Dua bulan lebih menikah dengan Sabta, Dayu jadi tahu beberapa kebiasaan pria itu. Sabta susah tidur, makanya dia sering kerja sampai larut bahkan dini hari. Sabta suka makan sayur. Lelaki itu sempat memakan masakan yang dibuat Dayu dan tak menyisakan sayuran yang dihidangkan. Juga, Sabta orang yang susah diatur. Sepertinya, ini tak perlu waktu dua bulan untuk diketahui.
Dua bulan ini juga Dayu berusaha menguatkan hatinya. Jangan dikira dia tidak ingin lari. Jangan pikir dia tidak ingin kembali ke kampung halamannya. Setiap hari, Dayu memetakan masa depan yang baru-dimana dia bebas dari Sabta. Tunggu saja. Dia sedang menunggu waktu yang pas. Tidak sekarang.
"Baru semalem diingetin, baju kotor masukin keranjang." omel Dayu saat mendapati baju kotor Sabta di kamar mandi.
"Tuh keranjang, masukin aja!" tunjuk Sabta sambil menyisir rambutnya. "Pagi-pagi udah berisik."
"Ya kamu susah dibilangin!" balas Dayu malas-malasan memunguti baju Sabta.
"Kamu nggak akan mau memulai ini denganku, Yu!" Sabta menjawab. "Berkelahi dengaku bukan pilihan tepat pagi ini."
"Yang mau berkelahi siapa? Sudah berapa kali sih kuingetin?" Dayu menutup pintu kamar mandi dengan tangan membawa keranjang.
Sabta menghela nafas dan sengaja menendang keranjang yang dipegang Dayu hingga terlepas. Dayu menoleh, melihat Sabta melipat tangan.
"Kerjaan kamu sebanyak apa sih sampe ngumpulin baju kotor diributin?" tanya Sabta. "Seberat apa sih ngumpulin baju doang?"
Dayu menghela nafas panjang. Dia mengangguk lalu memungut baju yang sebagian basah dari lantai. "Oke, maaf." katanya.
Tapi, Sabta tak mendengar maaf dari Dayu adalah hal yang tulus. Jadi, dia melanjutkan emosinya. "Aku baru tahu kalau minta maaf bisa seangkuh itu. Kalau sudah nggak mau minta maaf, pergi aja dari sini. Nggak usah sok jadi korban."
"Aku minta maaf." ulang Dayu. Dia berhasil memasukkan semua pakaian kotor ke keranjang dan menyisakan sisa air di lantai.
Semoga kamu terpeleset, doa Dayu dalam hati.
Dia keluar dan sengaja berlama-lama di ruang laundry. Sebenarnya, dia harus cepat mengepel air di lantai kamarnya, jika tidak ingin meninggalkan bekas. Namun, dia menunggu, siapa tahu dia mendengar suara gaduh atau kesakitan Sabta yang terpeleset. Sayangnya, dia mendengar suara gelas di dapur. Artinya, Sabta baik-baik saja dan tidak terpeleset.
Perlahan, suara di dapur hilang. Sepertinya Sabta sudah berangkat ke kantor. Dayu menyandarkan tubuhnya ke dinding dan mengadah. Dia mengingat jumlah uang yang ada padanya. Sepertinya cukup untuk pulang. Dia hanya perlu mencari cara untuk sampai ke stasiun bus dan pergi.
"Dayu!"
Dayu tersentak dan menoleh. Apa lagi?
"Mana kunci mobil?" tanya Sabta dengan suara berat. Dia berdiri di depan pintu ruang cuci dan melihat Dayu. Perempuan itu menggeleng.
"Celanaku semalem mana?"
Dayu melihat mesin cuci yang sedang berputar. Sabta berdecak, membuka penutupnya dan menekan tombol. "Kenapa nggak dicek dulu?" tangan Sabta menarik celana yang berbusa dan meninggalkan jejak air. Dia merogoh kantongnya dan menemukan kunci. "Ngerjain ini aja nggak bisa!"
"Salahku juga?" tanya Dayu. "Salahku lagi kalau kuncimu tertinggal di kantong celana dan kecuci?"
"Iyalah!" Sabta menaikkan alisnya. "Salah siapa? Kalau kamu periksa dulu sebelum nyuci, apa ini bakalan kejadian?"
Dayu menarik nafas. Ya, ini pertama kalinya dia tidak mengecek pakaian sebelum masuk mesin cuci. Apa Sabta tahu kenapa? Karena Dayu kesal. Jadi, langsung saja dimasukkannya ke dalam mesin cuci, menumpahkan sabun cair, dan memutar mesin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAYA (PUBLISHED ON KK)
ChickLit⚠SEBAGIAN BESAR PART SUDAH DIHAPUS⚠ Sabta hanya tahu perempuan inilah yang menghancurkan semua rencana masa depannya. Menggagalkan pernikahannya dengan Rachel- yang mana membuatnya kehilangan posisi penting di kantor. Dia bersumpah pernikahan ini ak...