11 | Fely Dan Rei

2.3K 96 0
                                    

"So, What's Your Next Plan?" tanyanya, menaikkan sebelah alis.

Mengusap luka di sudut bibir, ia meringis pelan. Menatap kesal gadis di depannya, "Lo nggak ada niat ngobatin luka gue?," tanyanya, mengabaikan pertanyaan gadis itu.

Gadis di sampingnya ini, benar-benar tidak punya rasa iba. Ia terluka dan dia? Dia malah menanyakan rencana selanjutnya?

Berdecak kesal, gadis berambut sebahu itu bangkit. Meraih Baskom kecil, yang terletak di dalam lemari. Kemudian, di isinya Baskom tersebut dengan air. Tak lupa, handuk kecil yang tersusun rapi dalam lemari kaca, di ambilnya juga.

Gerak geriknya pun, tak luput dari penglihatan cowok itu. Tanpa sadar, ia tersenyum tipis.

"Gue tau gue cantik. Nggak usah kayak gitu juga natapnya," ucapan percaya diri itu, seketika membuat Rei memasang wajah datarnya kembali, "PD," di balas senyum angkuh sang gadis.

Berjalan mendekat sembari mengambil Baskom yang di ambilnya tadi, gadis itu mendudukkan kembali bokongnya di Sofa. Tepat, di samping Rei.

Meletakkan Baskom tersebut di atas meja, ia mengisyaratkan cowok di sampingnya, "Hadep sini," perintahnya, di turuti Rei.

Fely mengambil handuk itu. Mencelupkan ke dalam air, lalu meremasnya dengan pelan. Tangan mungilnya pun, mulai mengompres luka Rei. Membuat cowok itu sedikit meringis, "Lo ikhlas nggak sih, ngobatinnya? Sakit nih," kesalnya.

Menghentikan kegiatan, ia menatap cowok di hadapannya dengan datar. Sedetik kemudian, gadis itu menekan luka Rei. Membuat cowok itu mengerang tertahan, "Bangsat," umpatnya.

Meletakkan handuk di atas meja dengan kasar, gadis itu menaikkan sebelah alis. Senyum remeh tercetak jelas di wajah cantiknya. Membuat siapa saja yang melihat, akan merasa sebal, "Gitu doang, lo udah kesakitan? Lemah!," sarkasnya, bersedekap dada.

Rei mengepalkan kedua tangannya. Gadis ini, kenapa selalu membuatnya naik pitam? Ingin rasanya ia menghajar manusia di sampingnya itu jika tidak mengingat, bahwa Fely adalah seorang perempuan. Sudah angkuh, sombong, terlalu percaya diri, mulutnya pun tidak bisa di saring.

"Dahlah. Gue mau balik. Males gue liat lo," lanjutnya, seraya bangkit.

Belum sempat gadis itu melangkahkan kaki, Rei lebih dulu menarik tangannya. Membuatnya, terjatuh tepat di atas pangkuan cowok itu.

"LO APA-APAAN SIH??? LEPASIN GUE!!!," bentaknya dengan keras.

Bukannya menuruti Fely, Rei justru memeluk pinggang gadis itu. Menatap Intens, gadis yang saat ini memberontak meminta di lepaskan.

"Diem, atau gue cium lo," ancamnya, sontak membuat Fely menghentikan aksi berontaknya.

Netra hijau itu menatap tajam netra Rei, saat melihat cowok itu tersenyum puas. Apa yang dia pikirkan? Apakah ia berpikir bahwa dirinya akan menurut? Takut? Begitu? Jika itu yang ia pikirkan, maka jawabannya adalah salah. Ancaman seperti itu, tidak akan membuatnya takut. Apalagi, menuruti ucapan Rei. Tidak ada kata takut, dalam Kamus hidup seorang Fely Felysia Inez. Apalagi, harus menuruti ucapan orang lain. Yang ada, merekalah yang harus tunduk padanya.

Gadis itu tertawa pelan. Membuat dahi Rei, mengerut bingung. Apakah gadis di pangkuannya itu, kerasukan setelah mendengar ancamannya barusan? Atau, tiba-tiba menjadi tidak waras?

"Lo pikir? Gue takut sama ancaman basi lo itu?," tanyanya, tersenyum sinis, "Not At All," lanjutnya, menekan tiga kata terakhir.

Rei tertegun. Ancamannya, benar-benar tidak membuat gadis angkuh itu ciut? Begitukah? Baiklah. Jangan salahkan dirinya, jika ia benar-benar melakukannya.

KenSha [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang