Chapter 10 : Luka

799 88 3
                                    

Luka pasti terjadi karena kejadian di masa lalu.

Entah fisik atau mental. Dua-duanya sama-sama sakit.

Tapi kalo boleh milih, lebih baik sembuhin yang kelihatan daripada yang ngga.

-Sean Rawindra-

**********

Sean menatap gadis di depannya dengan tatapan bingung. Laki-laki itu bahkan sudah sengaja menunggunya selesai latihan cheers sambil hunting foto sejak tadi. Sengaja karena Sean ingin mengajaknya pergi makan setelah latihannya selesai. Tapi ternyata gadis itu menolak dan bergegas membereskan barang cheers-nya. Sementara Sean berdiri di aula terbuka itu sambil memperhatikannya yang buru-buru membereskan semua perlengkapannya. Padahal Sean sudah memberanikan diri untuk mendekatinya dan mengajaknya.

Tapi gadis itu dengan entengnya menolak ajakannya.

Dia bahkan mengabaikan tatapan menusuk orang-orang di punggungnya. Hanya untuk mengajak gadis itu pergi dengannya. Seperti yang sudah banyak orang ketahui, setiap hari Selasa adalah waktu dimana siswa-siswa SMA Suci berkumpul di aula terbuka khusus untuk menonton anak-anak ekskul cheers

Tapi apa jawaban yang dia dapat dari mulut gadis itu?

"Sori, gue ga bisa," jawabnya bahkan tanpa menatap mata Sean di depannya. "Abis ini gue mau ke rumah Risa, udah janji sama dia."

Sean menelan rasa pahitnya ditolak itu diam-diam. Thea bahkan berbalik ke ruang ganti tanpa menoleh padanya lagi. Mata Sean tertuju pada tas Thea yang masih tertinggal di sana, itu artinya setelah mengganti baju dia akan kembali lagi. Sean akhirnya memutuskan untuk menunggunya di pinggir aula. Dia melirik ke samping dan melihat sosok perempuan yang belakangan selalu pulang dengan Ian itu bergerak mendekat padanya. Bahkan gadis itu duduk di sampingnya.

"Nungguin Kak Thea ya?" tanyanya sambil tersenyum.

"Iya."

"Oh, Kakak belum kenal aku ya?" Gadis itu mengulurkan tangannya pada Sean. "Namaku Petriana Kusuma, anak kelas X IPS 2."

"Sean," Sean menatap tangan yang terulur itu tapi tidak membalas jabatan tangannya. Petri menurunkan tangannya karena Sean tidak membalasnya. "Lo yang deket sama Ian itu 'kan?" tanya Sean tanpa basa-basi.

Pipi gadis itu memerah. "E-eh, Kak Sean salah paham. Kita cuma teman kok."

"Oh. Temen pulang bareng?"

Petri mendengus. Kenapa kakak kelasnya ini menanyakan pertanyaan yang terdengar tajam begitu? Gadis itu akhirnya menatap Sean penasaran. Matanya sedang menatap kamera dan hasil foto yang dia ambil.

"Kak Sean lagi nunggu Kak Thea ya?" tanya Petri mengalihkan topik.

Sean mengangguk singkat.

"Enak ya jadi Kak Thea," Petri mendesah berat.

"Kenapa?"

"Dikejar-kejar sama dua cowok keren soalnya, dia beruntung banget," Petri tertawa pelan.

Sean tidak pernah menganggap dirinya keren. "Siapa mereka?"

Pertanyaan itu membuat Petri mengerjap ke arahnya. Detik berikutnya, gadis itu tertawa terbahak-bahak di sampingnya. Hal itu membuat Sean mengernyit. Kenapa dia mendadak tertawa begitu? Pantas saja dia cocok dengan Ian. Mereka sama-sama suka tertawa tanpa alasan yang jelas begitu.

"Apa yang lucu?"

Sean menoleh ketika mendengar suara Thea. Gadis itu sudah selesai mengganti bajunya dan kini mengernyit ke arah Petri yang berusaha berhenti tertawa sambil memeluk perutnya. Mata Thea berpindah ke arah Sean. Sean mengedikkan bahu, tanda dia juga tidak tahu kenapa gadis itu mendadak tertawa terbahak-bahak begitu.

Sean (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang