerku belum dirapihin!” Bentak Swara.
“Biarin aja sih, Ra. Kaya anak kecil aja lo masih gambar-gambar kek begini. Udah ah! Ntar telat,” jawab Yuda. Yuda ini orangnya pemaksa emang.
“Tunggu!” Swara berhasil menepis tangan Yuda dari tangannya. Gadis itu menyimpan peralatan gambarnya kedalam sebuah laci lemari. “Belum aja dijawab udah main tarik-tarik aja. Aku gamau takut sama Papa.” Swara kembali duduk di ranjang.
“Ya lo jangan bilang! Kita keluar diem-diem!” Usul Yuda. Swara tetap menggeleng.
“Jangan ajak aku deh, Yuda tinggi. Kamu bakalan celaka nanti. Kamu pergi aja sendiri aku ga ikut.” Jawab Swara dengan suara tercekat sedih.
“Ayolah. Gue kepengen hibur elo aja” Yuda jongkok dihadapan Swara.
Tanpa ada balasan ucapan dari Swara, Yuda segera saja menggeret tangan Swara menuju keluar kamar. Entah ada apa dengan si Yuda tinggi ini.
Kini mereka sampai di sekolah nya Yuda sekaligus sekolahnya Swara. Mereka berdua langsung masuk ke dalam.
Swara perlahan duduk di kursi panjang yang telah disediakan hanya untuk dirinya. Gadis itu memeluk sebuah tas ransel milik Yuda dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine!
Teen Fiction#Pengumuman Maaf, ini bukan cerita tentang kesedihan, tentang perjodohan, tentang kekerasan, yang bertema belakang india. Tapi ini cerita tentang remaja, lebih termasuk ke istilah masa putih abu-abu. Bertema belakang indonesia lebih tepatnya jakarta...