DOCTORS

82.1K 8.4K 420
                                    

Hi, there. Untuk kalian pembaca yang baru mengikuti cerita ini, leave traces. Vote dan komen yang seru.
Untuk kalian pembaca yang sudah lebih dulu mengikuti cerita ini, kalian adalah alasan saya melanjutkannya dan ikutan tak sabar pengen update. Ini untuk kalian!!!

🍃
🍃

Sabta memastikan Dayu beristirahat setelah dia menghabiskan susu yang dibuatnya. Perempuan itu tidak bicara apa-apa sejak mereka bertemu tadi. Tapi, Sabta tahu ada yang salah. Ada hal besar yang membuat Dayu kehilangan daya pikirnya dan membuatnya mengembara seperti tadi. Besok, dia akan ke rumah sakit dan menanyakan semuanya pada dr. Rully dan tim.

Sabta meletakkan tangan di meja dan menopang wajahnya. Dikeluarkannya helaan nafas berat. Masih sulit dipercaya apa yang dilakukannya pada Dayu. Mungkin apa yang dikatakan Noah benar. Anak di kandungan Dayu membuatnya seperti ini. Hormon dalam tubuhnya membantu semua ini terjadi. Tapi, dia juga tidak bisa membohongi dirinya kalau ada perasaan yang nyaman saat dia memeluk Dayu. Seperti semua hal bisa dia lepaskan begitu saja, dengan catatan ada Dayu bersamanya. Sabta menggeleng. Dia pasti sudah gila. Calon anaknya pasti sangat menyukai Dayu.

Dia tepekur memikirkan dirinya sendiri, juga perasaan yang coba dia ingkari. Berkali-kali dia meyakinkan dirinya kalau ini hanya karena calon anaknya itu meminta perhatiannya. Karena memang ada yang seperti itu. Istri menjadi manja karena hamil. Itu bawaan bayi. Ya, yang ini pasti juga.

"It's okay." ujar Sabta pelan. Ya, semuanya baik-baik saja. Sebaik perasaannya saat memeluk erat Dayu. "Shit! Kenapa itu lagi?"

🍃

Sabta duduk tak tenang di ruang tunggu sampai nama Dayu dipanggil. Dia sudah membuat janji temu dengan dr. Rully tadi pagi dan baru bisa menemui dokter itu sore ini. Dayu duduk di sebelahnya, kelihatan baik-baik saja. Menunggu lima menit, pintu ruangan dr. Rully terbuka dan dia menyambut Sabta dan Dayu.

"Kita ke ruangan dr. Omar langsung. Dia yang akan menjelaskan semuanya."

Perasaan Sabta makin kalut saat dia langsung diajak menemui dr. Omar. Kenapa begitu tidak nyaman? Dayu berjalan mengikutinya di samping, terlihat lebih santai daripada Sabta. Ruang dr. Omar terdapat di lantai enam, satu lantai di atas ruang dr. Rully. Mengetuk pintunya, dr. Rully segera membukanya dan menyapa rekannya itu.

"Sabta," sapa dr. Omar. "Senang bertemu denganmu lagi. Hai, Dayu. Silahkan duduk."

Mereka mengambil kursi di depan meja dr. Omar, sedang dr. Rully berdiri di samping dr. Omar.

"Baik, Sabta saya harus mengatakan kalau Dayu sebaiknya melakukan kemoterapi,"

Rupanya ini. Sabta menelan ludahnya, melihat Dayu yang tengah memainkan tali tasnya. Sabta mengusap wajahnya. "Sudah tidak bisa diobati?"

Dr. Omar mengeluarkan hasil scan terakhir dan menunjukkannya pada Sabta. "Ini hasil scan kemarin. Sel kanker sudah menyebar, saluran darah Dayu mungkin akan terinfeksi. Sudah hampir ke dekat jaringan lainnya. Dr. Zen bilang, kemoterapi juga sudah mungkin, usia kandungan Dayu sudah lebih dari 16 minggu. Ini hanya saran yang harus dipertimbangkan."

"Lebih cepat lebih baik, Sabta." Dr. Rully berujar. "Dayu juga tidak punya riwayat sakit lain."

Sabta tak bisa berkata apa-apa. Terlalu kaget dan terlalu cepat. "Aku tidak siap mendengar ini." ujarnya gamblang. "Kupikir kemo masih sangat jauh dari Dayu. Dia baik-baik saja," dia melihat Dayu sekilas. Kecuali, dia sering kesakitan belakangan ini. Ya, berarti dia bertambah parah.

"Bagaimana rencana kemonya?" tanya dr. Rully.

"Kami merencanakan 4 siklus dengan jadwal 3 minggu satu kali, dengan pemantauan sel darah seminggu sebelum dan setelah kemo. Jadi, hampir satu tahun. Kemo yang pertama memang agak lama, tapi setelahnya bisa dengan one day care. Setelah kemo, Dayu bisa langsung pulang. Untuk pertama kali kemo, saya sarankan Dayu rawat inap untuk melihat reaksi obatnya. Dayu, bagaimana?"

DAYA (PUBLISHED ON KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang