PRESENTATION

71.1K 7K 132
                                    

Sabta sontak membangunkan tubuhnya saat dia mendengar bunyi berisik di dapurnya. Dia mengambil ponsel di meja dan mengecek jam. Saat jam menunjukkan pukul enam, dia mengumpat. Dia hampir saja menjatuhkan laptop di dekatnya kalau saja dia tidak berhasil menahannya. File berserakan di bawah meja, juga di ujung kakinya terinjak saat dia melangkah.

"Sial!" dia merutuk. "Kamu kenapa nggak bangunin aku?" seru Sabta sambil berlalu ke kamar.

Dayu mengabaikan Sabta, karena tak ada sejarahnya Sabta minta dibangunkan. Dia selalu mengandalkan alarm. Ditambah, harusnya Sabta terbangun saat Dayu mengerjainya. Mungkin karena Sabta tidur terlambat, jadi dia masih nyenyak saat Dayu mengerjainya.

Sabta kelimpungan keluar dari kamar mandi. Dia cepat mengambil pakaian dan mengenakannya. Tak dipedulikannya kaca besar di dekat meja rias Dayu, sambil berlalu dia menaruh sedikit gel pada rambut dan menyisirnya dengan jari. Diambilnya tas di meja kerja, lalu berjalan cepat saat melihat jam makin menghimpit jadwal pertemuannya. Mengenakan jasnya, dia ke ruang tv untuk memasukkan laptop serta semua berkas ke dalam tas. Setelah itu menuju ruang makan, meminta kopi cepat disiapkan.

"Kamu tidak mandi?" tuding Dayu, tak tahan melihat Sabta.

"Kalau ngomong coba dipikir dulu." Sabta meniup tepi gelasnya dan meneguk kopi itu sedikit.

Dia hampir menumpahkan sisa kopi di dalam gelas saat dia berlari ke sink dan muntah di sana. Berkali-kali hingga dia merasa pening. Dayu hanya bisa memperhatikan saja. Dia merasa baik-baik saja. Ya, dia tahu, mungkin Sabta yang mengalami muntah di pagi hari. Sabta pantas mendapatkan itu. Bahkan, lebih parah kalau bisa. Mungkin saja dia harus diare dulu atau mimisan di pagi hari. Boleh juga.

Sabta memijat tengkuknya dan menghidupkan kran dengan sebelah tangan. Dia meminum air kran dan berkumur-kumur. Dia menarik tisu di atas kulkas dan mengelap mulutnya. Memerhatikan Dayu dengan mata memicing, perempuan itu malah tersenyum mengejek padanya.

"Kamu yang hamil, aku yang muntah-muntah." keluhnya.

"Kamu tidak berkaca, ya?"

"Kaca apa lagi? Kalau aku pantas sakit seperti ini karena jahat sama kamu? Apa itu maksud kamu?" Sabta membenarkan dasinya. "Sok banget kamu!"

"Kaca di kamar. Kamu tidak berkaca dulu?"

Sabta mengerutkan dahi. Lalu berjalan ke kamar mandi dekat ruang tv dan emosinya langsung naik ke kepala.

"Kamu apain mukaku?" serunya. "Bangsat!" dia menghidupkan air dan membasuh wajahnya. "Fuck!"

Membuka jas dan menggulung kemejanya, Sabta cepat menaruh sabun cair ke telapak tangannya. Dengan keras, bahkan dia bisa merasakan mukanya panas saking kerasnya dia menggosok mukanya agar coretan di wajahnya hilang. Dia mengecek kembali ke kaca dan berdesis. Dia menumpahkan lagi sabun ke telapak tangan dan mengulangi lagi.

"What the fuck!"

Sabta masih menggosok wajahnya saat sadar spidol yang dibelikannya untuk Dayu adalah permanen dan anti air. "Sial! DAYU!" panggilnya. "Sialan!"

Dayu berdiri di depan pintu menahan tawa. "Kamu yang bilang aku boleh mewarnai mukamu."

"Kamu tahu nggak aku ada presentasi penting hari ini? Bangsat! Tahu nggak kamu?" bentaknya. "Kamu memang bodoh, Yu!" Sabta mengacak rambutnya. Kini bagian kepalanya sudah basah. "Damn it!" dia melihat Dayu. "HILANGIN!" bentaknya.

Dayu menelan ludah. Ada gulungan amarah yang terbawa dalam nada suara Sabta barusan. Seluruh wajahnya memerah dan jejak warna serta gambar abstrak masih ada di wajahnya, meski tak sejelas tadi. Sabta memang berubah jadi begitu serius dan mengerikan sekarang. Sabta berbalik, mendekati Dayu.

"FUCK YOU!" Dayu terkesiap saat Sabta mengcengkram bahunya. "Kamu kayaknya memang mau mati lebih cepat!"

"Um-" dia mencicit. "Lepas. Biar aku bantu." dia berbicara pelan.

"Dimana sih kamu taruh otakmu?" Sabta melepas cengkramannya. "CEPETAN!"

Dia makin resah saat jam sudah berada di menit 40 dan dia masih belum selesai dengan ini semua. Tangannya yang berbusa makin kencang menggosok wajahnya, hingga dia meringis. Jika dia tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk presentasi, habislah dirinya. Tamatlah karirnya. Saat Dayu kembali dengan sesuatu di tangannya, Sabta makin kehilangan kontrol dirinya.

"What the fuck do you think?" tanyanya dengan suara tertahan. "Setelah mukaku kamu bikin merah, sekarang kamu mau ngasih minyak kayu putih, supaya apa?" serunya. "Supaya apa, Dayu?"

"Supaya-" Dayu menarik handuk kecil dari kabinet dekat bath up dan menumpahkan minyak kayu putih di atasnya. "Su-supaya hilang. Nih." tangannya gemetar menyodorkan handuk itu pada Sabta.

Sabta segera menepis handuk yang diberikan Dayu dan berbalik melihat kaca. Tinggal sedikit lagi. Jadi, dia mengambil spons dan menuangkan sabun cair dalam jumlah yang banyak di sana.

"Keluar!" bentak Sabta sambil menggosok wajahnya yang makin terasa perih.

"Ma- maaf." gumam Dayu sambil mundur. "Aku ambilin baju yang baru," ujarnya karena menyadari kemeja dan celana Sabta sudah basah.

Dayu menahan ketakutan dalam dirinya dan segera masuk ke kamar. Dia mengambil kemeja, dasi, dan celana baru untuk Sabta.

"Kamu gila, Yu!" ujarnya pada diri sendiri sambil cepat berjalan ke kamar mandi.

Sabta masih berjuang membersihkan bekas di bawah dagunya, yang digambar brewok oleh Dayu. Dia meletakkan pakaian Sabta di atas meja kecil dekat pintu, lalu cepat keluar. Perempuan itu berdiri di dekat kulkas menunggui Sabta. Saat jam menunjukkan pukul tujuh, Sabta keluar dari kamar mandi dengan setelan baru.

Lelaki itu tak bersuara sampai dia mencapai pintu depan, namun berbalik menuju ruang makan. Tatapan mereka bertemu. Dayu menyembunyikan tubuhnya ke sudut, menggigit bibir bawahnya. Tatapannya dia tundukkan. Oke, dia merasa bersalah.

"Kalau aku gagal hari ini," Sabta menarik nafas. "Sebaiknya kamu lari!"

"Maaf."

Sabta bergeming dan berbalik. Cepat dia melangkah dan membuka pintu. Bunyi pintu yang dibanting cukup keras membuat Dayu meringis. Dia kemudian mengecek kamar mandi dan membereskan botol sabun, spons, handuk, dan pakaian Sabta yang berserakan.

"Bodoh, Dayu!" sesalnya.

🍃🍃🍃🍃🍃

bodoh

🍃


.
Jangan doakan presentasi Sabta gagal ya, hahah

READ. VOTE. COMMENT. RESPECT.

thanks

DAYA (PUBLISHED ON KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang