Part 5

9.8K 390 8
                                    


Ainun terkantuk-kantuk, tak lama kepalanya terbentur meja kasir, dan matanya terbuka. Tubuhnya remuk, semalaman ia terlelap dalam posisi terduduk. Ia ambil telepon genggamnya, waktu menunjukkan pukul 4 pagi.

Pelan ia buka-buka kembali handphonenya. Panggilan terakhir kakak Pompadeur pukul 11 malam lalu. Ainun merasa bersalah, seandainya saja ia tak berteriak, mungkin kejadian semalam tidak akan terjadi. Wanita itu mengirimkan pesan singkat padanya.

Dering pesan singkat itu terdengar di telinga Bimo. Laki-laki itu pun semalaman terjaga, ia bingung memikirkan rasa cemas juga khawatir yang terlalu berlebihan pada wanita yang sering ia sebut ‘kacamata’ . Bimo memutuskan untuk mempercepat keinginannya untuk menyatakan perasaannya pada Syahira. Keinginan yang sudah ia harapkan sejak dua bulan lalu, dan ia pikir belum berubah.

‘0865788545855 itu nomor Syahira, Kak. Maaf atas kejadian semalam.

Bimo diam, ia pun sejujurnya merasa bersalah dengan Ainun semalam, seharusnya ia membantu Ainun. Wanita itu pasti tak tidur memikirkan tikus yang bisa saja mampir ke alas tidurnya yang terbuat dari kardus. Saat masuk semalam, ia hanya melihat kardus yang Ainun bentangkan dilapisi dengan sajadah. Lagi-lagi ia merasa bersalah.

Malang betul nasibmu, Nun! gumamnya.

“Terimakasih Nun, Maaf. Semalam saya buru-buru, ada yang harus saya kerjakan.”

Wanita kacamata itu tengah sholat subuh saat pesan balasan dari Bimo ia terima. Setelah salam, ia membuka dan membacanya. Hatinya menerima, pun ia tidak ada perasaan apapun pada Bimo. Meskipun ada sedikit perasaan tidak enak, saat membacanya. Entah apa, Ainun si gadis lugu itu tak paham.

Hari semakin siang, hari ini tak ada bawang yang harus ia kupas. Wanita itu buru-buru pergi ke kampus, Ya Allah waktu tiga jam terbuang percuma, kalo kupas bawang lumayan! keluhnya. Ainun bergegas, ia susuri jalan-jalan kampus, pepohonan masih rindang. Kampusnya belum terlalu ramai oleh mahasiswa. Ainun memilih untuk pergi menuju perpustakaan, waktu 3 jam kosong rasanya percuma jika ia hanya habiskan untuk diam, atau sekedar bermain hp seperti yang teman-temannya suka lakukan.

Ayo, Nun. Get A! serunya, ia mengambil beberapa buku untuk ia baca. Psikologi umum, karya Proffesor Syamsul Bahri yang juga tak lain adalah dosen mata kuliah Psikologi pendidikan di tempatnya. Ainun sudah tau, dosen ini selalu mengangkat topik dari pembahasan yang tak jauh dari buku karangannya. Ainun bukanlan anak berprestasi di kelas, nilainya tak sebagus Syahira, wanita incaran si Pompadeur.

Ainun terlalu sibuk mencari uang, kadang kuliah ia nomor duakan. Mengerjakan tuga dadakan kadang pun sering ia lakukan, namun meskipun begitu wanita ini hampir tak pernah mendapat nilai D bahkan E, C adalah nilai paling jelek yang ia dapatkan dari tugas mata kuliahnya.

“Nun … kamu disini?” mendadak suara Syahira datang menghampiri.

“Ehh, iya.”

“Kamu nggak ada kerjaan, Nun?”

“Nggak ada.” senyum Ainun. Ia pandangi Syahira, wanita itu begitu cantik, bedak yang ia kenakan adalah bedak compact natural berbeda dengan Ainun yang hanya mengenakan bedak bayi seharga 6 ribu sebotol yang itu pun bisa ia kenakan selama 1 bulan.  Bibirnya selalu basah dan mengkilap, berbeda dengan mulutnya yang kering, kadang hanya ia basahkan dengan mengemut bibirnya ke dalam, atau mungkin hanya dengan bilasan air wudu.

Pakaian yang Syahira kenakan selalu berwarna warni sepadan dengan hijab yang ia pakai. Berbeda dengannya yang hanya mengenakan 3 buah warna dalam keseharianya, dan tak satupun pakaian bercorak yang ia miliki. Ainun  hanya memiliki hijab berwarna hitam, biru donker dan coklat tua, pakaian yang senada juga kamata besar, yang sebenarnya bingkai kacanya pun bekas Ambunya di kampung, ia hanya mengganti kacanya.

Comblang Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang