EMPLOYEE

80.4K 7.5K 239
                                    

"Yu," panggil Sabta saat dia baru saja menutup pintu kamar mandi.

"Hm," Dayu bergumam. Dia sudah siap untuk tidur, kenapa lagi Sabta memanggilnya.

"So," Sabta melajutkan seraya berjalan menuju meja kerjanya. Dia berdiri bersandar pada meja menghadap punggung Dayu. "Mama nawarin kalo kamu mau kerja di butiknya, dari pada kamu nggak ada kerjaan di rumah, bengong doang."

Dayu mendengus, "Kamu pikir gara-gara siapa aku seperti ini?"

Sabta berdecak. "Makanya sekarang aku lagi ngasih alternatif untuk kamu, kalau kamu mau ya besok pergi, kalau nggak mau ya udah. Jangan nyalahin aku kalau kamu nggak berguna di rumah!"

Dayu menghela nafas. "Nggak berguna di rumah. Apa kamu pernah tinggal sendirian selama hidup kamu? Tahu nggak kamu nggak berguna itu gimana?"

"Ya itu kan istilahnya." Sabta mengeluh, memutari meja dan duduk di kursi. "Mau atau nggak?" tanyanya lagi. "Nggak usah sok mikir deh."

Dayu diam. Tentu saja dia harus berpikir. Bayangkan, 24 jam dia akan bertemu ibu dan anak yang menyebalkan ini. Akan seperti apa sisa hidupnya? Tapi, bukannya ini yang dia kejar? Bekerja di kota, digaji besar dann hidup lebih baik. Dayu memutar tubuhnya menghadap Sabta yang kini sudah kembali menekuri laptop.

"Kerjaannya apa?"

"Ya mana aku tahu kamu bakalan kerja apa disana. Memangnya aku kerja di sana?"

"Kamu anaknya aja nggak tahu, gimana?"

Sabta berdecak, mengalihkan pandangannya pada Dayu. "Jangan banyak omong deh, udah malam. Mau atau nggak? Itu aja!"

Dayu bergumam pelan. Lalu memandang langit-langit. "Tapi, aku nggak tahu dimana kantor mama,"

"Aku anter besok. Besok-besoknya kalau sudah tahu, kamu naik taksi atau bus aja."

🍃

Dayu memasang sabuk pengaman dengan hati-hati, karena terakhir kali dia memasangnya, jarinya terjepit dan Sabta mengatainya kampungan. Dia menunggu Sabta masuk ke mobil dan mengantarnya ke butik mamanya. Dia sedang berbicara di ponsel. Lima menit berlalu saat Sabta masuk ke dalam mobil. Dia melihat Dayu sesaat lalu menghidupkan mobil.

Tak ada percakapan apa-apa selama perjalanan mereka. Jalanan yang mereka lalui padat. Sabta mesti sabar untuk bisa menurunkan Dayu di depan butik mamanya.

Butik milik Wulan-mama Sabta, terletak di deretan ruko prestis yang selalu menarik banyak pengunjung. Gedung miliknya itu terdiri dari dua ruko yang disatukan. Di depannya kaca besar menampilkan banyak manekin yang berdiri di atas panggung tinggi mengenakan gaun pengantin baragam rupa. Juga berbagai hiasan yang menarik mata.

"Nanti aku jemput, kamu tunggu di depan sini aja," pesan Sabta. "Hanya hari ini aja!"

"Tidak usah cemas," kata Dayu sambil melepas sabuk pengaman dan membuka pintu. Setelah pintu tertutup, dia segera berjalan menuju pintu masuknya.

Dia tersenyum, hendak mengetok pintu. Untungnya, perempuan yang melihatnya dari dalam cepat membukakan pintu untuk Dayu. "Selamat pagi, Ibu. Ada yang bisa dibantu?"

"Umh," Dayu menunduk sebentar. "Saya Dayu." katanya. "Saya mau kerja di sini,"

"Maaf?" ujarnya.

Dari papan nama kecil yang dipakai di dadanya, Dayu bisa mengetahui nama wanita ini. Bagaimana dia menjelaskannya pada Wanda?

"Umh-" Dayu bergumam. "Ibu Wulan ada?" tanya Dayu. "Saya disuruh kerja di sini, hari ini."

Wanda memiringkan kepalanya, lalu tersenyum tipis. "Sebentar." Dia berjalan meninggalkan Dayu menuju meja panjang yang dijaga dua orang wanita cantik. Mereka berbicara beberapa saat sampai akhirnya salah satu dari mereka mengangkat gagang telepon.

DAYA (PUBLISHED ON KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang