Part 15

8.4K 625 54
                                    


Ainun  menjadi lebih bergairah melihat perkembangan Radit yang mulai semakin jauh, Ainun semakin sayang dengan anak berusia 8 tahun itu, kulitnya putih, bibir merona, rambut hitam pekat, membuat Radit terlihat seperti anak lelaki pada tokoh komik.  Ainun mulai membuat sebuah tulisan pada kertas dan menempelkannya pada setiap benda, Radit sudah mengenal huruf namun ia belum bisa membaca.

Mengajarkan anak Autis berbeda dengan anak normal dan tingkat kecerdasan seorang anak tidak bisa dilihat hanya dari sudah bisa membaca atau belum, sudah bisa berhitung atau belum namun lebih dari itu. Kecerdasan tidak hanya melulu seorang anak bisa menggambar bagus atau mewarnai tanpa keluar garis namun lebih dahsyat dari itu.

Radit adalah anak cerdas, anak normal mungkin akan kewalahan merapikan rubik dalam waktu sekian menit, cara mengajarkan Radit membaca menurut Ainun dengan cara mengenalkan benda nyata, menggunakan buku tertulis hanya membuat Radit bosan dan akan kembali tantrum jika ia tak menyukainya.  Ainun mulai dari kamar, ia tulis setiap kata pada benda yang menempel di kamar.

P-I-N-T-U,  pelan Ainun menarik tangan Radit ke arah pintu, ia bantu Radit meraba pintu dan menunjukkan huruf yang menempel. Ia membantu Radit mengeja huruf satu persatu. Respon Radit hanya mengulang satu kali dan menatap satu kali pada media, Radit cepat menangkap namun ia cepat pula bosan, Ainun berusaha mengenalkan beragam kata benda pada Radit selama satu hari ia dirumah, selagi Raiyan mengurus masalah ia di kampus.

Ainun mulai keluar, ia mulai menempel kertas pada benda-benda di sekitar kamar. Wanita lugu itu begitu bersemangat, bantuan Raiyan juga perubahan Radit membuat Ainun merasa sangat bertanggungjawab atas perubahan Radit.

Semakin sore, sebuah mobil fortuner datang dan terparkir di luar. Raiyan kembali, ia seperti sudah selesai mengurusi semua masalahnya. Ia masuk ke dalam rumah, Ainun seperti membuat ulah pada rumah. Ainun menempel setiap benda dengan kertas berwarna dan bertuliskan kata benda tersebut.
T-V, M-E-J-A, P-I-N-T-U, … dan banyak lagi.

Raiyan menarik napas dan terkekeh akan tindakan Ainun, wanita itu pasti melakukan ini demi Radit. Raiyan naik ke atas menuju kamar Radit, ia membuka pintu kamar Radit. Kedua anaknya sedang bermain keran shower dengan Ainun di dalam kamar mandi, tubuh Ainun basah karenanya. Raiyan semakin senang, ia menatap Rania juga Radit, senyum mereka begitu lebar. Ainun tampaknya benar-benar mengurus anak-anak dengan baik.

“Nun ….”

“Bapak!” Ainun menutup pintu kamar mandi dengan keras.

“Pak Maaf, baju saya basah!”

“Kenapa, Nun? kamu toh masih berpakaian!”

“Jangan Pak, Ainun malu. Bajunya melekat soalnya, Bapak keluar dulu ya.”

Raiyan terkekeh, Ainun lagi-lagi membuatnya kagum wanita itu begitu menjaga diri.  Raiyan keluar, tak lama kemudian Ainun keluar dengan sebuah selimut yang melingkari tubuhnya, lelaki itu memperhatikan Ainun berjalan dan menahan tawa  melihatnya. Raiyan masuk ke dua anaknya kini sudah bersih, wangi juga rapi. Ainun memakaikan mereka pakaian, menyisiri rambut mereka.

Ainun merapikan diri di kamar, berganti pakaian lalu keluar.  Ia lihat Raiyan tengah duduk di meja makan dengan hidangan kue yang ia bawa dari luar.

“Bapak tunggu saya?”

“Ya, duduk.”

“Ainun, apa yang kamu lakukan sama rumah saya?” tanya Raiyan seraya melahap kue coklat dan menyodorkannya pada Ainun.

“Bapak keberatan?”

“Jelaskan saja?”

“Agar Radit bisa membaca Pak.”

Comblang Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang