Seorang pria sedang istirahat di kantin, ia akan mengadakan rapat dengan atasannya, dan sebelum dimulai ia pun makan siang. Tak lama makannya pun usai. Namun ketika ia mau bangkit meninggalkan kantin, terdengar suara perempuan yang begitu ia kenal. Pria itupun menoleh ke sumber suara itu yang tak jauh di belakangnya. Deana! Ia kaget, ternyata istrinya kerja di tempat dirinya juga.
Riko mendengarkan dengan seksama pembicaraan perempuan itu. Baru kali ini ia mendengar istrinya tertawa lepas, tanpa disadari Riko ikut tersenyum tatkala mendengar candaan mereka.
Namun ia tersadar, ia masih dengan pendiriannya itu. Tak mau membuka hati untuk Deana, ia masih keras kepala tak mau mengakuinya sebagai istri.
"Ayo, jam rapatnya sebentar lagi dimulai," ucap Hari teman kantornya.
"Oh, iya. Ayo," ucap Riko terbata, ia masih asyik dengan pikirannya sendiri tadi.
***
Hujan turun lagi di sore hari. Saat itu Deana sedang menunggu sebuah angkutan umum di depan kantornya. Iya, hari ini ia sudah mulai kerja. Ia merasa bersyukur, persentasi kemarin tak sia-sia.
"Butuh tumpangan?" Sebuah mobil berhenti di halte bus.
"Nanya saya?" tanya Deana.
"Apa ada orang lagi, selain kamu?" tanya pria bernama Hari.
"Gak ada," jawabnya.
"Jadi, tunggu apalagi. Ayo masuk," ucap Hari sambil menggerakan kepala menyuruhnya masuk.
"Maaf, sebaiknya saya biar pulang sendiri aja. Makasih sebelumnya, Pak."
Setelah beberapa kali bujukan dari Hari, agar Deana mau menumpang mobilnya. Ia pun menyerah dan berlalu dari hadapan perempuan berjilbab itu.
Sedangkan tak jauh dari situ ada mobil, dan mobil itupun menghampiri Deana. "Ayo masuk!" ucapnya datar.
"Mas Riko, beneran, Mas?" Deana tak percaya.
"Mau gak," ucapnya lagi.
"Mau, mau, Mas."
Dalam perjalanan mereka saling diam, hanya bunyi suara radio yang diputar dalam mobilnya. Biarpun hujan begini, jalanan tak pernah sepi, selalu macet. Riko menoleh ke samping, di dapatnya pemandangan Deana yang sedang tertidur.
Hati Riko tiba-tiba berdesir, ketika melihat wajah damai istrinya saat tertidur. Pria itu menyunggingkan bibirnya senyum, dan seketika ia masih ingat pendiriannya.
"Ah, lama banget sih macetnya." Riko mendesah, ia tak mau lama-lama di mobil. Tak dipungkiri, jika terus lama begini, ia bisa-bisa tumbuh hasrat di samping perempuan itu.
Akhirnya kini mereka sampai di rumah, dilihatnya Deana sudah bangun. Mereka pun turun dari mobil, dan masuk ke rumah.
"Mas, makasih ya tumpangannya?" ucap Deana.
"Hem," jawabnya sambil berlalu masuk kamar. Sedangkan Deana walaupun masih mendapatkan sikap cuek dari suaminya, tapi ia senang dengan perlakuannya tadi yang bersedia memberi tumpanagan untukanya. Deana pun menjadi senyum-senyum sendiri.
***
Pagi pun tiba. Deana sedang mematut di depan cermin sambil sedikit bersenandung, ia merasa semangat hari ini. Dengan kemeja putih dan rok span panjang hitam, serta jilbab dengan warna senada. Ia terlihat sudah rapi, tapi entah mengapa, ia masih berlama-lama menatap cermin.
"Sepertinya udah cukup," gumamnya. Deana pun keluar dari kamar. Di lihatnya Riko sudah sedang memanasi mobilnya. Ia pun menghampiri suaminya dengan wajah berseri-seri.
Ketika Deana tepat di depan mobil, Riko langsung melajukan mobilnya. "Lho, ko aku ditinggal." Percuma sudah, padahal tadi ia gembira sekali hatinya. Ia kira bakal diajak berangkat bareng. Dasar, suami jadi-jadian! Batinnya kesal.
Akhirnya ia pun berangkat naik angkot, tapi ia urungkan. Hari ini mungkin ia bisa telat. Salahnya sendiri juga, ngapain ngarepin diajak berangkat bareng sama suami jadi-jadiannya. Dilihatnya tas slempangnya, Deana mengambil dompetnya dan melihat isinya.
Deana pun memesan ojek online, terpaksa ia mengambil sedikit uang yang ia sisihkan selama ini. Padahal hari ini, sepulang kerja nanti Deana akan mampir ke rumahnya yang kini ditempati ibu tirinya, untuk memberikan uang padanya.
Namun entah masalah apa, tiba-tiba motor sang driver ojek mendadak mogok. Akhirnya Deana pun harus turun di tengah jalan, karena tak mungkin menunggu ibu driver ojeknya membetulkan motornya dulu.
Ciiitttt! Suara mobil berhenti tepat depan Deana. "Butuh tumpangan?" Seorang pria menawarkan bantuan.
"Eh, iya. Tapi saya bisa sendiri, terima kasih." Deana tak enak jika harus menumpang mobil pria lain.
"Ayolah, nanti kamu telat. Bos kita galak lho. Kamu belum pernah lihat Bosmu ya?" tanya pria bernama Hari.
Deana menggeleng. Iya, ia memang belum pernah melihat Bos besarnya. Kemarin pas presentasi ia hanya berhadapan dengan supervisor.
"Jadi, kamu mau telat? Nanti dimarahi pak Bos loh. Orangnya serem tau," ucap Hari dengan mimik wajah dibuat-buat seolah dia itu takut pada sang Bos.
"Baik, saya ikut. Tapi saya duduknya di belakang aja."
"Gak masalah." Pria itu menyunggingkan bibirnya senang.
***
"Terima kasih, Pak. Atas tumpangannya," ucap Deana seraya menundukan kepala.
"Eh, tunggu. Jangan panggil pak dong, emang aku setua itu apa?" ucap pria bermata sedikit sipit itu.
Deana tampak bingung dengan pria di depannya ini. "Kamu bisa panggil aku Hari, namaku langsung," sambung Hari.
"Oh, baik terima kasih Pak, ah. Ha-Hari," jawab Deana kikuk. Pria itu pun memberikan senyum termanisnya pada Deana.
"Nanti, pulangnya aku antar ya," ucap Hari sebelum Deana benar-benar pergi masuk ke dalam kantor.
"Eh, gak usah. Terima kasih," ucapnya langsung sedikit berlari meninggalkan mobil Hari.
Dadanya berdebar setiap bersama laki-laki yang bukan suaminya. Bukan berdebar dalam arti sebenarnya, tapi ia takut akan datangnya setan yang menggoda iman. Karena laki-laki dan perempuan dilarang berduaan kecuali sudah muhrim.
Pria itu pun memasuki ruangan kerjanya dengan senyum yang tak pernah luntur. Banyak mata yang menangkap aura kebahagiaan itu. "Bro, seneng banget keliatannya?" tanya Riko.
"Ya, gitu deh," jawab Hari seorang CEO perusahaan itu. Hari adalah teman Riko semasa kuliah dulu, dan ia memperkerjakan Riko sebagai orang kepercayaannya. Karena Hari yakin, temannya itu tak mungkin berhianat bekerja dengannya.
"Bro, kasih tahu dong, apa sih yang bikin kamu seneng gini?" tanya Riko yang ikut masuk keruangan Hari.
"Kemarin aku tawarin pulang cewe, tapi dia gak mau. Nah, tadi nih, aku berhasil ajak dia berangkat bareng. Ya, agak susah sih tadinya. Tapi aku bilang aja kalau bosnya galak, eh, dia mau." Tampak berseri wajah Hari saat menjelaskan pada Riko.
Riko yang mendengar ucapan temannya itu, ia mengernyitkan dahinya berpikir. Deana, apa yang tadi dibilang Hari itu istriku?
Tanpa sadar Riko mengakui Deana istrinya, ya walaupun dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deana
Художественная прозаDeana adalah seorang istri, tapi bukan seperti istri pada umumnya. Ia harus mengikuti aturan dari suaminya. Riko tak terima bahwa dirinya sudah menjadi suami dari perempuan pilihan ibunya, dan ia membuat peraturan semaunya pada istrinya, Deana.