Part 18

9.8K 631 53
                                    

“Nun …” sapa Marni.

“Ya, Mbok.”

“Tuan tadi resah nunggu kamu pulang, karena hujan.
Makanya dia jemput kamu.”

Ainun senyum dan apa yang diucapkan Marni tak masuk ke kepala Ainun, Ainun masih terpaku dengan ucapan Bimo. Keinginan Bimo untuk memperistri Ainun sangatlah besar, sulit bagi Ainun melepaskannya. Hati Ainun kini pun searah dengan Bimo bagai dua kutub arus yang saling sejajar.

“Nun!” sapa Marni di balik pintu.

Ainun membuka pintu, dan melihat Marni membawa setumpuk pakaian.

“Ini buatmu Nun.”

“Apa ini Mbok?”

“Pakaian Ibu,” jawabnya seraya tersenyum girang.

Ainun menggeleng, “Nggak Mbok, Ainun pakai pakaian punya Ainun saja.”

“Tuan yang minta … Ainun katanya suruh pakai ini.”

Aneh! bisik Ainun dalam hati.  Ainun menggapai pakaian yang diberikan Marni, sebuah gaun berwarna biru terang dengan hijab bercorak senada dengan warna gaun. Ainun menolak, ia merasa tak nyaman dengan pemberian Raiyan. Pakaian yang diberikan Marni terlihat mahal dan baru. Ainun memakai pakaian ia seperti biasa, kaos berwarna putih dan rok berwarna coklat tua, hijab polos berwarna hitam.

“Loh kok nggak dipakai?” tanya Marni heran.

“Nggak ah, Mbok.”

“Nun, Jarang-jarang Tuan baik sama perempuan.”

“Mbok, ngomong apa sih?”

“Nun, Tuan kayaknya suka sama kamu.”

Ainun tak paham maksud Marni. Dugaan Marni sungguh aneh, bagaimana bisa seorang Raiyan menyukai wanita seperti dia. Ainun bergegas, seraya membawakan teh hangat yang sudah dibuatkan si Mbok. Raiyan terlihat sibuk dengan pekerjaannya di meja kerja.

“Nun … Mbok denger, Bapak lagi cari calon istri. Mbok pikir, lebih baik kamu saja Nun.”

“Apaan sih Mbok.”

“Nun … kamu lupakan aja anak bujang itu, Tuan 1000 kali lebih baik.”

“Mbooook!” Ainun melotot.

Ainun kembali ke dalam kamar, ia mulai terusik dengan ucapan Marni. Ia ambil mushafnya dan mulai membaca, surat Ar-rahman menjadi pilihan Ainun. Surat yang baginya adalah surat cinta Tuhan kepada hambanya, “Nikmat  mana lagikah yang kau dustakan!” Ainun bersyukur, tak ada satupun nikmat yang Ainun dustakan, semua yang Allah berikan kepadanya begitu berarti bagi Ainun.

Pelan Allah menghantarkan Ainun pada plihan jodoh yang terukir di hati. Bimo Dharaya, lelaki yang pernah menjegal dia di jalan, lelaki yang pernah Ainun katakan pria tak punya masa depan, lelaki yang menurut Ainun tak mampu menjadi Imam keluarga. Kini bertengger di hati. Begitu indah Bimo mengukir nama di hati Ainun, hingga Ainun sulit melupakan.

***
Ranti terus mengawasi Bimo dari jauh, anak lelakinya itu mendadak menjadi anak yang tekun, rajin beribadah dan memiliki tujuan hidup. Ia begitu senang dan bersyukur. Sejak kemarin malam, seseorang terus membuntuti Bimo dan memberikan laporan padanya.

Malam ini akhirnya Ranti bisa bernapas lega. Anak lelaki satu-satunya akan kembali, Sastro mulai membuka hati saat Ranti memberitahu perubahan terhadap Bimo. Ranti duduk di sofa depan, ia menunggu kedatangan putranya. Hati begitu rindu dan iba, Bimo ternyata mampu melewati ujian yang diberikan Sastro.

Jauh dari sana, Bimo akhirnya datang. Anak lelaki itu berjalan tak ada kendaraan yang mengantarkan. Ia sendiri , Ranti bangkit. Rasa rindu membuncah di dada, ia berlari ke arah Bimo menyambut anak sulungnya dengan suka cita.

Comblang Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang