pernikahan

34.7K 872 8
                                    

Seorang perempuan berusia 20 tahun sedang mematut pada cermin, sesekali ia tersenyum melihat dirinya sudah terbalut baju pengantin. Deana gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya, sesekali termenung. Apakah ini awal dari kebahagiaan? Semoga, semoga saja pernikahan ini jalan yang terbaik.

Hari ini ia akan menikah dengan Riko laki-laki berusia 27 tahun, yang belum lama ia kenal.

"Udah siap sayang?" tanya ibunya, ralat ibu tirinya.

"Iya, bu. Deana udah siap."

Setelah pria bernama Riko selesai mengucap ijab kobul tadi, ibu tiri Deana menjemputnya di kamar.

Deana merasa gugup ketika sudah berada di depan Riko yang sudah menjadi suaminya beberapa menit yang lalu.

"Silakan salam dan cium tangan suaminya." Deana mendapat arahan dari fotografer. Ia pun menurutinya.

"Masnya juga cium kening istrinya." Ckrek! Cekrek! Beberapa foto berhasil diambil sama fotografer.

Acara tak begitu meriah, hanya keluarga dan tetangga terdekat saja yang menyaksikannya. Tak butuh waktu lama, acara pun selesai.

Deana berniat mau membersihkan diri di kamar, setelah terlihat tamu undangan tak lagi tampak satu pun. Namun tangannya ditahan oleh Riko.

"Jangan mandi dulu," ucap Riko.

"Kenapa, Mas? Deana mandi dululah, nanti baru ...," ucap Deana terpotong.

"Jangan ke ge eran kamu, emang dikira mau ngapain." Deana yang mendengarnya pun melongo bingung. "Aku mau bicara," lanjutnya.

"Iya. Mau bicara apa, Mas?"

"Aku mau, pernikahan kita tidak ada yang tahu," ucap Riko mantap.

"Apa! Maksud Mas apa?"

"Ya kamu tau sendirilah, aku itu siapa dan kamu siapa." Seiring Riko berucap, di luar suara petir menyambar terdengar sangat kencang, hingga membuat Deana kaget serta shok mendengar ucapan Riko yang telah menjadi suaminya satu jam yang lalu.

Deana mematung, mendadak lidahnya kelu serta dadanya sesak. Sakit, melebihi sakitnya dari siksaan batin dari ibu tirinya.

"Jadi aku harus gimana?" tanya Deana sambil meremas bajunya menahan sakit di dada.

"Cukup pura-pura bukan istri aku, kalau ada temen-temanku," jawab Riko sambil berlalu ke kamar mandi.

Lha, bukannya aku yang mau mandi dulu! Deana menggeleng, heran.

***

Ke esok harinya. Perempuan yang baru semalam menyandang gelar sebagai istri sedang membuat sarapan di dapur, tak lama ibu tirinya datang.

"Gimana, Deana. Kapan mau pindah dari sini," ucap ibu tirinya.

"Sabar Bu, Deana belum tau, kapan mas Riko ajak pindah."

"Jangan lama-lama, Ibu udah bosan tinggal di sini. Ibu mau jual rumah peninggalan bapakmu ini."

"Jangan, Bu. Jangan dijual rumahnya, di sini banyak kenangan almarhum bapak," ucapnya memohon.

"Terserah Ibu dong. Kamu sudah menikah, dan tugasku sudah selesai," katanya. "O, iya, jam berapa ini? Suami kamu belum bangun. Apa dia gak salat." Sambungnya sambil berlalu meninggalkannya.

Setelah masak buat sarapan selesai, Deana menghampiri suaminya di kamar. Ketika membuka pintu, terlihat Riko masih terlelap di kasur.

"Mas, bangun salat subuh dulu," ucapnya sambil mengusap lengan suaminya.

"Apaan sih, ganggu aja," jawabnya ketus.

"Mas harus cepat bangun dan sarapan juga," katanya tegas.

"Kamu berani lawan aku?" Riko akhirnya bangun dengan raut wajah kesal.

"Gak, aku bukan melawan. Tapi melakukan kewajiban sebagai istri, membangunkan suami agar salat subuh." Deana tak peduli jika Riko marah, selama melakukan kebenaran kenapa harus takut.

Besambung.

Deana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang