Chapter 3 : Nasi Padang dan Pempek

1K 120 7
                                    

Kenapa harus menyerah sebelum berusaha?

-Althea Theodora-

**********

Sean bingung dengan kemampuan Thea untuk membuatnya hampir tersedak berkali-kali dalam sehari. Perempuan unik macam Thea memang tidak pernah dekat-dekat dengan Sean. Tapi begitu spesies seperti Thea muncul, Sean benar-benar tidak tahu harus memperlakukan gadis itu seperti apa. Didorong menjauh dia semakin dekat, dibiarkan mendekat dia semakin dekat. Sean menghela napas sambil memijat pelipisnya yang mendadak terasa sakit. 

Apa ini karena dia dekat-dekat dengan Thea?

"Sean," panggil Thea lagi, membuat fokus laki-laki itu kembali pada gadis itu. Thea menyipitkan matanya. "Lo beneran ga pernah suka sama cewek?"

"Pernah," jawab Sean singkat.

"Oh," Thea mengerjap. "Siapa?"

Sean mendelik. "Lo harus tahu?"

Thea tertawa pelan. "Iya juga ya, yang pasti sih bukan gue, soalnya lu benci sama gue 'kan," Thea menoleh ke arah lain dan melihat pelayan membawakan pesanan mereka berdua. "Akhirnya, Mas. Saya udah kelaperan banget nih, makasih ya."

Sean menggeleng pelan lalu mulai menyantap pempek di piringnya sendiri. Sementara itu dia diam-diam melirik Thea yang sedang makan dengan kalem. Dalam hatinya dia berpikir, ternyata perempuan cerewet seperti Thea bisa juga diam saat makan. Dia pikir gadis itu akan tetap merusuh saat sedang makan. Kalau dipikir-pikir, Thea sempat makan beberapa kali bersama dengan sekutunya dan gadis itu memang tidak banyak bicara kalau tidak diajak bicara.

"Sean,"

"Hmm?"

"Jangan liatin gue terus," balas Thea masih fokus dengan makanan di piringnya. "Nanti lo naksir, gimana?"

Rasanya Sean ingin mengacak-acak rambut gadis itu sekarang. Merasa gemas sendiri dengan kelakuan gadis itu. Tapi Sean langsung tersentak. Sejak kapan dia pikir gadis di depannya ini menggemaskan? Dia pasti sudah gila.

Tapi gadis berambut panjang di depannya itu hanya cengengesan melihat raut wajah kesal Sean. Tanpa sadar Sean tersenyum tipis dan dia melihat gadis itu berhenti tertawa. Mata gadis itu menatap Sean dengan tatapan terpaku. "Ya Tuhan."

"Kenapa?" tanya Sean sambil memakan potongan pempek terakhir di piringnya.

"Tadi lo senyum kan? Gue ga salah liat 'kan?" tanya gadis itu sambil menepuk pipinya sendiri. "Gue hampir meleleh nih."

Sean mengerjap bingung. Benar juga, dia tersenyum tanpa sadar. Dia memilih untuk tidak menjawab pertanyaan konyol Thea.

"Sekarang gue ngerti kenapa lo mau gue ga banyak-banyak senyum," ucap gadis itu membuat Sean berhenti menyeruput es jeruknya. "Pasti biar kaya lo gitu 'kan? Sekali senyum bisa bikin cewek meleleh."

Lo tiap senyum juga bikin semua cowok kecacingan, batin Sean kesal.

Sean menengok wajah Thea yang sekarang kedua pipinya sedikit memerah. Sepertinya dia terlalu banyak memasukkan cabai ke dalam kuah pempeknya. Tapi mulutnya masih kuat mengunyah pisang goreng yang dia pesan sebagai tambahan. Sean menggeleng pelan dan mulai sibuk dengan ponselnya. Matanya menyipit ketika melihat nomor asing di chat WA-nya.

+62xxxxxxx221

Ini nomor Sean Rawindra kan?

Siapa ya?

Gue Mara.
Wakil ketua panitia festival sekolah.

Oh

Gue mau undang lo ke grup
Nanti lo juga invite yang lain ya?

Sean (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang