4. Lampu hiasan

232 18 1
                                    

“Yuda, Yuda gapapa kan?” Tanya Swara panik. Dia takut jika Yuda kenapa-kenapa sekarang. Papanya ini memang jahat! Egois! Tanpa kesalahan yang tepat, Yuda dipukul seperti ini. Swara mengusap sisi matanya yang mulai berair.

“Gapapa ko, Ra. Cuman pipi gue aja sakit.” Jawab Yuda tersenyum hambar.

“Lebam ya?” Yuda mengangguk.

“Lo gausah khawatir, Ra. Ini cuman luka biasa. Jangan sedih,” gumam Yuda mengelus rambut gadis itu perlahan. Namun bukannya tenang malah Swara bangkit lalu berdiri di tengah-tengah perkelahian antara Rafa dan Daniel.

“Papa udah! Cukup!” Swara berteriak sembari menutup telinganya rapat-rapat.

“Swara? Kenapa kamu kesini, nak? Pergilah! Om gamau kamu kenapa-kenapa!” Jelas Daniel panik.

Pria itu berusaha menarik tubuh Swara agar menjauh dari mereka berdua. Namun susah, karena Swara sedang emosi sekarang. Dia sudah cukup di Kekang tidak jelas selama beberapa bulan ini, sudah cukup dia tidak mempunyai kebahagiaan selama ini, sudah cukup dia berhenti sekolah selama ini, dan sudah cukup! Impiannya hancur selama ini. Apakah kalian tau siapa penyebabnya? Rafa! Dialah orangnya yang telah merampas semua kebahagiaan Swara.

“Swara, minggir!” Teriak Rafa. Swara tetap diam sembari menggeleng. “Papa bilang minggir!” Lanjut Rafa.

“Swara ga bakalan minggir, Pa! Swara udah cukup menderita selama ini dan semuanya gara-gara Papa! Papa emang egois! Papa ini maunya menang sendiri. Swara udah bilang, kan? Mama udah gaada, Pa! Udah gaada. Tapi, Papa selalu aja nungguin Mama dateng ke rumah. Iya Swara tau Papa cinta banget sama Mama. tapi Papa ga nerima kenyataan kan? Dimana letak kepercayaan Papa selama ini? Swara kasihan liat Papa tersiksa nungguin Mama dateng kaya begini. Swara kasihan Pa! Kasihan!” Jelas Swara panjang lebar. Gadis itu sudah meluapkan unek-uneknya sekarang. Bahkan dia juga sudah menumpahkan air matanya dihadapan Rafa.

“Bener kata Swara, Rafa. Rani udah gaada harusnya kamu nerima itu semua dan ngejaga Swara dengan baik.” Ucap Daniel mendukung.

“Jangan pernah nasehati Papa kaya begitu, Swara! Kamu memang lancang! Sangat lancang! Papa bilang minggir! Papa sekarang ada urusan dengan Daniel, minggir!” Rafa kembali berteriak. Pria itu sudah cukup emosi, dengan keras dia mendorong tubuh Swara. Alhasil, Swara terjatuh dan berguling-guling di lantai.

“Swara!” Fani dan Yuda berlari ke arah Swara yang sedang terbaring sembari memegang kepalanya yang terkena meja ruang tamu.

“Sayang, kamu gapapa kan?” Tanya Fani khawatir. Swara menggelengkan kepalanya. Dia perlahan bangun dengan bantuan dari Yuda.

“Jidat lo!” Ketus Yuda. Swara mengusapnya dan ada sedikit darah yang menempel di telapak tangannya itu.

“Yuda tinggi, aku gapapa kok.” Jawab Swara tersenyum sakit.

Yuda memeluk Swara dengan erat. Dia takut saat Swara terluka seperti ini. Bagaimanapun, sejengkel apapun, sejelek apapun, Swara tetap keponakannya! Catat! Tetap, keponakannya!

“Gue sayang sama elo,” bisik Yuda. Swara juga membisikkan kata yang sama.

“Dasar monster! jelek! gatau malu! Om Rafa ini memang gila! Udah gila! Gue pengen penyek-penyek deh jadi rampeyek.” Gerutu Yuda. Fani segera menutup mulut anaknya itu dengan tangannya.

“Yuda, diem! Mau cari maut kamu?” Tanya Fani berbisik.

Brug!

Fani, Yuda, dan Swara dikejutkan oleh suara dari Rafa dan Daniel. Mereka bertiga sontak bersamaan melihat apa yang terjadi. Mata Fani membelakak kaget ketika suaminya, Daniel, itu kalah. Sedang berbaring di lantai sembari memegang dadanya.

Mine! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang