Hari yang menyenangkan, begitulah kiranya. Saat Deana sedang di rumah, tetangga semua senang. Melihat tetangga baru mereka sudah tak bekerja lagi, status sama menjadi ibu rumah tangga.
Bagi Deana sebenarnya sama, cuma bedanya kalau bekerja sebagai wanita karier, banyak waktu habis di luar. Tak sempat bercanda-gurau bersama tetangga.
"Ibu-ibu, saya pulang dulu, ya," ucap Deana pada sekumpulan ibu-ibu, yang mengerubuti tukang sayur.
"Iya," jawab mereka serentak.
"Neng Deana tunggu!"
"Jangan lupa, nanti hari Minggu ada kajian di masjid," ucap ibu-ibu berbadan gempal.
"Inshaa Allah, ya Bu. Semoga nanti bisa hadir."
Setelah mendapat informasi tentang kajian yang akan diadakan di masjid dekat rumah, Deana pun pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, Deana menaruh belanjaannya di dapur. Melihat dinding menilik jam sudah menunjukan pukul 8 pagi. "Ah, salat dhuha dulu aja," gumamnya.
Usai salat dua rakaat, Ia kembali ke dapur. Memasak sayur dan lauk, yang tadi ia beli. Semalam kala berbincang-bincang dengan suaminya, sempat bicara soal makanan. Dan ternyata Riko sangat suka sekali sop buntut.
Ternyata kesukaan kita sama!
Ia pun dengan cekatan menyiapkan semua bumbu dan pelengkap buat bikin sop itu. Sekitar pukul 10:30 masakan matang sempurna. Ia pun mengambil benda pipih di meja, memfotonya.
***
Deana membuka aplikasi berwarna biru, hendak memposting sesuatu yang tadi ia foto. Kala pertama membuka beranda, ada sebuah kiriman linimasa menandai suaminya.
'Spesial, untuk orang spesial'
Riska, itulah nama akun yang mendandai suaminya. Sebuah kotak makan berwarna kuning bertengger di meja. Deana hapal betul itu meja apa dan di mana.
Pikirannya melayang jauh. Kenapa bisa ada Riska, dengan mudahnya menaruh makanan di mejanya. Ia pun meremas dadanya, yang tiba-tiba serasa sesak. Kerongkongannya serasa kering, sedangkan dirinya saja tak enak jika menyambangi ruangan suaminya di kantor sekarang.
Apakah suaminya masih menaruh perasaan pada Riska? Apa di hatinya masih ada namanya? Pertanyaan-pertanyaan bermunculan di pikiran Deana.
"Astaghfirulloh ...." Deana meraup wajahnya, menghalau pikiran buruk.
Sudahlah, gak usah dipikirkan. Kalau memang jodoh pasti suaminya tak berpaling pada perempuan lain. Begitulah kiranya.
Ting!
Sebuah pesan masuk.
[Sayang, nanti anterin makan siang buat Mas, gak?]Bibir Deana melengkung ke atas, ternyata Riko menginginkan diantar makanan. Dengan cekatan ia pun membalas.
[Iya, aku anterin lewat kang ojeg aja, ya?]
[Kenapa???]
[Gakpapa, Mas.]
[Ya udah, gak usah antar sekalian. Ngapain kalau cuma makanannya yang dateng?] Ditambahi emot cemberut.
Deana bingung. Takut saja seperti kemarin, siapa tahu ketika tiba di sana Riko malah ada keperluan keluar yang mendesak.
Serba salah.
[Aku gak enak badan, Mas.] Kilahnya.
[Ya udah, Mas pulang aja.]
Deana memang tak sepenuhnya bohong. Badannya memang sedikit kecapaian. Mungkin karena terlalu asyik beraktifitas di dalam rumah, segala perabot ia bersihkan.
***
"Bro, aku gak bisa langsung ke kantor, ya," ucap Riko. Mereka berada dalam mobil menuju kantor, setelah dari hotel tadi.
"Kenapa?"
"Deana, gak enak badan."
"Abis kamu apain, sampai sakit." Sarkas Hari.
"Gak apa-apain, kok kamu marah gitu?"
Hari mengusap rambutnya dari atas kepala lalu turun ke belakang kepala. "Ya gak apa-apa juga sih, kasian aja."
"Ya, makanya aku mau pulang aja. Nanti sampai kantor aku langsung ambil mobil terus pulang."
Hari mengagguk sebagai jawaban. Ia pun merasa khawatir, kalau ada apa-apa dengan istri temannya itu.
Sesampainya ia langsung menuju parkiran, kemudian ia baru ingat kalau kunci mobilnya ada di ruangannya. Sedangkan Hari langsung menuju kantin. Ia perlu minum kopi, karena tadi ia bangun terlalu pagi. Dan ketika tadi di hotel ia tak sempat pesan kopi.
Riko bergegas menuju lantai atas ke ruangan kerjanya.
"Nah, itu dia." Kunci mobil sudah di tangan. Namun, ada yang ganjil.
"Hemm, sudah dibilangin. Aku mau pulang, ko malah udah sampai aja makanannya," gumamnya kala melihat kotak kuning itu.
Ia pun membuka wadah makanan itu. Omelet, makanan buat sarapan. Riko pun heran, perasaan istrinya belum pernah masak beginian.
***
Klek!
Pintu tertutup. Seorang perempuan menghambur memeluk Riko dari belakang. "Mas, suka 'kan?"
"Riska, apa-apaan ini. Lepas!" Riko mencoba merenggangkan tangan Riska di pinggangnya.
"Gak mau, Mas jahat. Kenapa, Mas? Kenapa Mas tega, ninggalin aku dan nikah sama orang lain!" Riska mengencangkan suaranya. "Aku butuh penjelasan!" sarkasnya.
Riska tadi melihat Riko memasuki ruangan tanpa ada Hari yang selalu bersamanya.
Riko mematung, dadanya bergemuruh. Antara kesal, dan juga menyesal. Kenapa tidak bicara jujur dari awal pada Riska.
"Maaf, maafkan aku," ucap Riko lemah. Sungguh ia tak menginginkan semua ini.
Riska masih tergugu memeluk Riko, lalu perlahan tangannya melemah dan lepas.
"A-aku ... tidak bermaksud seperti itu sebelumnya. Maafin aku, ... tolong jangan seperti ini."
"Sejak kapan kamu menikahi orang itu? Hah! Kenapa kamu waktu itu masih mau, mengajakku bersenang-senang. Bahkan sempat ke hotel berdua." Pecah sudah. Riska tak bisa menahan lagi amarah di hati, yang selama ini ia bendung. Ia menangis tergugu, tubuhnya merosot ke lantai.
Riko hanya berdiri, mematung. Tak mungkin ia merengkuh perempuan itu dalam pelukan, walaupun sekedar menenangkan.
"Apa yang kurang sama aku, Mas." Riska masih terisak dalam tangis.
"Aku mohon, jangan seperti ini, Riska. Bangunlah, malu kalau nanti orang kantor tahu."
Riska menghapus air matanya kasar. "Baiklah, kalau itu maumu." Ia pun berdiri dan bergegas keluar.
Namun saat pintu terbuka, ada sosok perempuan berseragam OB dengan tangan mengnggem sebuah kotak makanan. Riska yang berpas-pasan dengan Lina, langsung membuang muka dan kembali ke mejanya.
"Lina, apa itu?" tanya Riko, bingung
"Ini, ada titipan dari Deana." Lidah Lina tercekat, ikut merasakan kesedihan sahabatnya. Tadi Deana datang, katanya kasian kalau suaminya harus pulang gara-gara dirinya sempat bersikap manja tadi.
Ketika ia sampai di kantor, tadinya tak mau ke atas. Tapi Hari yang melihatnya pun mengatakan, tak apa kalau mau menemui Riko.
Namun, saat di depan pintu, langkahnya terhenti kala mendengar keributan dari dalam. Tak tahan mendengar setiap perkataan dua orang di satu ruangan itu, ia pun memilih turun dan menitipkan pada Lina.
Lina sempat kebingungan, saat melihat sahabatnya itu memilih pulang. Ia pun langsung ke atas, ada apa kiranya yang membuat Deana terlihat buru-buru ingin pergi.
"Apa! Di mana dia sekarang?" Riko langsung berjalan cepat menuju lift, mengejar istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deana
General FictionDeana adalah seorang istri, tapi bukan seperti istri pada umumnya. Ia harus mengikuti aturan dari suaminya. Riko tak terima bahwa dirinya sudah menjadi suami dari perempuan pilihan ibunya, dan ia membuat peraturan semaunya pada istrinya, Deana.