BAGIAN EMPAT

1.8K 124 0
                                    

Suara pisau beradu dengan kaca itu terdengar memekakkan telinga disusul suara sepatu yang semakin mendekat. Seorang perempuan yang berada diruangan itu menahan napasnya sambil menangis, mencoba menghindar dari orang berpakaian hitam itu. Sihitam itu diam mengamati sekitar lalu melewati tempat perempuan itu, tidak melihatnya--atau lebih tepatnya pura pura tidak melihatnya.

"Kamu pikir bisa lepas begitu saja dariku? Ayolah, kamu bilang menyukai permainan seperti bukan?"

"Ka--kamu siapa?"
Perempuan itu sesegukan.

"Hmm.. hades?" Sihitam itu mengetuk ngetukan ujung pisau itu pada dagunya dengan ekspresi tengah berpikir.

"Hades?" Suara perempuan itu kecil sekali terdengar sayu, hampir tidak terdengar dan ketakutan.

Dia tau hades itu apa, sangat tau karena dia pecinta sejarah yunani kuno. Sihitam itu mencengkram dagunya dengan kuat membuat perempuan itu dapat melihat wajah sihitam dengan jelas dibalik cahaya remang remang yang berasal dari luar ruangan itu.

"Kamu? Kita teman bukan? Kenapa kamu lakukan ini?"

Sihitam memilih mundur dan duduk dihadapan perempuan itu
"Sepertinya kamu salah paham dengan sesuatu, hanya karena kita saling mengenal bukan berarti kita teman. Ingat itu. Untuk kehidupanmu selanjutnya."

"Tapi jika kamu menginginkan seorang teman aku akan mengirimnya."

Setelah itu hanya bunyi pisau jatuh yang terdengar dan kesunyian malam.

**

Pagi itu banyak polisi yang datang kesekolah terkait adanya seorang siswa yang memakai narkoba, pelapornya tidak diketahui, seakan kejadian beberapa hari yang lalu belum cukup, sebuah kejadian menimpa sekolah itu kembali dengan kasus yang berbeda.

"Dia pendiam karena itu ternyata, huh, aku merinding dengan sekolah ini. Penuh kutukan."

"Kenapa kamu tidak pindah saja?"
Solusi terbaik dari segala solusi datang dari Beti, memangnya apalagi solusi yang baik selain pindah?

"Bukan begitu, aku rasa tiga bulan masih bisa membuatku kuat untuk bertahan disekolah ini. Pindah hanya akan membuang uangku. Aku juga tidak cukup kaya untuk pindah kesekolah lain."

"Baguslah."

Bagus? Apanya yang bagus? Inilah resiko jika berteman dengan orang aneh seperti Beti, kita harus memiliki IQ yang sangat tinggi untuk mengerti ucapannya yang sedikit itu, dan untuk Lita yang IQnya masih dibawah IQ lumba-lumba akan sangat sulit dan butuh waktu lama untuk otaknya berpikir maksud dari setiap ucapan si'aneh' itu.

"Pasti pelaku pembunuhan yang sedang diselidiki detektif itu salah satu murid disini, aku yakin."

Pembicaraannya selalu pergi kemana mana, jika tadi dia membicarakan siswa yang sedang ditangkap itu, sekarang pindah ke pembunuhan yang terjadi disana. Beti mendengarkannya, tapi tetap memilih diam karena dia yakin Lita tidak butuh jawaban darinya.

Kendala dari penyelidikan yang sedang dilakukan Keyra bertambah karena pihak sekolah seakan menutupi kasus ini, katanya takut akan merusak nama sekolah, toh nama sekolah ini sudah rusak sejak kematian korban pertama. Donasi dari para donatur semakin sedikit untuk sekolah ini.

Dua orang perempuan yang melewati Lita dan Beti itu menoleh kearah mereka sesaat
"Dia sangat cerewet, aku tidak tahan melihatnya. Apa aku bungkam saja dia?"

"Dia bukan salah satu orang yang harus kamu bungkam, biarkan saja. Dia juga tidak bersama kita bukan?"
Salah satu dari mereka memang selalu seserius itu. Dia pendiam.

"Aku ingat semalam kamu melakukan sesuatu, apakah sampai meninggal?"

Si pendiam itu mengangguk, matanya meneliti keadaan sekitar mereka. Entahlah, mata itu sangat misterius hanya dengan sekali lihat. Banyak hal yang tersimpan dalam mata itu.

"Aku rasa itu sudah cukup. Jangan dilanjutkan."

"Aku.. tidak yakin."

Setelahnya si pendiam itu meninggalkan dia sendirian, banyak hal yang harus diurusnya daripada mengurus tentang hal yang dikatakan temannya itu.

Bayangan yang dilihatnya di sudut lorong tadi membuatnya tersenyum sinis, permainnya semakin menarik karena adanya pemain baru yang akan muncul.

**

Keyra kembali mendapati seorang siswi yang beberapa hari lalu juga dilihatnya sedang ditempat kejadian, dimana mayat Nico ditemukan.

"Apa yang kamu lakukan disini? Bukankah tempat ini masih dalam proses penyelidikan? Seharusnya siswi sepertimu tidak datang ketempat ini."

Siswi itu sedikit terkejut walaupun tidak terlalu kentara, keningnya yang sebelumnya berkerut tampak kembali normal. Tanpa mengucapkan apapun dia pergi meninggalkan Keyra dan Ferdi disana.

"Siapa siswi itu? Cari tau tentang dirinya dan bawa datanya padaku setengah jam lagi."

Ferdi mengangguk dan berlari untuk mendapatkan data tentang siswi itu.

Ditempat itu masih sama, tidak terjadi perubahan apapun selain noda darah yang sudah dibersihkan. Lalu apa alasan siswi itu selalu kesini? Apa ada hal yang diketahuinya? Banyak hal yang berputar dalam otak Keyra saat ini. Sampai Ferdi datang dan meruntuhkan semua yang sudah dibagun otaknya itu.

"Ini bu."
Ferdi menyerahkan sebuah berkas yang diyakininya data tentang siswi itu.

"Maya? Dia teman dekatnya Dea itu kan?"

"Iya bu. Dia juga terlihat seperti Dea. Sedikit misterius. Tapi aura Dea lebih kelam darinya."

Keyra mengerti, ini semakin menarik saja batinnya.

"Saya akan pergi sebentar, lagipula ini sudah jam pulang sekolah pasti akan lebih mudah melakukan penyelidikan."

Setelahnya dia pergi darisana. Dalam perjalanan menuju parkir, Keyra melihat seseorang masuk kedalam gudang sekolah, karena rasa penasarannya dia menuju kearah gudang itu sebelum masuk dia mendengar suara. Seperti orang orang yang sedang adu mulut, karena menurutnya hal itu sudah biasa terjadi antara murid sekolah Keyra melanjutkan perjalanannya.

**

Keyra masuk kedalam hotel itu, ketika diloby dia melihat perempuan yang akhir akhir ini selalu dilihatnya menuju arah lift dengan tergesa gesa. Keyra tidak ingin ikut campur dengan perempuan itu lebih memilih melanjutkan jalannya kerestoran hotel itu.

Keyra yakin sebelum pintu lift itu tertutup dia melihat perempuan itu tersenyum miring kearahnya.

Sebenarnya siapa perempuan itu?

"Apakah sudah lama?"

Laki laki dihadapannya menggeleng,
"Sekitar tigapuluh menit."

Menurut Keyra yang notabenenya tidak suka menunggu itu sudah cukup lama.

"Apa yang akan kamu bicarakan?"

"Jangan terlalu terburu buru, bagaimana kasus ini? Apakah sulit?"

Keyra mendesah dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi
"Lebih sulit dari dugaanku. Para murid itu sangat cerdik."

"Aku mengerti. Aku ingin membicarakan seorang siswi disana. Aku rasa kamu akan tertarik." setelahnya laki laki itu memberikan amplop yang berisi kertas kertas tentang seseorang

"Maya Sovia?"

**

25 November 2018, Minggu

Tc.

THE SINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang