14

14.1K 591 19
                                    

Kemarin. Seorang perempuan masih terpejam, yenyak dalam mimpi. Nyaman, tempat tidurnya lembut sekali. Lalu seketika, ia tersentak, langsung bangun membuka mata lebar-lebar. Sebuah benda yang seolah menggelantung di mata, seketika sirna.

"Ya ampun!" Riska menepuk dahi, baru ingat semalam ia bersama kekasihnya di hotel. Dilihatnya sekeliling, tapi hanya ada ia sendiri.

Perempuan itu menyibakan selimut tebal berwarna putih, segera bangkit menuju kamar mandi. "Mas, Mas Riko."

Kemana dia?

Segera ia meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Lalu dengan sekali tekan, langsung terhubung dengan Riko.

Tut! Tut! Hingga akhirnya suara operator yang menjawab. Nomor sedang dialihkan.

"Kamu tega mas. Masa aku ditinggal sendirian, emangnya aku cewe murahan." Riska kesal, dan melempar ponselnya ke ranjang. Bulir bening mengalir di pipinya.

"Aku gak boleh cengeng." Riska menghapus air matanya. Ponselnya ia raih kembali. Tangannya terus menggerilya di layar benda canggih itu, mencari alamat kantor di mana Riko bekerja.

Hari Jaya, sebuah alamat gedung perkantoran di Ibu Kota. Berhasil Riska temukan. Senyum mengembang di wajah cantiknya.

"Mas Riko, tak ada yang bisa memisahkan kita. Aku akan berhenti kuliah, agar kita segera menikah," gumamnya.

***

"Selamat pagi, Dea," sambut Lina sambil memeluk sahabatnya.

"Semangat amat, abis dapat angpao, ya?"

"Ish, kamu ada-ada aja."

"Lagian girang gitu, kaya abis dapet rezeki nomplok," ucap Deana sambil menempelkan jari jempolnya di layar absen.

Sepi.

"Rajin amat orang-orang, biasanya masih pada ngumpul di sini," ucap Deana heran. Sedangkan Lina hanya mengendikan bahunya, entah.

"Kita makan yuk," ajak Lina.

Deana menggeleng, "Aku udah sarapan."

"Please! Sekali ini aja. Mau, ya?" Lina mengatupkan kedua tangan, memohon. Sedangkan Deana mengangguk mengiyakan.

Sebenarnya tadi, ia bohong kalau sudah sarapan. Bukan karena tak ada makanan. Tapi, pas bangun pagi suaminya sudah tidak di rumah.

"Kamu cemberut gitu, semangat dong." Perempuan yang berseragam OB itu memberi semangat.

Deana hanya memasang senyum menanggapi nya. Mereka berdua berjalan manuju ke kantin.

"Eh, tunggu." Lina menghentikan langkahnya, padahal tinggal beberapa langkah lagi sampai di kantin. "Tutup mata dulu, ya."

"Apaan sih, pake tutup mata segala," protesnya. Sedangkan Lina langsung mengikatkan sebuah kain hitam di mata sahabatnya.

"Nah, ayo jalan lagi." Lina menuntun langkah Dea.

"Eh, ini mau dibawa kemana. Katanya mau makan." Deana apal betul arah ke kantin. Ini bukan ke kantin! Batinnya.

"Lin, aku lagi gak ultah lho," sambungnya lagi.

Lina hanya cekikikan, menahan geli serta gak sabar melihat ekspresi sahabatnya.

"Sampai, bentar ya," kata Lina.

"Lina, ini di mana?"

Lina tak menjawab, ia malah terus cekikikkan.

"Kenapa aku ditinggal." Dea mendengar suara langkah kaki yang mulai menjauh. "Aku buka, nih!"

Deana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang