Hawa dingin puncak menambah dua insan itu semakin mesra. Siang ini, Riko langsung mengajak istrinya ke puncak. Ini semua ia lakukan, sebagai salah satu permintaan maafnya. Dan juga sekaligus bulan madu.
Ah, betapa bahagia Deana. Dimanja, disayang. Berkali-kali ia tersenyum sendiri, pipinya selalu merah merona kala dipuji oleh Riko.
"Mas, kita mau nginep di sini?" tanya Deana.
"Emang kamu gak suka?" tanya Riko sambil terus memandangi wajah istrinya.
"Suka. Tapi gimana pekerjaan kita?"
"Tenang, aku udah izin Hari. Dan dia mengizinkannya."
"Alhamdulillah."
Deana berjalan mengitari vila yang disewa untuk mereka bermalam. Melihat arsitektur bangunan bergaya modern, yang tak begitu banyak pernak-pernik tapi cukup megah.
"Mas, apa ini." Deana melihat ada sebuah kotak berwarna keemasan yang terbalut beludru.
"Ini hadiah buat kamu," jawabnya.
"Boleh aku buka?"
"Jangan, nanti malam aja." Riko meraih kotak yang di tangan istrinya, lalu meletakannya di meja lagi. "Sabar, ya."
"Heran katanya buat aku." Deana memajukan bibirnya.
"Udah jangan cemberut, nanti juga tahu. Mending kita jalan-jalan, menikmati udara sore pegunungan."
Sambil menunggu malam datang. Riko mengajak istrinya berkeliling ke kebun teh di Gunung Mas Bogor, sambil menaiki kuda masing-masing. Riko meraih ponselnya, lalu mengambil gambar Deana yang sedang menaiki kuda dari belakang.
Lama berkeliling dengan menaiki kuda, ia pun ingin turun kala melihat hijaunya hamaparan kebun teh di depannya.
"Mas, udah yuk. Kasian kudanya." Deana menoleh ke belakang pada suaminya.
"Ya udah, ayo."
Mereka pun turun dari kuda-kuda tangguh itu. Setelah membayar pada sang pawang kuda, ia pun berlanjut jalan kaki. Mengitari kebun teh lewat jalanan setapak di antara pohon teh yang lebat.
Deana tak henti-hentinya mengucap syukur, memuji keindahan alam. Sesekali ia memutar badan sambil melebarkan tangan, dan menghirup udara segar dalam-dalam. Namun, saking asyiknya menikmati pemandangan, ia pun tak sadar sudah berjalan jauh. Dan ia baru sadar, kalau suaminya tak ada di sampingnya.
"Mas! Kamu di mana, Mas." Deana terus memandang sekeliling mencari Riko.
Suasana mulai sepi, langit sudah berubah warna jingga. Deana mulai panik, wajahnya tampak pias tatkala cuaca mendadak banyak angin kencang.
"Mas ...." Suaranya tercekat, mendadak muncul pikiran buruk serta takut. Ia pun mencoba berjalan turun ke bawah, air matanya luruh ikut mengiringi langkahnya.
Suit! Suit!
Perempuan yang selalu memakai tas slempang itu menghentikan langkahnya, ketika mendengar suara siulan. Wajahnya berubah ceria, ketika menengok ke belakang.
"Mas!"
Riko merentangkan tangannya, wajahnya tersenyum penuh arti. Sedangkan istrinya langsung berlari menghambur memeluknya hingga Riko terhuyung sedikit ke belakang.
"Cup, cup jangan nangis dong," ucap Riko sambil terus merekatkan pelukan.
"Mas kemana tadi, kok aku dibiarin sendiri," sungut Deana kesal, sambil memukul-mukul kecil dada bidang suaminya.
"Haha iya, iya. Maaf, ya?"
"Jangan gitu lagi, bisa-bisa aku jantungan." Deana melepaskan pelukan. Tampak ada semburat merah di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deana
General FictionDeana adalah seorang istri, tapi bukan seperti istri pada umumnya. Ia harus mengikuti aturan dari suaminya. Riko tak terima bahwa dirinya sudah menjadi suami dari perempuan pilihan ibunya, dan ia membuat peraturan semaunya pada istrinya, Deana.