I Wish A Miracle
.
.
.
<Page Fourteen>
.
“I will find you with the miracle that I have.”
.
.
.
Renjun awalnya menolak ketika Jaemin mengajaknya untuk bertemu. Menurutnya, Jaemin tidak memiliki alasan yang bagus yang mengharuskannya pergi di hari minggu. Kecuali… ketika Jaemin mengatakan bahwa pertemuannya sekarang itu berhubungan dengan Jeno.
Maka, dengan tergesa Renjun bersiap-siap. Ia berganti pakaian dan mengenakan sneakers juga sebuah ransel yang menggantung di kedua pundaknya.
Dengan sedikit berlari, Renjun berusaha cepat untuk mencapai halte bis. Hingga kurang dari satu jam kemudian, ia tiba di sebuah café dengan tulisan ‘CLOSED’ di pintu kacanya.
Keningnya berkerut. Tutup? Apa Jaemin sedang mempermainkannya dengan menggunakan nama Jeno sebagai alasan? Kedua tangannya mengepal, ia marah―hendak berbalik untuk pulang, tapi ponselnya sudah lebih dulu bergetar dan tertulis nama Jaemin di layarnya sebagai tanda panggilan masuk.
Renjun mendengus, menggeser ikon hijau kemudian segera menempelkan layarnya pada daun telinga. “Jaemin! Kau gila? Kau sedang mengerjaiku atau apa―”
“Aku ada di dalam. Masuk saja.”
“Cafenya tutup―”
“Abaikan itu. Masuklah sekarang dan kau akan menemukanku.”
Helaan nafas kasar terdengar dari seorang Huang Renjun. Ia menatap ponselnya sebal karena Jaemin telah mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Dengan langkah di hentak, Renjun akhirnya masuk ke dalam café tersebut dan suara lonceng terdengar ketika pintu kacanya ia geser.
Ia dibuat bingung karena disana tidak ada siapa-siapa. Kecuali, Jaemin yang duduk dengan tiga orang asing yang tak di kenalnya di sebuah meja luas di ujung ruangan.
Dengan sedikit cepat, Renjun melangkah menuju meja Jaemin. “Hei.”
Remaja Na itu tersenyum lebar. Ia segera berdiri dan menepuk bahu Renjun dua kali. “Maaf karena mendadak memintamu untuk bertemu. Ini benar-benar darurat dan yang bisa membantu kami hanyalah dirimu.” Ucapnya dengan satu kali tarikan nafas. “Oh, mau pesan minum? Pesan saja dulu, aku tahu kau pasti lelah.”
Jaemin mempersilahkan Renjun untuk duduk bersampingan dengannya, membiarkan renjun memesan minumannya dan kemudian yang terjadi adalah hening untuk beberapa saat.
“Kenapa… di pintu tertulis ‘closed’?” Renjun akhirnya menyuarakan pertanyaan yang sedari tadi membuatnya bingung. Ia menatap Jaemin dengan mata menyipit menuntut sebuah jawaban.
Jaemin tertawa kecil. “Sengaja.” Jawabnya dengan nada menyebalkan. “Ini café milik Jungwoo hyung yang sedang kami sewa untuk sisa hari ini. Kami perlu untuk bicara secara pribadi denganmu dan kami memilih tempat ini dengan cara menyewanya agar lebih privat.”
Renjun tampak tidak terlalu peduli dengan siapa seseorang bernama Jungwoo yang kata Jaemin adalah pemilik café ini. Ia lebih terfokus pada permintaan Jaemin untuk bicara tentang Jeno.
