BAGIAN EMPATBELAS

943 73 0
                                    

Titik terang pembunuhan Joana masih belum diketahui, keluarga korban meminta Keyra untuk cepat cepat menyelesaikan kasus pembunuhan itu, dia pikir selama ini Keyra tidak mencoba menyelesaikannya apa?
Keyra berpikir jika kasus ini masih berkaitan dengan kasus sebelumnya, dan kasus sebelumnya masih gelap. Belum dapat pencahayaan apapun.

Dia harus mencari barang bukti lain ditempat meninggalnya Joana, berharap ada pentunjuk disana. Setelah memanggil Ferdi, Keyra langsung bergerak menuju ruang ganti yang masih ditutup serta garis polisi yang hampir lepas dari tempatnya.

"Saat korban dibawa kerumah sakit bukankah ponsel korban tidak ditemukan?"

Keyra ingat, jika ponsel Joana memang tidak ada didalam barang bukti yang mereka temukan saat itu.

"Benar. Menurut beberapa orang yang dekat dengannya termasuk supir pribadinya, Joana tidak pernah lepas dari ponselnya. Ponsel itu benda penting yang tidak akan ditinggalkannya barang semenitpun."

"Berkemungkinan besar ponsel itu ada disudut ruagan ini atau dibawa oleh sipembunuh."

"Cari dengan seksama, jangan sampai terlewat satupun. Termasuk lubang tikus sekalipun."

Mereka mulai mencari, disetiap ruangan itu. Memeriksa sofa tempat korban ditemukan, sofa itu terlihat biasa saja tidak ada yang berbeda seperti sofa kebanyakan. Tapi sesuatu menarik perempuan bermata jeli itu. Sebuah tempat yang berkemungkinan bisa dimasuki sebuah benda pipih seperti ponsel. Setelah memakai sarung tangannya Keyra mencoba memasukkan tangannya kedalam lubang itu. Tapi hanya ujung jarinya saja yang dapat masuk sehingga dia tidak bisa mendapatkan apa yang dicarinya.

"Kamu punya pisau bukan? Berikan padaku, cepat."

Ferdi menyerahkan pisau yang memang ada didalam tasnya, dia memang membawa pisau itu untuk berjaga jaga jika saja memang dibutuhkan. Ternyata benar. Keyra merobek bagian yang memang sudah robek itu dengan pisau, memperbesar robekan itu supaya tangannya bisa masuk. Setelah berhasil memasukkan tangannya Keyra merasakan sebuah benda dingin, dia tersenyum, akhirnya. Pantas saja benda pipih ini tidak ditemukan saat itu, sepertinya detektif yang memeriksa ruangan ini saat itu kurang jeli dengan robekan yang terdapat disisi kiri lengan sofa ini, sekilas memang tidak terlihat, tapi jika lebih diperhatikan itu bukan termasuk motif dari sofa itu.

Ferdi tersenyum, menerima ponsel yang diberikan Keyra dan memasukkan kedalam plastik. Ponselnya mati, sepertinya kehabisan daya. Semoga saja ada sesuatu yang mereka butuhkan didalam ponsel itu.

"Isi daya ponsel ini, kemudian berikan padaku saat ponsel ini sudah dapat digunakan."

Dua jam berlalu, Keyra yang sedang memeriksa laporan dari kasus Anggi Novv, sedikit terganggu saat Ferdi masuk keruangannya dengan sebuah ponsel ditangannya.

Keyra mengotak atik ponsel itu, sepertinya Joana memiliki hobi yang aneh, menyimpan berbagai foto tanpa kepala dan deretan film horror. Apa bagusnya memiliki hobi seperti ini?

Keyra membuka aplikasi pesan, membaca beberapa pesan disana kemudian menuliskan nama nama orang yang menurutnya dapat ditanyai. Tidak ada lagu disana, yang ada hanyalah beberapa musik klasik. Serta sebuah rekaman suara. Tanggal 5 Juni, hari dimana Joana meninggal dunia. Keyra memutar rekaman itu, setelah mendengarkannya Keyra kembali memanggil Ferdi.

"Panggil Jisty kembali. Pastikan dia datang kesini."

Kening Ferdi berkerut tapi tetap mengangguk memenuhi perintah Keyra, dia memasang wajah penasaran sambil melirik ponsel yang ada dimeja Keyra.

Apa Keyra menemukan sesuatu diponsel itu? Sebenarnya apa yang ada didalam ponsel itu?

***

Ananoera, gadis itu masuk berjalan ditengah lapangan basket, menuju kelasnya yang berada dilantai dua. Mengabaikan tatapan heran, terkejut dan penasaran dari murid lain yang ditemuinya selama berjalan menuju kelasnya.

"Lebih dari lima bulan."
Ungkap Beti dengan pelan, memandangi Noera dari tempat duduknya yang memang berada didekat jendela. Pandangannya mengikuti gadis itu.

Lita datang dengan berlari menuju Beti dan mengambil tempat duduk disamping gadis itu.
"Noera kembali. Aku tidak menyangka setelah lebih dari lima bulan dia kembali kesekolah. Bukankah ketika itu dia sudah dikabarkan meninggal dunia karena kecelakaan?"

Benar. Noera sudah diklaim meninggal dunia saat itu, Beti mendengarnya langsung dari mulut dokter rumah sakit tempat Noera dibawa setelah kecelakaan yang menimpa dirinya. Tapi gadis itu disini sekarang, dengan tubuh yang sudah tidak memiliki lecet sedikitpun, dia tidak berubah, ah, hanya penampilan yang sedikit berubah.

"Berapa nyawa yang dimiliki gadis itu hingga dia masih bisa selamat dari kecelakaan parah itu?" Seorang gadis yang juga sedang memperhatikan Noera terlihat kesal.

"Jangan kesal, kita hanya perlu memberinya ucapan selamat datang, atau selamat sudah hidup kembali." Jawab Dea, dia mengangkat bahunya dengan wajah tidak peduli, meninggalkan Maya disana.

Maya dengan cepat menghampiri Noera, dia sudah tidak sabar mendengar bagaimana seorang Noera dapat hidup kembali.

"Apa yang terjadi? Lima bulan menghilang dengan klaim bahwa dirimu meninggal dunia, dan sekarang kamu datang kesekolah seperti tidak terjadi apa apa."

"Memangnya kenapa?"
Tanya Noera, sikapnya lebih berani dari beberapa bulan yang lalu.

Maya tersenyum, dia merindukan gadis didepannya ini. Lebih dari apapun.

"Hanya, sangat beruntung. Kamu."

Maya berjalan meninggalkan Noera, wajahnya sekilas memucat melihat sesuatu, dia ingin membalas dendam pada orang yang sedang melihat dengan terang terangan tepat dimatanya saat ini. Hidupnya menjadi menderita sejak hari itu, dia dipenuhi ketakutan dan dendam. Lima bulan bukan waktu yang mudah baginya, juga, dia sudah menyiapkan sesuatu yang besar untuk orang itu.

Beti berlalu dari depan kelasnya, mengajak Lita kekantin setelah melihat Noera didepannya. Beti melempar senyum 'selamat datang kembali' pada Noera sebelum berlalu dari sana.

***

"Dia ingin membunuhku!" Gadis itu berlari sambil berteriak dengan tangan yang menjambak rambutnya dengan keras. Dia berlari tanpa arah, menabrak orang orang yang dilewatinya.

"Aisy! Aisy! Tenang, anda harus tenang. Tidak ada yang akan membunuh anda disini." Perawat rumah sakit jiwa itu berlari mengejar Aisy, sang penari balet yang masuk dalam rumah sakit ini beberapa minggu yang lalu setelah mengalami sesuatu yang mengganggu mentalnya.

"Dia disana!!" Aisy menunjuk sebuah lorong gelap menuju gudang rumah sakit jiwa itu.

Salah satu perawat melihat kearah yang ditunjuk oleh Aisy, seketika bulu kuduknya merinding. Kadang salah satu pasien akan lebih menakutkan saat dia bicara dan menunjuk sesuatu.

"Suntikkan obat penenang, cepat!"

Perawat yang lainnya memegang Aisy dan yang lainnya menyuntikkan obat penenang padanya. Sebelum matanya tertutup Aisy menggumamkan sesuatu.

"Ana.."

***

07 Februari 2019, Kamis.

Tc.

THE SINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang