Cerita ini mulai banyak adegan nyeseknya ya. Terima kasih sejauh ini untuk cerita Mine! Walaupun yang komentar sedikit, tidak apalah, yang penting kalian sudah menghargai.
Jika menurut kalian ini cerita B B aja, alurnya mudah ditebak, gak mau baca, terserah ya. Karena memang ini ceritanya biasa aja, gak bisa bikin baper orang. Makasih:)
***
SEMUA orang yang menonton itu menjadi kebingungan, yang awalnya bersorak-sorak kini menjadi hening, tak ada satu pun yang berbicara. Begitu juga Yuda, Karina, serta Angga yang bagaikan di sihir menjadi sebuah patung. Mereka hanya berdiri, menatap kosong kejadian diantara mereka.
Hati Sanskar hancur berkeping-keping ketika mendengar ucapan Swara, bahkan kini semua badannya terasa bergetar, tidak mampu lagi untuk berdiri tegak seperti biasanya. Ternyata dugaannya benar selama ini, bidadarinya sama sekali tidak mengenalinya, sungguh sakit, ingin menghajar orang saat itu juga. Sanskar mengambil kamera Swara yang sempat terjatuh ke tanah, membersihkannya siapa tahu kamera itu tidak rusak.
"Yuda kameranya, gue susul dulu yang punya kameranya," ucap Sanskar memberikan kamera itu ke tangan Yuda. "Angga disini dulu sama Om, Abang ada urusan," ucapnya. Angga mengangguk patuh, setelah itu ia berlari kencang meninggalkan tempat untuk mencari bidadarinya.
Akhirnya Sanskar menemukan Swara disebuah tenda kecil yang sepertinya dibuat khusus untuk fotografer sepertinya supaya tidak kepanasan, Swara sedang duduk membelakangi Sanskar, sambil memegang kedua lututnya, menundukan kepala, serta mulai terdengar isakan tangis darinya. Sanskar mendekat, bahkan sebelumnya ia sudah menyiapkan mental untuk kuat, menerima apapun yang akan Swara katakan padanya.
Kebetulan tenda kosong, Sanskar perlahan duduk disamping Swara. Seorang cewek yang selama ini ia tinggal tanpa kepastian kini sudah berubah, lebih berandalan tidak seperti dulu yang menggemaskan. Tubuhnya seperti semakin kurus, dan wajahnya semakin menjadi dewasa, tapi untuk masalah tinggi badan, Swara tetap masih sama, pendek.
"Kamu menangisiku, Ra?" Tanya Sanskar kepedean, menyentuh pundak Swara supaya cewek itu menatapnya. "Jangan nangis, aku ada disini, hanya untukmu, hanya untukmu. Aku hanya milikmu,"
Bruk!
Sanskar terpental, berbaring di tenda merintih kesakitan, dorongan Swara membuatnya terjatuh tak berdosa ke lantai.
Swara berdiri, melempar apapun yang ada didekatnya ke arah Sanskar, berteriak-teriak kesal, marah, serta tangisan yang menjadi tambahannya.
"Lo siapa hah! Kenapa lo enteng banget ngomong kaya tadi, emangnya lo siapa gue?!" Teriak Swara keras. Matanya melotot.
Sanskar terkejut bukan main. Sebentar, apakah yang ada di hadapannya ini Swara-nya sungguhan? Kenapa kata-katanya sangat keras sekali? Yang ia kenal Swara adalah cewek yang menggemaskan, tidak pernah berkata kasar, apalagi membentaknya seperti ini.
"Kamu ... Kenapa kasar? Siapa yang ngajarin kamu kaya begitu?" Lirih Sanskar bertanya.
"Kenyataan! Lo ngilang tanpa penjelasan selama dua tahun. Gue emang bodoh, dulu mau-maunya gue deket sama lo, bahkan sampai cinta sama lo, tapi balasan lo? Lo mempermainkan gue! Lo banyak janji, tapi lo malah ingkari semua itu. Lo cowok gak jelas, lo gak pernah tahu perasaan wanita, lo gak pernah menghargai perasaan wanita! Lo—" Ucapannya tergantung, napasnya tersengal-sengal, Swara merasakan badan kekar memeluk tubuh kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine!
Roman pour Adolescents#Pengumuman Maaf, ini bukan cerita tentang kesedihan, tentang perjodohan, tentang kekerasan, yang bertema belakang india. Tapi ini cerita tentang remaja, lebih termasuk ke istilah masa putih abu-abu. Bertema belakang indonesia lebih tepatnya jakarta...