Chapter 9 : Kencan Pertama (?)

819 96 12
                                    

Insting itu ternyata mengerikan.

-Sean Rawindra-

**********

Thea saat ini sedang berada di dalam toilet. Dia menitipkan popcorn-nya pada Sean ketika dia bilang mau ke toilet. Thea meringis ketika harus mengantri di antrian yang cukup panjang. Seharusnya dia sudah hafal kalau toilet bioskop memang tidak pernah sepi. Dia keluar dari toilet dan mencuci tangannya di wastafel ketika selesai. Matanya menatap pantulan dirinya di cermin dan mendadak kepalanya memikirkan apa yang akan terjadi.

Karena ini Sean, harusnya Thea tidak perlu berpikir banyak.

Thea keluar dari toilet setelah puas dengan hasil pemikirannya itu. Dia melihat Sean sedang menunggunya di pintu studio yang akan mereka tempati. Tangannya menyerahkan dua buah tiket pada orang yang menjaga pintu studio itu. Thea masuk, membiarkan Sean membawa popcorn-nya sampai ke dalam ruangan. Mereka duduk di lokasi yang strategis seperti janji Sean kemarin. Mereka duduk di tengah-tengah ruangan dan posisinya nyaman untuk menonton.

Thea duduk di kursi yang mereka pesan dengan Sean di sebelahnya. Gadis itu mengambil kembali popcorn-nya dan memeluknya. "Makasih udah pegangin," ucapnya dengan seulas senyum.

Sean hanya membalasnya dengan anggukan singkat. Dia kembali sibuk meminum lemon tea yang dia beli. Mereka menunggu hingga film tersebut di mulai dan Thea mulai membenarkan posisi duduknya. Saat itu, gadis itu sedikit cemberut karena dia tidak bisa meletakkan sikunya di kursi pegangan bioskop itu.

Sebabnya adalah karena seluruh tangan Sean berada di pegangan kursi sebelah kirinya. Jika dia meletakkan sikunya, siku Thea sudah pasti menimpa tangan Sean dan rasanya posisi itu malah akan menjadi semakin tidak nyaman. Seperti dugaan sebelumnya, Thea menghabiskan popcorn-nya di seperempat film. Gadis itu mendengus kemudian meletakkan gelas kosongnya di bawah kursi. Dia meraih minuman yang dia bawa dan meneguknya pelan.

Thea melirik lengan Sean yang masih belum berpindah. Gadis itu mendengus. Kapan Sean akan peka dan menurunkan tangannya? Akhirnya Thea meletakkan kedua tangannya di atas pahanya dan menonton. Gadis itu melirik Sean sesaat dan melihat laki-laki itu masih fokus menonton filmnya. Kelihatannya laki-laki itu benar-benar menyukai film ini. Tentu saja, Thea. Kalau tidak kenapa dia mengajakmu untuk pergi menonton film ini?

Thea mengerjap ketika tangan yang berada di pegangan kursi itu terangkat dan tiba-tiba menarik kepala Thea. Sebelum gadis itu sempat protes, tangan itu mengarahkan kepala Thea untuk bersandar di pundak Sean. Thea menahan napas, tidak tahu harus berkomentar apa di tengah kegelapan bioskop itu. Rasanya dia ingin berteriak tapi sudah pasti dia diusir sama seperti dia diusir di perpustakaan oleh Bu Jena. Tapi tangan Sean benar-benar membuatnya kaget dan dia tidak punya pilihan selain menurut dan bersandar di pundak Sean.

Jantungnya berdegup keras di tengah posisi awkward itu. Perlahan tangan Sean yang tadi menarik kepalanya mengelus pipi Thea. Pipi gadis itu memanas tapi dia tetap berusaha konsentrasi pada filmnya. Jari Sean tidak berhenti mengelus pipinya. "Sean," gumam Thea pelan meskipun sebenarnya dia ingin berteriak sekarang.

"Hmm?"

"Kenapa dielus-elus?"

"Gapapa."

Thea tidak tahu harus merespon apa lagi. Tapi tangan Sean tidak berhenti mengelus pipinya. Gadis itu menghela napas ketika tangan itu kembali turun dan beristirahat di pegangan kursi. Tapi kepala Thea masih bersandar di pundak Sean. Apa sebaiknya Thea mengangkat kepalanya sekarang? Tepat ketika dia ingin mengangkatnya, Sean ikut bersandar di atas kepalanya. Jantung Thea mulai berulah lagi dan rasanya seperti ingin keluar dari dadanya.

Sean (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang