Part 23

8.6K 353 67
                                    


Musim hujan datang membuat suasana semakin dingin, sedingin hati Ainun. Gadis itu termenung di bawah pendopo seraya merasakan rintik air hujan dengan jemarinya. Ia rindu dengan lelaki yang pernah memberikan secercah harapan di bawah pendopo ini. Lelaki bernama Bimo Dharaya adalah lelaki yang selalu membantunya dikala ia sulit, dikala ia lelah, dikala ia menangis. Bimo selalu datang, entah apa yang menjadikan Bimo begitu mencintai Ainun.

Sadar.

Gadis mungil itu mulai menyadari arti cinta setelah ia kehilangan Bimo. Satu bulan sudah Ainun menjalani hidup sendiri.

Sepi.

Bagai duri yang menusuk di hati, rasa sakit selalu datang begitu saja jika kenangan mendadak tiba di bayangan. Bayangan Bimo selalu hadir dimanapun dan kapanpun seperti embusan angin yang tak henti-henti mengirimkan rindu berwujud luka.

Pedih.

Ainun duduk hingga hujan habis mengguyur Universitas Negeri Jakarta. Bau tanah semilir lembut tercium begitu nyaman merasuk hingga ke hati. Tetesan air terakhir Ainun rasakan di jemari. Ainun melangkah kembali. Arif, supir Raiyan sudah menunggu di muka lobby. Lelaki bernama Raiyan pun setia menunggu hati Ainun siap untuknya. Ainun hanya bisa bersabar Allah menentukan arah hatinya. Namun nyatanya arah hati tak seperti kompas yang selalu berubah-ubah, hati Ainun tetap pada satu arah Bimo Dharaya.

Selama dua bulan Bimo tak pernah menghubunginya. Ainun berusaha menyembunyikan hati, namun terasa sulit. Selama itu Ainun terus menjaga jarak dari sikap Raiyan yang berlebihan, ia pun berusaha agar Raiyan bisa berpaling dari dirinya. Ainun mencoba untuk menunjukkan pada Raiyan betapa ia hanya mencintai lelaki bernama Bimo. Raiyan tahu itu.

“Nun!” sapa Raiyan menyambutnya di muka rumah. Wajahnya tersenyum lebar, lelaki itu menggendong Rania.
Ainun membalas senyumannya, tak lama Rania berlari ke arahnya.

“Bun … da!” ucap Rania membuat kedua mata Ainun terbelalak. Ainun melengos, ia tatap wajah Raiyan, hatinya begitu tak nyaman mendengar Rania memanggilnya Bunda, meski hati menyayangi Rania. Namun hati Ainun belum siap.

“Bunda?” tanya Ainun pada gadis mungil di hadapan.

“Nda!” ucapnya lagi.

Ainun bangkit ia bopong Rania dan masuk ke dalam, wajahnya datar. Ia menatap nanar penuh kebencian ke arah Raiyan. Lelaki itu mungkin mengajarkan anak-anaknya untuk menyapa dirinya dengan Bunda.

Ainun sibuk menyelesaikan tugas skripsinya. Di kamar yang Raiyan siapkan untuknya, dengan komputer jinjing pemberian Bimo dengan password yang masih sama. Ainun pandangi wajah Bimo di layar desktop. Ainun ingin mengganti fotonya, ia tak tahu bagaimana cara mengganti foto pada layar desktop, Ainun begitu lugu foto Bimo justru membuat rasa cinta semakin parah. 

Fokus, Ia tepis rasa rindu dan sedih. Banyak ilmu yang ia dapatkan dari penelitian skripsinya. Ia bisa menyimpulkan dari penelitiannya terhadap Radit. Bahwa anak Autis; akan marah jika benda yang ia sukai diambil, akan marah jika ada trauma, akan marah jika aktivitasnya diganggu, akan marah jika orang terdekat hilang, akan marah jika mendapatkan kekerasan fisik. Sering kali Radit mengalami tantrum dan sebagian besar penyebabnya adalah Raiyan.

Raiyan terlalu mengekang anaknya, hingga Radit menjadi trauma dan karena trauma itulah perkembangan kognitif, linguistik Radit tak berkembang. Selama satu bulan Ainun berada di rumah Raiyan ia subuk meningkatkan dua kemampuan dalam diri Radit diantaranya linguistik.
Kemampuan Linguistik, Radit masih sulit berbicara. Ainun membantu dengan menunjukkan benda-benda di sekitar rumah dengan menyebutkan nama bendanya dengan jelas. Ia meminta Radit untuk mengikuti Ainun, lalu ia lanjutkan dengan memberikan reward rubik pada Radit. Selanjutnya Ainun lakukan kegiatan itu berulang-ulang.

Comblang Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang