BAGIAN TUJUH

1.4K 94 2
                                    

Keyra masih belum yakin dengan data pemberian orang itu, untuk memastikannya dia berada disini sekarang, dilobi hotel menuju kafe hotel ini. Melihat seseorang mengangkat tangan melihatnya Keyra cepat-cepat kesana, karena dia sangat ingin menyelesaikan kasus ini dengan cepat supaya bisa istirahat dan mengambil waku libur sebanyak mungkin. Dan juga, dia kasihan dengan para bawahannya yang sampai tidak memiliki waktu pulang.

"Begini, Maya ini memang sedikit mencurigakan, tapi jika kita hanya berpatokan pada riwayat kejiwaan ini saja rasanya belum cukup untukku."tanpa basa basi setelah duduk hal pertama yang diucapkannya bukan sapaan.

"Riwayat kejiwaan ini saja sudah cukup kuat untuk menjadikannya seorang psikopat."

"Tapi ini sudah lebih dari tiga tahun yang lalu, sekarang tidak ada satupun kasus yang menyinggung dirinya."

"Bagaimana kalau kita menyuruh beberapa orang mengikutinya?"

"Bukan ide yang buruk."

"Ah, satu lagi, tentang Dea Ananda, aku ingin kamu juga mencari tahunya, dia memang seperti remaja biasa tapi aura yang keluar dari tubuhnya tidak biasa, itu terbilang sangat liar untuk seorang remaja seumuran dia, dan juga sangat berbahaya."

"Baiklah."

Keyra bangkit dari kursinya, ingin pergi dari tempat itu.

"Setidaknya minum kopi dulu sebelum kamu pergi "

Keyra menoleh sesaat, menggeleng dan melanjutkan jalannya.

"Sulit didekati."

Ponselnya bergetar, sebuah pesan lain masuk dari nomor yang sama, yang mengiriminya pesan beberapa hari lalu, Keyra membaca pesan itu.

Meskipun aku dapat mengalir sebagai gelap, bukankah itu masih berada disampingmu?

Berada disampingmu? Itu seperti kata kunci bagi Keyra, tapi dia juga tidak ingin terlalu fokus pada kata itu karena bisa saja itu pengalihan untuknya, yang harus dilakukannya sekarang adalah mengikuti Maya, jika dia bukan tersangka utama bisa saja dia saksi kuncinya, Keyra yakin dia tau sesuatu, jika tidak untuk apa dia berulang kali ketempat terjadinya pembunuhan itu?

***

Beberapa wali murid yang memberikan dana yang banyak untuk sekolah ini mulai memberhentikan sebagian dana yang mereka sumbangkan karena menurut mereka sekolah ini sudah mulai menakutkan dengan korban pembunuhan yang sudah lebih dari dua orang.

"Kalian hanya perlu tenang, polisi sedang menyelidiki kasus ini." kepala sekolah iu memang tidak ingin sekolah ini ditutup, bagaimanapun dia baru saja menduduki jabatan ini, dia masih ingin meraup keuntungan yang banyak lewat dana pemberian dari orangtua murid.

Beti memandangi Maya selama beberapa menit, Lita yang melihat itu penasaran dan mengikuti arah pandangan Beti.

"Hei! Kamu melihatnya? Dia bergerak gelisah terus sedari tadi."

"Aku yakin dia ingin cepat-cepat pergi dari sini."

Beti menaikkan alisnya, pasti Lita memiliki kata lain untuk dsampaikannya.

"Dia pasti ingin ketoilet sekarang." setelahnya dia tertawa karena ucapannya sendiri. Baiklah, jika Beti terus menerus mengeluh mendapat teman seperti ini berarti dia tidak bersyukur bukan?

Lita memang benar, Maya lebih terlihat gelisah sekarang ini, tidak mungkin bukan dia takut menjadi korban selanjutnya? Karena lebih dari siapapun dia tau siapa pelaku sebenarnya, tidak mungkin juga pelaku itu ingin membunuhnya bukan?
Semua sikap tenangnya benar-benar sudah hilang.

"Aku dapat kabar jika Mutia korban yang ditemukan dilabor sebelah, ini semakin rumit saja menurutku. Kau tau bukan?"

"Baru saja."

Jika Lita peka dia akan tau maksud dibalik kata kata itu, kata itu seperti Aku baru tau karena kamu mengatakannya, karena kamu sumberku.

"Aku akan kegudang sebentar, kamu tunggu saja disini."

Bukan tanpa alasan Beti kesana, karena dia ingin mendengar sesuatu, katakan saja dia penguntit atau apapun karena dia memang membutuhkan itu.

"Aku hanya ingin kamu tenang sekarang, jangan buat kekacauan dengan kegelisahanmu yang tidak mendasar itu" suara itu tajam, milik seorang perempuan

"Sudah mulai saja."
Beti bergumam sambil menyandarkan badannya didinding gudang

"Tapi polisi itu sudah mulai curiga padaku An, aku rasa. Aku melihatnya beberapa kali dilobi hotel itu dan dia juga melihatku."

"Itu hanya perasaanmu, sebentar lagi. Sebentar lagi ini akan selesai dan kamu bisa hidup tenang." seseorang yang dipanggil An itu masih mencoba menenangkan temannya, karena jika mereka berhenti dia belum puas.

"Tenang? Sejak bertemu denganmu aku belum merasakan apa itu tenang."

An itu tersenyum miring, melangkah lebih dekat menuju lawan bicaranya.

"Kamu tidak ada bedanya denganku Maya."

Persis seperi dugaannya, Beti beranjak dari sana dengan langkah santai, tidak ingin membuat Lita menunggu lebih lama, karena dia juga sudah mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Apa yang kamu cari disana?" Tanya Lita

Beti mengeluarkan sesuatu dari sakunya
"Hanya ini." sebuah kalung yang sebenarnya sudah ada didalam sakunya.

***

Ferdi menuju ruangan Keyra, hasil otopsi Mutia sudah keluar.

"Bu, ini." Ferdi menyerahkan berkas itu.

"Memang benar jika korban ini meninggal akibat dipukuli benda, yang menurut perkiraannya sebuah besi. Ada beberapa tulang rusuknya yang patah, sepertinya sipelaku menghantamkan besi itu dengan sangat kuat. Juga, ada hal yang terlewati oleh kita saat memeriksanya kemarin, dibagian ini." Ferdi menunjuk bagian bawah kepala korban tepat didekat daun telinganya "Bagian ini sepertinya retak."

"Sekejam apalagi dia akan beraksi? Aku yakin dia bukan manusia."

Ferdi mengangguk setuju, dia bukan manusia waras tentu saja.

"Bagaimana dengan keluarga korban?"

"Mereka berada diluar kota untuk pekerjaannya, dan akan pulang dua hari lagi."

"Walaupun anaknya sudah akan dimakamkan mereka tidak pulang? Orangtua yang baik sekali." kalimat sarkas itu keluar dari mulut Keyra.

Ferdi meringis mendengar ucapan sarkas itu.

"Oh iya, tolong kamu utus dua orang tim kita untuk mengukuti gadis ini dan untuk gadis ini aku ingin kamu sendiri yang mengikutinya."

"Baiklah bu."

Ferdi menjalankan tugasnya sesuai dengan perintah Keyra, mengikuti gadis yang menurutnya normal-normal saja, tidak ada keanehan pada gadis itu.

Ketika gadis itu memasuki sebuah bar, dia bergumam.
"Remaja jaman sekarang memang wah.."

Ferdi ikut masuk kedalam bar itu, masih mengintai tagertnya. Gadis itu hanya duduk didepan bartender tanpa melakukan apapun, hanya mendengarkan musik dan tidak ada minuman atau apapun dia benar benar hanya mendengarkan musik yang memekakkan itu.

"Jika hanya untuk mendengarkan musik kenapa harus ketempat seperti sih?" Ferdi merasa bosan dan juga tidak nyaman dengan tempat ini.

Melihat ada pergerakan dari targetnya Ferdi langsung waspada, takut jika gadis itu meghilang melihat banyaknya manusia disini, tempat ini juga minim pencahayaan.

Seperti dugaannya, dia diikuti oleh polisi itu. Apa mereka pikir semudah itu mengikutinya? Terlebih dengan jarak sedekat ini. Dia hanya akan lebih tenggelam dalam kegelapan, tanpa seorangpun tau dia dimana.

***

Tampaknya ada kata tulang dan daging, yang sementara tidak tersentuh dan kemudian suatu hari dia berdiri diluar jendela ditempat yang gelap.

--kata 1 oleh Noh Hwang rim--

08 Januari 2019, Selasa

Tc.

THE SINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang