Dekat bukan berarti pacaran.
-Sean Rawindra-
**********
"Lo ga sakit panas 'kan?"
Klein bertanya dengan wajah menahan tawa pada Sean. Sementara temannya itu hanya menggeleng pelan dan mengernyit. Dia menatap Ben sebentar yang juga kelihatan sama kagetnya. Dia menoleh menatap Thea yang saat ini sedang memijat dahinya yang tertutup poni dengan sebelah tangan. Selain itu, pipi gadis itu juga merona merah. Memangnya apa yang salah dari yang dia katakan barusan? Tidak ada 'kan?
"Ngga," jawab Sean yakin.
"Beruang kutub mana bisa sakit panas," gumam Thea masih memijat dahinya.
"Tapi kalian berangkat bareng?" tanya Klein heboh. "Wah, jadi selama ini kalian backstreet ya? Ga nyangka gue."
"Cuma berangkat bareng, bukan berarti apa-apa," jawab Sean santai. "Rumah kita lumayan deket, memangnya kenapa?"
"Biasanya kalian selalu jauh-jauhan dan saling mengejek," balas Ben menimpali. "Lalu kenapa mendadak-"
"Gue yang minta kita baikan, demi kelangsungan festival sekolah yang lancar," Thea akhirnya angkat suara. "Gue ga mau berantem sama dia sepanjang rapat."
Penjelasan itu membuat Klein tertawa terbahak. Sementara Sean hanya menatapnya datar. Klein menepuk-nepuk pundak Sean sambil mengangguk. "Paham sekarang gue paham," Klein tertawa cengengesan. "Gitu dong, Yan. Thea itu anak baik kok. Akhirnya ada kesempatan kalian baikan juga," Klein tersenyum ke arah Thea. "Kita ke kelas bareng yuk? Udah mau bel."
Senyum di bibir Thea melebar. "Yuk!"
Klein menepuk pundak Sean dan Ben sebelum berjalan bersama Thea ke kelas. Dari sudut matanya, Sean melihat Klein dengan ringannya merangkul pundak Thea. Seakan-akan mereka melakukan hal itu setiap hari. Jika dipikir-pikir Klein dan Thea memang suka berkontak fisik seperti itu sejak dulu. Lalu kenapa baru sekarang Sean sadar? Dan untuk apa dia memikirkan hal itu juga? Tidak ada urusan dengannya.
"Mereka cocok banget ya berdua," Sean mendengar bisikan dari anak sekelasnya yang sedang berdiri memperhatikan Klein dan Thea yang sedang berjalan berdua menjauh. Keduanya mengobrol dan saling tertawa membicarakan sesuatu. "Kalo sampe jadian sih, gue ga bingung."
Sean memilih mengabaikan suara itu dan masuk ke dalam kelas, meletakkan ranselnya di meja. Dia tidak sadar sosok Ben mengikutinya dan sekarang duduk di depan Sean. Sepertinya Ben masih ingin meminta penjelasan atas apa yang dia lihat tadi di depan kelas. Sean mendesah berat dan memainkan ponselnya. "Kenapa?"
"Lo beneran baikan sama Thea?" tanya Ben tidak yakin.
"Iya."
"Berangkat bareng?"
"Iya."
"Terus ini apa?"
Sean menunjuk tas kain berisi sekotak brownies yang diberikan oleh ibu Thea. "Lo liat juga tau itu brownies 'kan?"
Ben tersenyum geli. "Maksud gue dari siapa? Salah nanya."
"Nyokap Thea."
"Hah?" Ben terbelalak. "Lo udah ketemu nyokapnya?"
"Kemarin, pas nganter dia pulang."
Ben menatap Sean dengan wajah kaget dan takjub. "Gue ga nyangka. Ternyata lo cepet juga."
"Apanya?"
"Ngedeketin Thea."
Sean berhenti menekan ponselnya dan menatap Ben. "Siapa yang deketin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean (FIN)
Teen Fiction#1 dalam kategori #ceritaremaja (25/12/2018) (Cerita Pertama dari Sekutu "Lima Jari") Sean Rawindra adalah laki-laki berdarah dingin. Jika diibaratkan jari, maka dia adalah jari telunjuk. Suka memerintah dan selalu bergerak duluan. Meskipun dia tid...