Swara kini tengah bingung. Apakah dia harus jadi seperti dulu? Yang memilih ekstra kulikuler basket lagi? Apakah dia harus memilih PMR ataukah yang lainnya? Gadis itu sedang duduk didalam kelasnya sembari memegang sebuah kertas bertuliskan nama-nama ekstra kulikuler.“Lo basket lagi aja, ra” Ujar Tunisha yang berada disampingnya.
“Emangnya kaya dulu lagi, Tun? Aku kayanya gamau pilih itu, deh. Lagian aku udah lupa cara mainnya.” Jawab Swara.
“Ya sekarang peraturannya itu beda. Semenjak Sanskar yang jadi ketuanya,” jelas Tunisha. Sanskar? Pria menyebalkan itu yang menjadi ketua basket? Swara sedikit terkejut saat itu. Jadi? Yuda sudah pensiun menjadi seorang ketua?
“Lah bukannya Yuda yah?” Heran Swara. Tunisha menggeleng.
“Bang Yuda kan udah pensiun. Waktu itu dia diberi pilihan, mau pilih ketua yang baru teman sebayanya atau dipilih ketua yang lama. Ya Bang Yuda milihnya Sanskar.” Terang Tunisha. Swara mengangguk pelan. Dia bangkit dari kursi ketika bel sekolah berdering, karena semua siswa maupun siswi akan segera ke lapangan untuk berbaris melaksanakan upacara bendera.
Semuanya sudah berkumpul dilapangan.
“Aduh panas kaya gini! Mau upacara juga? Gosong nih muka.” Gerutu Anushka yang berbaris dihadapan Swara.
“Lo gimana sih! ini masih pagi dan gaada panas sekalipun! Kenapa lo bilang panas? Geser ya otak lo itu?” Cibir Dev. Anushka membalikan badannya kepada Swara yang sedang melihat persiapan upacara dihadapannya.
“Ra? Ga panas?” Tanya Anushka. Swara menggelengkan kepalanya.
“Ngga, Nus.” Jawab Swara. Swara cengengesan melihat kedua pasangan itu saling bertengkar karena masalah panas yang dianggap sangat spele itu. Swara terkadang berfikir akankah ada pria yang benar-benar mencintainya melebihi Yuda? Swara masih menunggu pria itu.
Dia lupa! Benar-benar lupa saat memegang kepalanya. Hari ini dia tidak memakai topi. Apakah Swara ingin kena rajia osis? Swara diam-diam langsung pergi ke arah kantin.
Swara berhenti ketika melihat Sanskar yang sedang duduk sembari memegang ponsel ditangannya. Dia perlahan berjalan menghampirinya.
“Mas, ga upacara?” Tanya Swara dengan suara yang pelan. Namun Sanskar masih mengabaikannya. Gadis itu sudah beberapa kali menanyakan hal yang sama tapi Sanskar sama sekali tidak mendengarnya.
“Sialan!”
Brug!
Swara menendang pelan kaki depan Sanskar. Pria itu terkejut dan tidak sengaja menjatuhkan ponselnya ke lantai. Dia mendongkak melihat siapa yang telah menendang kakinya ini.
“Lo? Ngapain nendang gue! Ga ada kerjaan lain apa lo? Idih!” Gerutu Sanskar mengambil ponselnya kembali.
“Makanya jawab, mas. Aku tuh dari tadi nanya lho sama mas. Mas budek atau kurang pendengaran?” Celoteh Swara. Sanskar melototkan matanya.
“Lo terbuat dari apa sih? Selalu aja muncul didepan gue. Aduh, naksir ya elo sama gue?” Tunduh Sanskar. Swara terbahak saat mendengar itu.
“Geer mas! Bego!” Swara menoyor kepala Sanskar dengan keras. Gadis itu berjalan ke arah Bu Sujata yang sedang membereskan makanan kantin.
“Bu Jaja?” Swara berteriak dengan keras. Bu Sujata yang sedang beres-beres seketika terdiam. Dia kenal dengan panggilannya ini. Perlahan Bu Sujata keluar melihat siapa yang memanggilnya.
“S-swara? Neng ....,” Bu Sujata langsung memeluk Swara dengan erat.
“Ini beneran kamu? Kapan sekolahnya lagi, neng? Ibu rindu sama kamu. Udah diijinin sama Papa?” Tanya Bu Sujata tersenyum-senyum bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine!
Teen Fiction#Pengumuman Maaf, ini bukan cerita tentang kesedihan, tentang perjodohan, tentang kekerasan, yang bertema belakang india. Tapi ini cerita tentang remaja, lebih termasuk ke istilah masa putih abu-abu. Bertema belakang indonesia lebih tepatnya jakarta...