EVIL

79.4K 10.1K 236
                                    

Pada perempuan yang kini tengah meringkuk di atas ranjang itulah Sabta akan melampiaskan semuanya. Dia menyibak selimut dan mengerang marah. Dia naik ke kasur, belum sempat tangannya menyentuh leher perempuan itu, mata mereka terlanjur bertemu. Meski tak yakin apa yang terjadi, perempuan itu berpikir menjauh adalah jawaban yang paling tepat. Tapi malang, Sabta yang mabuk masih bisa menguasai dirinya, ketimbang Dayu yang baru saja bangun tidur.

Tangan Sabta memang gagal mencekik leher Dayu, namun perempuan itu tak dapat menghindari cengkraman Sabta dia lengannya. Meringis, Dayu memohon Sabta untuk mengendalikan dirinya.

"Sakit! Lepas!" pintanya. "Kamu mabuk!"

"Sialan!" geram Sabta menarik tubuh itu mendekat.

Tangan Dayu yang masih belum teraliri kekuatan penuh itu hanya bisa mendorong wajah Sabta menjauhinya, namun hal itu malah melukai harga diri Sabta. Dia menghempas Dayu ke ranjang, menekan bahunya. Kaki Dayu menendang bebas, bibirnya tak henti meminta Sabta untuk melepaskannya.

"Tolong!" serunya. "Lepas-" dia menarik nafas saat tangan Sabta menyentuh pangkal lehernya. "Leph-" dia menelan ludah, meyakinkan dirinya kalau melawan sekarang tidak akan jadi masalah.

Jadi, Dayu menguatkan tangannya untuk menampar wajah Sabta sekuat yang dia mampu, yang akhirnya membangunkan kesadaran Sabta. Meski tidak total, Dayu berhasil melepaskan dirinya dari Sabta, menendang bagian diantara paha Sabta dan beranjak dari ranjang. Dia mendengar Sabta mengumpat kasar saat berlari ke kamar mandi, mengunci dirinya di sana.

"Dayu! Buka, kamu perempuan sialan!" dia menggedor pintu. "Dayu! Buka pintunya atau aku dobrak!" ancamnya. "Kamu akan mati, Yu! BUKA!!!" bentaknya dengan tendangan di pintu. "Perempuan macam kamu pantas mati!"

Dayu memeluk tubuhnya yang bergetar hebat. Juga menahan tangisnya yang ingin sekali dia teriakkan. Bukan masalah besar bagi Sabta untuk membunuhnya. Tak akan ada orang yang akan mencarinya. Dua orang tuanya sudah lama pergi. Abang satu-satunya menjadi TKI di luar negeri sepuluh tahun lalu, tak pernah kembali.

"DAYU! SIALAN! Fucking bitch!" Sabta masih menggedor pintu agar dibukakan. Namun, isakan yang didengarnya secara tiba-tiba, membuat dia menghentikan gedorannya. "Bisanya cuma nangis! Sialan!"

🍃

Sabta membuka mata dan tersedak seketika. Terbatuk-batuk, dia segera bangun dan mengusap wajahnya. Cepat dia bangkit dan mengumpat atas rasa sakit kepala yang hebat. Namun, dia butuh minum saat ini. Keluar dari kamar, dia segera menuang air ke dalam gelas dan meneguknya. Belum habis air di dalam mulutnya, perutnya bergolak hebat memaksanya memuntahkan air itu. Dia mendesah saat sakit yang menghantam tak mereda. Menarik kursi di ruang makan, dia duduk di sana, melipat dua tangan di atas meja dan menaruh kepalanya.

'Aku dijodohkan dengan Bran.'

"Bangsat!"

Dia mengangkat kepala, mengedarkan pandangannya. Dimana perempuan sialan itu?

Ruang makan sepi, dapur juga. Tangan Sabta mengecek apa yang ada di atas meja makan, membuka penutupnya dan menemukan nasi, sayur dan lauk yang dingin. Sepertinya ini disiapkan tadi malam. Kebiasaan Dayu yang selalu menyiapkan makan malam untuknya. Tak peduli jika Sabta tak sekalipun menyentuhnya. Biasanya, paginya akan dibuang oleh Dayu. Lalu, pagi ini, semua masih tersusun rapi. Artinya, Dayu belum membuangnya. Belum ke dapur.

Sabta berdecak, mengecek jam tangannya. Pukul sebelas siang.

"DAYU!" serunya memangggil Dayu. Apa Dayu melarikan diri?

Sabta bangkit dan kembali ke kamarnya. Perempuan itu mungkin kabur saat dia sedang tidur. Sialan! Setelah apa yang dia lakukan, malah kabur! Berani benar dia! Dia membuka pintu kamar, menyasar lemari seperti kebiasaannya. Dibukanya dan pakaian Dayu masih di sana. Tasnya juga ada.

Sabta menelan ludah, melihat ke pintu kamar mandi. Apa dia masih di dalam sana? Mengurung diri karena takut bertemu Sabta? Meski tak yakin, Sabta melangkah ke sana. Memegang handel pintu dan terkunci. Dia menggerakkan handel pintu, lalu sedikit mendorong dengan tubuhnya.

"Dayu!" panggilnya. Perempuan itu masih di sana. "Dayu, buka pintunya! Dayu!" dia menggedor tak sabar. Kepalanya kembali berdenyut, membuatnya makin tak sabar.

"Dayu! Oh, Tuhan!" dia keluar kamar dengan langkah tergesa, menuju ruang TV.

Cepat ditariknya laci yang berada di bawah TV, mengubeknya sampai menemukan kunci-kunci yang tergabung menjadi satu. Sabta naik lagi ke lantai atas, mencari dengan cermat kunci yang memiliki keterangan masing-masing ruangan. Dia kesal dengan dirinya sendiri yang gagal memasukkan kunci ke lubangnya pada percobaan pertama. Setelah tenang, dia berhasil membuka kunci dan membuka pintunya.

"Dayu!" dia masuk dan langsung mendekati tubuh yang terbaring di dekat bath up. Dirabanya wajah pucat itu, lalu ditepuknya pipi Dayu. "Bangun! Dayu!"

Tak ada reaksi apa-apa yang didapat Sabta. "DAYU!" dia mendesah.

Sabta mengusap kepalanya, lalu menggendong tubuh Dayu. Cepat dia keluar. Mengatur nafasnya yang tak beraturan, Sabta menatapi wajah Dayu dalam gendongannya selama berada di dalam lift. Dia pastikan tubuh Dayu aman di kursi penumpang belakang, sebelum dia duduk di balik kemudi dan menuju rumah sakit.

"Jangan kira kamu bisa bebas dari ini, Yu." gumam Sabta.

🍃🍃🍃🍃🍃





saya begitu excited untuk part selanjutnya 😏😌😌😌

semoga kalian juga

DAYA (PUBLISHED ON KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang