Page 6

13K 1.9K 68
                                    

I Wish A Miracle

.

.

.

<Page Six>

.

“I will find you with the miracle that I have.”

.

.

.

Saat Jeno membuka kedua matanya, ia hanya mengerang pelan karena rasa sakit di seluruh tubuhnya. Tidak ada yang Jeno ingat, kecuali dirinya yang mencoba untuk kabur dan jatuh di jalanan malam itu.

Sesuatu yang dapat Jeno lihat saat membuka mata adalah… keberadaan seseorang yang baru di kenalnya kemarin. Sosok kakak kelas yang lagi-lagi ia temui dalam keadaan yang sama, seperti ini, dirinya yang lemah.

“Jeno!”

Yang lebih muda tersenyum meskipun kenyataannya itu membuat semua luka lebamnya sakit. Ia hanya tidak ingin mengecewakan orang itu―Mark Jung. Karena Jeno tahu, orang itulah yang telah membantunya, lagi.

“Hyung… kau yang menolongku?” Tanyanya parau. Kepalanya berdenyut, tapi ia menahannya dengan menutup kuat sepasang matanya.

“Aku tidak melakukan apa-apa.” Mark menjawab, menggerakkan tangan untuk mengusap kaki Jeno yang tertutupi selimut tebal. “Ada yang sakit? Atau kau membutuhkan sesuatu? Aku akan panggilkan dokter untukmu―”

“Hyung,”

“Ya?”

“Haus.”

Mark merasa bodoh, tentu saja seharusnya ia menawari Jeno untuk minum mengingat anak itu tidak sadarkan diri sejak semalam. Ia segera meraih gelas tinggi berisi air putih di meja dan membantu Jeno untuk meminumnya walaupun hanya sedikit yang membasahi tenggorokan.

Suasana kembali menghening. Mark belum berbicara apapun lagi, hanya duduk di kursi yang di letakkan di samping tempat Jeno terbaring seraya menunggu yang lebih muda untuk membuka suara.

Sampai anak itu berkata pelan, “Kenapa hyung baik sekali padaku?” Tanyanya. Kedua matanya menerawang pada langit-langit tempat rawatnya, tidak pernah terpikir bahwa di dunia ini akan ada orang sebaik Mark Jung. “Kita bahkan tidak saling mengenal. Iya, kan?”

Sepasang mata Mark membesar. Ia masih memperhatikan Jeno―masih tidak mengerti kenapa cara bicaranya mirip sekali dengan cara bicara ibunya. Belum lagi mata dan hidung yang benar-benar sama persis dengan milik ayahnya.

Ia segera menggelengkan kepala, kemudian tersenyum pada yang lebih muda. “Apakah aku harus mengenalmu dulu untuk membantu? Aku rasa tidak.” Jawabnya, dengan suara pelan.

“Bagaimana caranya untukku membayar semua kebaikanmu? Aku tidak punya uang untuk mengganti semua biaya yang sudah kau keluarkan untuk membawaku ke rumah sakit ini.”

Mark terkekeh pelan, tidak habis pikir bagaimana mungkin Jeno bisa berpikir seperti itu saat ia baru saja bangun dari rasa sakitnya. “Bukan aku, tapi ayah dan ibuku.”

Remaja bermarga Lee itu terkejut, keningnya berkerut yang membuatnya kembali meringis sakit. “Orangtuamu, hyung?”

Mark mengangguk manis. “Tenang saja, kau tidak perlu khawatir. Kami tidak menuntut apapun darimu.” Ucapnya, mencoba membuat Jeno untuk tidak memikirkan apapun yang bisa membuatnya semakin penat. “Hanya saja…”

I Wish A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang