I Wish A Miracle
.
.
.
<Epilog>
.
“I will find you with the miracle that I have.”
.
.
.
Dua anak laki-laki mereka sudah tumbuh dewasa sekarang.
Doyoung kadang tidak percaya setiap kali dirinya melihat Jeno yang sekarang sudah kembali pada dekapannya. Anak yang waktu itu sangat tertutup, tidak terlalu banyak bicara, dan selalu penuh dengan luka itu sekarang tumbuh sebagai laki-laki kuat yang penuh dengan senyum.
Jeno-nya sudah terbuka pada setiap orang, senyum yang di wariskan Jaehyun padanya selalu terlihat di wajahnya yang tampan, selalu mendapatkan peringkat pertama di angkatannya dan pilihannya untuk bertunangan dengan Renjun tahun depan membuat Doyoung semakin bahagia.
Putra bungsunya yang belasan tahun hilang dan tidak ada dalam asuhannya, tumbuh menjadi seseorang penuh tanggung jawab dan mampu mengambil keputusan untuk pilihan hidupnya.
Sedangkan Mark… ahh, Doyoung sepertinya tidak perlu membicarakan si sulung, karena ketegasan Jaehyun benar-benar ada padanya.
Jika Jeno akan bertunangan dengan Renjun tahun depan, maka Mark dan Jaemin sudah menentukan tanggal pernikahan mereka. Tepatnya, setelah Mark lulus kuliah dan resmi bergabung di perusahaan bersama dengan ayahnya.
Entah kenapa Doyoung merasa sangat bahagia melihat keduanya kini ada dalam pandangan matanya, merawat mereka, mendengarkan cerita mereka, dan melihat mereka berdua tumbuh bersama-sama.
Meskipun dalam beberapa waktu ke depan, Doyoung, sebagai ibu dari Mark Jung dan Jeno Jung harus melepaskan keduanya untuk kehidupan mereka masing-masing.
.
.
.
“Sudah mendapat kabar dari Mark dan Jaemin?”
Doyoung mengalihkan atensi dari Tablet PC di tangannya dengan mengangkat kepala untuk menatap Jaehyun yang baru saja melayangkan satu pertanyaan. Ia mengangguk sebagai jawaban kemudian tersenyum saat suaminya itu sudah duduk di sampingnya dengan tangan yang melingkari pinggang. “Hm. Aku dengar mereka memutuskan untuk menambah liburan mereka selama dua hari.”
“Wow! Apa Paris semenyenangkan itu? Mereka bahkan betah liburan berdua disana padahal mereka belum menikah.”
Doyoung meresponnya dengan tawa ringan. Setelah menyimpan gadget di tangannya itu ke meja, dirinya mulai menyamankan diri untuk bersandar di bahu Jaehyun. “Kau lupa kalau kita dulu juga seperti itu?” Ia mendengus pelan. “Kau memaksaku pergi ke Tokyo di liburan semester. Ketika sudah waktunya pulang, kau malah menambah waktu liburan untuk lima hari ke depan. Siapa yang lebih parah? Kau atau anakmu?”
Yang bermarga Jung itu tertawa renyah. Iya, jika mengingat masa-masa itu, Jung Jaehyun memang seseorang yang hebat yang selalu membawa Doyoung keliling dunia untuk liburan semester mereka. Sangat pantas sebenarnya jika Mark sekarang memiliki sifat yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya sendiri.