Page 19

15.2K 1.9K 129
                                    

I Wish A Miracle

.

.

.

<Page Nineteen>

.

“I will find you with the miracle that I have.”

.

.

.

Jeno pikir, ia akan di bawa ke rumah kakeknya dan bertemu sosok yang membuatnya begitu penasaran tersebut.

Tapi kemudian ia tahu, kakeknya sudah tidak ada lagi bersamanya.

Ia di bawa ke sebuah tempat kremasi―menyusuri lorong demi lorong, melewati banyak rak kaca yang berisi abu kremasi, hingga ia sampai di satu rak kaca dengan satu foto lelaki yang sangat mirip dengan ayahnya. Tertulis ‘Jung Yunho’ disana, dengan satu guci kecil yang Jeno yakini berisi abu kremasi kakeknya dan setangkai bunga yang terlihat masih segar.

Tanpa di suruh, Jeno membungkuk di depan rak kaca yang menyimpan abu kakeknya untuk beberapa detik, dan ketika kembali menegakan tubuh, ia tersenyum manis. “Kakek, aku Jeno.” Ucapnya, mengundang senyum kecil dari kakak dan orangtuanya yang berdiri tepat di belakangnya. “Kakek baik-baik saja, kan, di surga? Bisakah… nanti kakek datang ke dalam mimpiku? Aku ingin sekali di peluk oleh kakek.”

Jaehyun mengulurkan tangan untuk merangkul putra bungsunya kemudian berkata, “Appa yakin kakek akan mendengarkan permintaanmu.” Senyumnya terulas. “Dia sangat menyayangimu… Bahkan ketika kau masih segumpal darah, kakekmu sudah membelikanmu banyak hal.”

“Banyak hal?” Si bungsu membeo.

Ayahnya mengangguk. “Iya, banyak hal. Untukmu dan kakakmu.” Ucapnya. “Tapi appa tidak akan memberitahu kalian sekarang. Ada saatnya… tapi nanti. Saat kalian sudah menemukan mimpi kalian masing-masing.”

Sejujurnya, Jeno sangat penasaran akan ‘banyak hal’ yang di maksud oleh ayahnya. Tapi senyuman Doyoung membuatnya bungkam. Juga Mark yang berkata, “Aku selalu berdoa agar kakek ada di mimpiku dan memberitahuku apa yang ia rahasiakan dengan appa tentang ‘membeli banyak hal’. Tapi sepertinya aku belum beruntung.”

Ibunya terkekeh kecil. Jika Jaehyun merangkul bahu si bungsu, maka Doyoung akan merangkul bahu si sulung. “Eyy, jangan begitu di depan kakek. Sekarang, beri salam sebelum kita pulang.”

Kedua putranya itu menurut. Mereka memberi salam pada kakeknya sebelum kembali pulang karena hari sudah malam.

Kalian tidak akan percaya seberapa hebatnya kakek kalian…

.

.

.

Kembali ke sekolah setelah dua pekan absen, di tambah identitas baru yang di sandang Jeno cukup membuatnya sedikit kewalahan. Jika tidak ada Jaemin, mungkin wawancara dadakan dari teman-teman sekelasnya itu tidak akan pernah berakhir.

Sekarang, ia jadi sering tersenyum, tidak mengabaikan teman-temannya, dan akan membuka suara terlebih dulu untuk bertanya. Ia tidak lagi menjadi anak yang pendiam dan tertutup. Jaemin membantunya untuk hal itu.

Tapi, bicara tentang Jaemin, Jeno jadi terpikirkan sesuatu.

Segera saja ia berlari keluar dari kamarnya, melesat menuju kamar kakaknya yang berada tepat di samping ruangannya sendiri.

I Wish A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang