[Bro, japri aja ya] balas Riko. Ia pun langsung menaruh ponselnya kembali.
"Udah buka aja." Riko jadi tak enak melihat istrinya jadi menunggu.
"Aku buka, ya. Bismillah...."
Deana mengatupkan tangannya di mulut, terharu melihat isi hadiahnya. Sebuah mukena berbahan halus dan lembut, putih bermotif bunga tulip kecil-kecil berwarna ping. Diangkatnya mukena itu, dan di bawahnya masih ada satu kain lagi yang berwarna gold.
"Apa ini, Mas?" tanyanya, ia ragu dengan hadiah satunya lagi.
"Lihatlah, apa mau aku pakein?"
"Apaan sih, penasaran deh." Ia pun lansung mengambilnya. Sebuah gaun tidur kimono panjang bertali di bagian pinggang. "Masa aku pake ini, Mas."
"Lho, kenapa? Gak suka?"
Deana menggeleng. "Malu."
Riko menggeleng, kenapa harus malu. Ia pun bangkit berdiri, dituntunnya tangan istrinya agar berdiri juga. "Kenapa harus malu? Aku kan suami kamu, aku pengin kamu pake ini kan cuma di depan aku." Riko mengerlingkan matanya.
"Pakai ya." Sambungnya.
Sedangkan Deana ragu-ragu. Apa hatinya benar-benar tidak ada perempuan lain? Batin Deana. Ia tahu apa maksud dari pakaian itu. Tiba-tiba saja ia teringat suaminya dan pacarnya.
Hening.
"Sayang, kenapa?" Riko memegang pundak istrinya, dipandangnya wajah Deana yang berubah murung.
"Ah, enggak. Kalau mukena ini besok langsung saya pake aja deh, makasih ya, Mas." Deana memasuki kamar, meninggalkan Riko yang melongo melihat Deana yang tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.
***
Malam makin larut, perempuan itu masih berdiri di dekat jendela. Menatap langit lewat kaca, rembulan bersinar. Sorotnya menyinari tubuhnya, hingga bermandikan cahaya.
Sesekali ia menghapus air mata, entah apa yang dipikirkannya. Padahal sang suami sudah berubah 180° sikap dan cara memperlakukannya.
"Apa kamu masih ragu dengan semua ini?" Tiba-tiba suaminya sudah berdiri di sampingnya. Dilihatnya sang istri, ada buliran berkilau di pipinya. "Kamu nangis? Kenapa, apa salah sama hadiahnya?"
Riko semakin bingung. Hatinya berdenyut sakit, melihat sang pemilik hati tampak sedang sedih. Tak ingin melihat ada kesedihan di wajah istrinya sekarang. Direngkuhnya tubuh Deana dalam pelukan.
"Bicaralah, katakan saja. Apa yang sedang mengganggu pikiranmu."
"Mas ...."
"Iya, bicaralah. Katakan saja."
"Apa di sini hanya ada namaku?" Deana menunjuk dada suaminya. Riko tertegun, ternyata istrinya belum percaya penuh.
"Menurut kamu? kalau suami ajak istrinya berkeliling, berjalan berdua, tertawa bersama, bahagia. Apa ia sempat memikirkan nama lain, sedangkan sebuah nama digenggaman sudah sangat membuatnya nyaman." Riko mentap lekat wajah istrinya, dihapusnya buliran bening yang masih tampak membasahi.
"Gak, tahu. Hati siapa yang tahu, hanya sang pemiliknya dan tuhanlah yang tahu isi hatinya." Deana kembali menatap luar jendela.
Riko berjalan menuju lemari, diambilnya sebuah kain bermotif kotak-kotak, sarung-sajadah-peci dan sebuah kitab suci. Lalu ia mendekat pada istrinya lagi.
"Ajari aku agar lebih taat pada Allah, mungkin jika aku sudah taat kamu tidak akan meragukanku lagi." Pintanya sambil menunjukan empat benda itu.
Deana memutar tubuhnya ke belakang, melihat suaminya. "Sekarang?"
"Iya, kenapa tidak. Karena aku gak mau istriku yang cantik lama mempercayai suaminya yang tampan ini," ujar Riko sambil mengerlingkan mata.
Deana menyunggingkan senyum, mendengar tingkat kepeercayaan diri suaminya. "Ih, kan. Sombong."
"Siapa yang sombong?"
"Mas, lah."
"Enggak. Emang bener 'kan, Mas-mu ini tampan."
Deana mengembuskan napas jengah.
"Oh, jadi kamu gak suka kalau lihat suaminya tampan? Oke." Riko berjalan keluar kamar, mencari sesuatu. Tak lama ia masuk lagi.
"Ya Allah, Mas!" Deana kaget melihat wajah suaminya. "Diapain mukanya?"
"Katanya gak suka, ya udah Mas mukanya pakein semir aja," jawab Riko sedikit bepura-pura marah.
"Haha... haha... iya, ya deh. Maaf." Dilihatnya sang suami. "Cuci muka gih, biar ada gantengnya dikit."
Riko pun langsung membersihkan wajahnya di kamar mandi. Setelah seleasai ia keluar lagi. Dilihatnya sang istri sedang duduk di tepi ranjang. Riko mendekatinya, duduk di samping Deana.
"Udah, nih," ucap Riko tepat duduk di sebelahnya. Deana langsung melihat wajah sang suami. Seketika ia menutup mulut, menahan tawa geli.
"Kenapa?" tanya Riko heran.
Deana pun mengambil selembar tisu, lalu ia usapkan di wajah suaminya. "Ini masih ada yang item." Tepat di hidungnya.
Riko terbuai oleh usapan tangan istrinya. Digenggamnya tangan itu, netranya saling beradu. Napas mulai memburu, menginginkan belaian syahdu.
Begitu juga Deana, ia terpaku saat sepasang netra itu menatapnya intens. Tak dipungkiri, hal ini yang ia inginkan sejak dulu. Saling beradu, membuang jauh rasa rindu. Ia memejamkan matanya, saat wajah tampan itu mendekat mengikis jarak.
"Percayalah, 'Deana' hanya nama itu yang terukir di hati," ucap Riko tepat di wajah sang istri. Embusan napas hangatnya membuat Deana tak mampu untuk menolaknya.
Bulan purnama yang bersinar, mengiringi malam penyatuan sepasang suami istri itu.
***
Minggu sudah berganti. Sepasang suami istri itu semakin hangat dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Kini kamar yang dulu terpisah, telah menjadi satu.Hari-harinya semakin berwarna. Membuatnya ingin sangat dekat pada sang pencipta, mengucap syukur berkali-lali itu belum cukup baginya. Karena nikmatNya tak bisa dielakan, kesabaran membuahkan hasil.
Deana tersenyum memandangi suaminya yang lahap menikamati sarapan nasi goreng buatannya. "Enak?" tanyanya.
"Hem, aku nyesel. Kenapa gak dari awal dulu aku makan nasi gorengmu," jawabnya setelah menelan suapan terakhir.
"Alhamdulillah!" seru Deana riang, wajahnya terpancar kebahagiaan. Puas melihat suaminya suka masakannya.
"Sudah siap berangkat, Sayang?"
"Sudah." Mereka berdua berangkat kerja, mulai masuk kerja lagi setelah selama seminggu cuti.
Segini dulu ya, seneng-senengnya. Semoga secepatnya bisa lanjut lagi ngetik kisah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deana
General FictionDeana adalah seorang istri, tapi bukan seperti istri pada umumnya. Ia harus mengikuti aturan dari suaminya. Riko tak terima bahwa dirinya sudah menjadi suami dari perempuan pilihan ibunya, dan ia membuat peraturan semaunya pada istrinya, Deana.