PART 11

8.5K 540 43
                                    


'Ya Allah lepaskan aku dari perasaan ini, karena perasaan ini hanya mampu membuatku jauh dariMu, lupakan ya Allah, lupakan dia dari hatiku' gumam Ainun dalam hati. Dari cermin Pak Arif ia melihat Bimo mengikuti mobil dari belakang.

"Pacar, Mba Ainun ya?" tanya Arif.

"Bukan, Pak."

Bimo mengikuti mobil yang membawa Ainun, perasaan Bimo membawa dirinya untuk terus mengikuti Ainun. Sampailah Ainun di sebuah rumah yang tak begitu jauh dari kampus. Seorang lelaki berdiri di depan menyambut Ainun, lelaki bertubuh jangkung dan seorang anak di pelukan. Ainun turun, tak lama anak itu turun dari pelukan Ayahnya mengejar Ainun. Bimo iba, Ainun mungkin berkerja sebagai pembantu rumah tangga, pikirnya. pekerjaan berat yang harus Ainun lalui untuk bertahan hidup. Bimo menarik napas dan kembali.
______

Tiba di rumah Raiyan, Ainun langsung menuju kamar yang sudah disediakan untuknya. Kamarnya berselebahan dengan kamar si Mbok yang baru ia ketahui bernama Marni. Kamar berukuran dua x tiga meter, hanya ada sebuah ranjang dan lemari plastik.

Ainun masuk, ia duduk dan menikmati kamar barunya, perjalanan hidup Ainun ia rasakan begitu unik, ia tak menyangka langkah kaki akan membawa hingga ke tempat ini. Ainun duduk di atas ranjang, perlahan ia tersenyum. Mendadak lamunan ainun tertuju pada lelaki berambut pompadour. Bimo, mungkin belum menunjukkan betapa besar rasa sayang pada Ainun, namun Ainun bisa merasakannya.

"Astaghfirulah," bisik Ainun.

Ainun bangkit, ia merapihka diri dan keluar. Kamarnya berhadapan persis dengan dapur. Mbok Marni terlihat sedang bersiap untuk memasak.

"Ainun bantu ya Mbok,"

"Boleh, Nun."

Mbok Marni orang baik, Ainun begitu nyaman bersamanya. Sudah 5 tahun ia ikut Pak Raiyan, dan menurutnya Pak Raiyan adalah orang yang baik, meskipun emosi Raiyan sering meledak-ledak. Hari ini Marni membuat sup ayam juga ayam goreng, Ainun membantu dengan suka hati.

"Nun, kamu antar ini dulu ke Tuan ya," pinta Marni seraya memberikan secangkir teh dengan sepotong pancake juga lelehan coklat.

"Siap, Mbok."

"Terima kasih ya, Nun," jawab Marni tersenyum lebar. Ainun adalah baby sitter pertama yang mau membantu dengan tulus.

Ainun celingukan, lelaki yang sedang ia cari sedang duduk di kursi depan seraya membaca Koran harian, kaki kanan di letakkan diatas kaki kiri, sorot mata begitu serius, lelaki itu sudah berpakain rapih dan siap untuk pergi.

"Sarapan, Pak."

Tanpa menjawab, ia mengambil teh yang Ainun sajikan. Pelan Ainun berbalik.

"Ambilkan satu cangkir lagi,"

"Ahhh ... iya. Pak."

Buru-buru Ainun ke dapur membuatkan teh satu cangkir lagi, lalu membawa ke depan.

"Ini, Pak."

"Duduk!"

"Ah ... Ainun kembali ke dapur, Pak."

"Duduk!"

Pelan Ainun duduk, wajah Raiyan tertutup dengan Koran yang ia betangkan.

"Minum," perintah Raiyan kembali.

Ainun tersenyum, sedikit ia menyeruput teh yang ia bawa tadi. Tak lama, Raiyan melipat Koran dan meletakkan di nakas, persis disebelah tempat ia duduk.

"Apa yang kamu butuhkan, agar Radit bisa sembuh?"

Ainun tersedak, ia bahkan belum menyusun rencana untuk Radit kedepan.

Comblang Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang