"Ya udah, keluar sana. Aku mau mandi dulu." Riko menyambar handuknya dan masuk ke kamar mandi. Deana pun hanya bisa mengelus dada, sabar.
Setelah membangunkan suaminya, Deana kembali menyiapkan sarapan. Sedangkan ibu tirinya sudah duduk, menunggu menantunya untuk sarapan. "Belum bangun, suamimu?"
"Sudah Bu, bentar lagi ya. Mas Riko mandi dulu."
Tak lama Riko pun tiba di meja makan. "Selamat pagi, Bu," sapanya ramah pada mertuanya.
"Pagi, Nak Riko. Ayo, sarapan dulu kita," ucap ibu.
Deana pun menyendokan nasi ke piring, untuk suaminya. "Sarapan nasi?" batin Riko tak percaya. Pasalnya ia selalu sarapan yang ringan, seperti roti atau omelet makanan khas orang kaya.
"Kenapa? Enak loh, masakannya Deana," ujar ibu memuji anak tirinya, saat melihat sang menantu diam.
***
"Bu, Deana pamit ya," izin Deana. Ia akan diboyong oleh suaminya untuk tinggal di rumah, yang sudah disediakan ibunya Riko setelah mereka menikah.
"Iya, ingat! Yang patuh sama suami, jangan sampai ada masalah. Ibu gak mau tau itu," pesannya keras. Deana heran, kemarin saja baik pas hari pernikahannya. Sekarang kembali lagi galaknya.
"Ya, Bu. Ibu juga, jangan sampai dijual rumah ini ya," kata Deana memohon.
"Kalau rumah ini gak dijual, nanti kelanjutan hidup Ibu dan adikmu gimana?" Deana terdiam mendengar pertanyaan ibunya.
"Deana, kapan kita berangkatnya." Riko berseru dari depan, yang sedang bermain dengan Denis, adik Deana yang baru kelas 5 SD. Adik tiri.
"Soal itu, nanti Deana pikirkan. Pokoknya Ibu jangan sampai jual rumah ini." Deana gak bisa berpesan banyak, ia pun harus pergi. Meninggalkan rumah, syurganya semasa kecil yang penuh kehangatan bersama orang tuanya dulu.
"Assalamu'alaikum, Bu," ucapnya di akhir perpisahan sambil mencium punggung tangan ibu tirinya.
"Waalaikumsalam." Ibunya pun menitikan air mata, terharu melihat anak tirinya sudah tak bergantung lagi, walaupun ia selalu bersikap keras. Tapi itu semua sengaja ia lakukan, agar Deana tumbuh menjadi anak yang kuat. Hidup tak selamanya indah.
***
Sesampainya di rumah baru yang akan ditempatinya. Deana turun dan mengambil koper-kopernya. Riko yang baru turun dari mobil langsung meraih koper sendiri, dan menarik membawa masuk ke dalam rumah.
"Ini kamar aku, dan yang di sana kamar kamu." Riko menunjukan pintu kamar untuk istrinya.
"Ko, kamarnya beda?" tanya perempuan berjilbab itu.
"Belum paham juga? Oke, bentar." Riko menarik koper dan menyimpannya di kamar.
Tak lama ia kembali dengan membawa kertas polio dan pulpen. "Aku akan catat larangan apa saja untuk kamu patuhi," ucapnya sambil mencatat.
Deana sebisa mungkin untuk tidak menitikan air matanya, walau tak dipungkiri hatinya merasa sakit. Ini sudah biasa, Deana bisa mengatasinya, ia pun menghapus air matanya yang berhasil lolos. Harus kuat! Batinnya menguatkan diri.
"Ini, baca." Riko menyodorkan kertas pada Deana.
1. Jangan masuk kamar aku
2. Jangan bangunin tidur aku
3. Jangan ikut campur urusan aku di luar maupun di rumah
4. Gak usah repot masakin aku
5. Dan jangan bilang ke ibu perihal ini"Banyak amat, nanti kalau lupa gimana, Mas?" tanya Deana. Ia sungguh bingung dengan peraturan yang ada.
"Apalin lah, kalau perlu tempel di tembok kamar. Dan satu lagi jangan lupa, pura-pura bukan istri aku." Riko bangkit beranjak menuju kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deana
General FictionDeana adalah seorang istri, tapi bukan seperti istri pada umumnya. Ia harus mengikuti aturan dari suaminya. Riko tak terima bahwa dirinya sudah menjadi suami dari perempuan pilihan ibunya, dan ia membuat peraturan semaunya pada istrinya, Deana.