Masa sekarang.
Tengah malam, perempuan itu terbangun. Ia berjalan menuju ruang tamu, dan membuka gorden jendela. Dilihatnya mobil suaminya sudah terparkir di halaman rumah, bertanda ia sudah pulang.
Deana pun coba mengecek ke kamar, memastikan kalau Riko suaminya ada. Namun pas ia buka knop pintunya gak bisa dibuka tanda dikunci dari dalam.
Perempuan yang tak pernah lepas krudungnya di depan suaminya pun menghela napas. Ia merasa hampa, tinggal berdua dengan suami, tapi serasa tinggal di kuburan. Sepi.
Hatinya mencelos, sedih. Mengingat tadi ia dibiarkan tidur di ruang tv, tanpa ada niatan baik dari Riko untuk membangunkannya agar tidur di kamar.
***
Pagi pun datang. Namun cuaca sangat tidak mendukung. Komplek Perumahan itu mendung, awan seolah menghalangi matahari untuk menampakan sinarnya. Tak lama hujan pun turun.
Riko tampak sudah rapi dengan kemeja biru dongkernya serta celana bahan hitam, iapun langsung menuju mobilnya, berangkat kerja.
"Mas, di luar hujan lho. Mending nanti aja berangkatnya, tunggu hujannya brenti." Deana mencoba membujuk suaminya.
"Kamu lupa, jangan pernah urusi urusanku." Riko tak mempedulikan kata istrinya.
Wanita itu hanya diam, melihat suaminya kekeh berangkat kerja.
Sore harinya hujan masih saja setia mengguyur jalanan kota Bekasi. Tak biasanya hujan bertahan seharian, yah memang itu semua kehendak sang pencipta, manusia harus selalu bersyukur atas nikmat rahmat yang telah diberiNya.
Tampak mobil Riko memasuki halaman rumah yang tak begitu besar, tapi cukup untuk memarkirkan mobil dan ada sedikit celah buat menaruh tanaman bunga sebagai hiasan.
Deana yang sedang berada di ruang tengah melongkok dari jendela, melihat suaminya pulang, ia pun keluar guna membantu suaminya menutup gerbang rumahnya.
Suaminya tampak lusuh. Mungkin karena terlalu capai, pikir Deana.
"Mas, mau saya buatkan minuman anget," ucap Deana, yang berjalan di belakang suaminya saat memasuki rumah.
Riko hanya nergeming, antara iya atau menolak tawaran istrinya. Tapi ia memilih diam, dan Ia pun masuk ke kamar meninggalkan Deana yang menunggu jawaban atas tawarannya.
"Dasar suami jadi-jadian, ditawarin juga. Malah diem-diem bae!" Gerutunya.
***
Esok harinya, hujan turun lagi. Tampakya akan terus mengguyur kota Bekasi. Cuaca dingin pun terasa menusuk tulang. Deana merasa ada yang aneh, suaminya belum juga keluar kamar. Biasanya jam 6 lewat dia sudah rapi.
Wanita keturunan jawa itupun mencoba mengetuk pintu kamar Riko, suaminya.
Tok! Tok! Tok! Berulang-ulang Deana mengetuk, belum juga ada jawaban. Akhirnya ia mencoba memutar knop pintunya, ternyata pintunya tak dikunci. "Boleh masuk, Mas?" izinnya.
Namun tak ada jawaban. Manik mata Deana menangkap tubuh yang terbalut selimut, tampak tubuh itu bergetar. Deana pun mendekat, tapi ia tak bisa melihat rona wajah suaminya, karena terbalut selimut.
"Mas, Mas gapapa?" tanyanya. Gak ada jawaban juga, akhirnya ia membuka selimut yang menutupi wajah suaminya.
"Ya ampun, Mas kenapa? Meriang ya?" Deana terkejut melihat wajah suaminya pucat serta menggigil. Ia pun mencoba memegang dahinya, ternyata demam.
"Bentar, Mas. Aku buatkan wedang jahe, biar gak kedinginan." Deana berlalu ke dapur. Membuat minuman jahe, tak sulit hanya siapkan air di panci, 3 ruas jahe geprek yang sebelumnya dibakar sebentar dan tambahkan gula merah secukupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deana
General FictionDeana adalah seorang istri, tapi bukan seperti istri pada umumnya. Ia harus mengikuti aturan dari suaminya. Riko tak terima bahwa dirinya sudah menjadi suami dari perempuan pilihan ibunya, dan ia membuat peraturan semaunya pada istrinya, Deana.