BAGIAN SEMBILAN

1.3K 86 2
                                    

Sebagian dari pengunjung bar terlihat syok saat melihat bagimana keadaan wanita bergaun merah itu tadi malam, wajahnya berdarah, rambutnya acak acakan dan juga terdapat lebam diwajahnya, jika melakukan perawatan wanita itu pasti membutuhkan waktu lebih dari dua bulan untuk mendapatkan wajah bersihnya kembali.

Ruagan putih itu seketika menjadi kotor karena adanya bercak bercak darah disana, perkelahian yang terjadi disana malam tadi sukses membuat Rigel ketakutan, takut jika terjadi sesuatu pada kekasihnya. Orang pertama yang menemukan kekasihnya itu seorang bartender.

"Dey..." lukanya memang parah, tapi entah keajaiban wanita itu--Dea masih bisa bertahan untuk waktu yang lama, dan wanita itu sedang duduk diatas ranjangnya setelah bersikeras untuk tidak dirawat dirumah sakit, walaupun tidak sadarkan diri beberapa jam Dea dinyatakan baik baik saja, rusuknya yang menghantam meja hanya lebam, tidak menyebabkan keretakan atau apapun. Dea memang tidak ingin dirumah sakit karena menurutnya semua luka itu tidak menyakitkan. Dea mengingat kembali wanita yang melukainya, rupanya dia punya nyali juga untuk melukainya, baiklah, sekarang biarkan dia ikut bermain main bersamanya.

"Jangan pasang wajah itu untukku, kamu tau aku tidak membutuhkannya." Rigel menghela nafas berat, tidak bisa mengetahui Dea lebih dalam begini hanya membuatnya frustasi karena tidak tau harus berbuat apa. Mengakhiri semuanya juga bukan ide yang bagus saat rasanya pusat kehidupan berada ditangan kekasihnya itu.

"Aku harus pergi." Dea bangkit dari kasurnya menuju pintu keluar mengabaikan bagaimana penampilannya saat ini.

Seketika langkahnya berhenti tepat dipintu keluar rumahnya, hujan dan gelap, satu hal yang tidak lepas darinya. Diluar hujan deras, baiklah, malam ini dia tidak bisa melakukan apapun yang ada dipikirannya.

***

"Anggi mengalami kecelakaan lalu lintas dua minggu lalu." mereka sedang berjalan menuju kelas.

"Begitukah?" Beti dengan wajah datar dan cueknya tidak melirik Lita sedikitpun

"Iya!! Lukanya tidak parah, hanya kepalanya yang terluka. Mobil yang dinaikinya mengalami kecelakaan setelah sebuah bus melaju kearah mereka. Aku merinding." sambil memegang kedua bahunya sendiri Lita menampilkan wajah merindingnya itu.

Beti mengangguk, matanya tidak sengaja menangkap pemandangan didepannya. Dea bersama Maya berjalan berlawanan arah dengannya, bukan itu yang menarik perhatiannya atau mungkin sebagian dari mereka yang disana, tapi keadaan Dea yang jauh dari kata baik baik saja, meski begitu mereka masih tetap melihat Dea yang biasanya, misterius dan dingin.

"Kamu tidak terganggu dengannya?" Ketika melewati Lita dan Beti, Maya melihat wajah Beti yang membuatnya sedikit terganggu

"Tidak. Sifat aslinya mungkin akan lebih menganggumu." menjawab itu tidak akan ada gunanya dan Maya diam saja.

Anggi hanya diam selama berada disekolah, sang badut kelas itu tidak pernah beraksi lagi, ada yang mengatakan itu efek dari kecelakaan yang pernah dialaminya, Anggi menjadi sedikit aneh sesudah kecelakaan itu terjadi, dia lebih banyak diam dan tatapan matanya sangat tajam. Mengintai sesuatu.

"Tidak hanya puas membunuh temanku, kamu juga berniat melenyapkanku ternyata. Baiklah. Aku akan senang bermain bersamamu."

Kertas origami berwarna hitam itu dilipatnya menjadi dua bagian, terdapat beberapa kata didalamnya, kemudian meletakkan kertas itu dalam buku pelajarannya. Hanya kebetulan atau bagaimana tapi Beti melihat semua itu, dia terlihat menahan senyumnya.

Sangat menarik, pikirnya.

Dia berjalan keluar kelas mengikuti orang didepannya, pasti ada suatu hal yang harus mereka katakan sehingga mencari tempat yang sepi seperti ini, mereka berada ditaman belakang sekolah dengan Beti yang berdiri tidak jauh dari mereka, memasang telinganya dengan tajam.

"Polisi itu mencariku kemarin, menanyai banyak hal, aku takut An."

"Tidak usah takut, bersikap saja seperti biasanya, maka mereka tidak akan mencurigaimu." walaupun sedikit ragu tapi Maya tetap mengangguk

"Oh iya, bagaimana kamu mendapatkan luka ini?" Tanya Maya sambil menunjuk luka luka itu.

"Sepertinya ada yang ingin bermain bersamaku."

Maya memandang suatu tempat dimana siluet seorang wanita terlihat, wanita yang menjadi lawan bicaranya sudah mengetahui jika ada yang berdiri disana.
"An.. dia kembali."

***

Ferdi meregangkan otot kepalanya, kepalanya terasa berat hari ini, efek kasus satu ini benar benar menguras semua tenaganya, biasanya Keyra itu dikenal sebagai detektif yang sangat cepat menyelesaikan masalah, tapi sepertinya bosnya itu ingin bermain main atau memang kasus ini terbilang cukup sulit.

Ferdi mencari semua yang berhubungan dengan gelap, mencari tau orang orang disekitarnya yang terlihat mencurigakan, baiklah, sepertinya dia harus kelabor tempat pembunuhan Mutia dilakukan mungkin saja ada suatu hal yang terlewatkan olehnya. Bosnya sedang berkencan hari ini, dia tidak bisa diganggu sedikitpun, hasilnya dia sendiri yang harus pergi melihat tempat kejadian itu sendiri.

Laki-laki itu melihat Keyra yang tampak sudah jengah didekatnya, dia sengaja mengundang Keyra ketempat ini guna melihat wajah perempuan itu dan memberikan sesuatu yang sekiranya dapat membantu wanita itu menyelesaikan masalahnya. Terdengar bunyi decakan dari seberangnya, laki-laki itu ingin berkomentar sebelum ponselnya berdering, setelah mengucapkan kata maaf laki-laki itu berdiri dan mengangkat teleponnya.

"Apa? Jika tidak penting nanti saja. Aku sedang tidak bertugas."

"Siapa?" Keningnya seketika berkerut mendengar nama yang disebutkan sipenelepon itu.

"Telepon polisi."

Telepon itu terputus, laki-laki itu kembali duduk didepan Keyra.

"Jika tidak ada yang ingin kamu bicarakan aku harus pergi, kamu pikir aku punya banyak waktu untuk bersantai?"

Keyra memasang wajah jengkelnya, benar benar lelah dengan laki-laki didepannya.

Laki-laki itu mneyodorkan sesutu padanya, mungkin sebuah informasi baru lagi yang tentunya akan membantu satu dari tigaratus duapuluh enam tugasnya.
Informasi lainnya dengan orang yang masih sama.

Ferdi sampai dilaboratorium, semua darah disana sudah dibersihkan, pembunuhan ini sangat bersih, tidak ada satupun jejak yang tertinggal disana seakan akan sipelaku sudah merencanakan ini dari lama. Gadis dengan seragam dari sekolah yang sedang diselidikinya ada disana, ditempat mayat Mutia pertama kali ditemukan.

"Apa yang kamu lakukan disini?"
Ferdi mengambil tempat disamping gadis itu

"Hanya melihatnya."

"Apa yang kamu lihat?" Jelas Ferdi tidak melihat apapun disana selain garis polisi yang masih terpasang.

"Banyak hal. Yang anda sendiri mungkin tidak bisa melihatnya." gadis itu--Dea beranjak dari sana meninggalkan Ferdi yang masih dilanda kebingungan.

***

12 Januari 2019, Sabtu

To be continued.

Tc.

THE SINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang