Part 20

9.4K 555 50
                                    


Percakapan Moey dan Bimo berlanjut sesaat setelah Ainun pergi meninggalkan mereka.

“Denger Moey, gua udah nggak mau balapan lagi!”

“Kalo gitu lu mesti bayar! Apa yang udah lu lakuin sama Ade gua!”

“Gua udah kasih semua, lu mau apa lagi!”

“Hahahhaa! Gua mau lu bernasib sama kayak Ade gua, celaka di arena balap!”

“Itu bukan kesalahan gua!”

“Lu tau … semangat hidup Ade gua udah ilang sejak ia lumpuh!”

“Gua minta maaf Moey, tapi itu diluar dari kuasa gua!”

Bimo bangkit, ia meninggalkan Moey dengan penuh dendam di hati.

“Tiga kali! Kalo lu menang, gua lupain! Itu kesepakatan kita!”

Bimo diam dan melangkah, meladeni orang seperti Moey hanya membuang-buang waktu. Tepatnya 6 tahun lalu, di arena balap, motor yang dikendarai Bimo tak sengaja berbenturan keras dengan adik lelaki Moey. Lelaki itu terluka parah hingga kini cacat permanen, ia tak bisa jalan karena kedua kaki harus teramputasi. Semenjak itu Moey selalu memberikan ancaman kepada Bimo untuk perbuatan yang tidak ia sengaja. Sastro pun sudah memberikan uang pergantian, ia juga sudah menghukum anak lelakinya sesuai proses hukum yang berlaku. Sastro tak melindungi putranya seperti orang kaya lainnya, ia ingin Bimo berubah dan menyesali perbuatannya. Namun nyatanya dendam Moey masih sama.

Bimo menghentikan langkah, Ainun tampak gugup di balik pohon. Ia menarik napas.

“Kamu ngapain, Nun?”

Ainun diam, cemas, khawatir mendadak membuncah di dada Ainun. Ia sempat menguping perbincangan mereka.

“Nggak apa-apa!” jawab Ainun melengos.

“Kamu percaya sama aku kan, Nun?”

Ainun menatap sepasang mata Bimo, lelaki itu terlihat serius. Ainun tersenyum dan mengangguk, ingin menanyakan apa lelaki itu akan berbuat jahat padanya, namun hati resah, bimbang. Ia berharap masalah Bimo tak sepelik yang ia bayangkan.

“Kak! kakak  ….”

“Aku janji nggak akan balapan lagi Nun!”

“Tapi tadi …!”

“Nggak usah dipikirin Nun!”

Bimo mengelak, ada sesuatu yang lelaki itu sembunyikan dari Ainun. Masa lalu Bimo memang begitu kelam hingga tak pantas jika disandingkan dengan Ainun. Wanita sepolos Ainun pantas mendapat lelaki baik, dan Bimo sedang berproses untuk menjadi lebih baik.  Ainun kembali pulang, dalam hati begitu resah saat mendengar ancaman Moey pada Bimo. Ainun mencoba menarik napas. Ia berusaha berkhusnudzon dan berharap juga memohon keselamatan untuk lelaki yang banyak membantunya.

Segudang masalah menguasai ruang batin dan pikiran Ainun, di hadapan rumah Raiyan yang megah. Ainun terpaku, ia menatap seluruh kemegahan yang nyata namun hidup bukan hanya sekedar mencari kepuasan. Kemiskinan yang mendera Ainun dan keluarganya, membuat Ainun harus hidup sulit di Jakarta, makan nasi dengan garam bahkan tak makan sekalipun pernah ia lalui, berjalan kaki karena tak ada uang transport hingga kaki lecet berdarah pun pernah ia alami, meminjam uang demi membantu orang tua di kampung, sampai dihina, dicaci pun pernah Ainun tempuh. Menerima lamaran Raiyan baginya adalah jalan pintas, untuk melepas semua kesulitan yang mendera.

“Inoooon!” teriak Rania seraya berlari kemudian merengkuh tubuh Ainun.  Ainun peluk anak gadis itu, aroma shampoo dan minyak telon begitu menusuk dan akan selalu Ainun kenang, bulir bening kembali menetes.

Comblang Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang