6. Tulus.

6.7K 726 19
                                    

Sena hanya bisa berdecak heran ketika melihat pesan Renjun yang berisi ajakan untuk jalan-jalan bersama.

Apa-apaan, sih, lelaki ini? Bisa-bisanya dengan penuh rasa percaya diri mengajak dirinya keluar bersama. Bukan maksud Sena untuk jual mahal, namun mereka saja baru kenal beberapa hari. Apalagi alasannya hanya karena tantangan tak jelas.

Sena jadi curiga bahwa ajakan jalan-jalan kali ini juga salah satu tantangan yang diberikan oleh teman-teman Renjun.

Sena mendengkus tak suka. Lama-lama mereka makin tak tahu diri saja. Apalagi Renjun, apa ia tak berusaha untuk sekedar menolak? Sudah bagus Sena iyakan permintaannya kemarin-kemarin.

Jari-jari Sena sudah mulai bergerak untuk mengetik sebuah kalimat penolakan sebelum suara ketukan pintu menyela dengan sopan.

"Sena?" Sebuah kepala terlihat dari balik pintu, berhasil membuat Sena berdiri kaget.

"E-eh Mama?" tanya Sena bodoh, sudah jelas itu memang Mamanya.

Mama Sena tersenyum. "Nak, siap-siap yuk!"

Alis kiri Sena dinaikkan ke atas. "Kenapa?"

"Kakakmu menang lagi lomba dance sama temen-temennya. Ayo kita rayain kemenangan mereka," ajak Mama Sena dengan senyum lebar terpatri.

Ah, begitu.

"Ehm—" Mata Sena bergerak ke sana ke mari, mencoba mencari alasan yang tepat, "—Enggak dulu, deh, Ma. Aku ada acara."

Sekarang Mama Sena yang menaikkan salah satu alisnya heran. "Acara? Acara apa?"

"A-aku diajak jalan sama temenku." Persetan sama niatnya tadi yang ingin menolak ajakan Renjun, sekarang ia dengan yakin ingin menjawab iya.

"Temen?" Mama Sena terlihat makin kebingungan. Membuat Sena diam-diam tertawa miris. Menyedihkan sekali hidupnya, sudah terlalu lama menyendiri—bahkan orang tuanya terlihat tak percaya ketika mendengar kata teman yang keluar dari mulutnya.

"Iya, temen," jawab Sena yakin.

Mama Sena akhirnya mengangguk. "Yaudah. Duitnya masih ada, 'kan?"

Anggukan Sena berikan.

"Hft, sayang banget, ya. Kamu akhir-akhir ini sering nggak bisa hadir dalam acara kayak gini. Tapi gapapa, lain kali ikut, ya?"

Sena memberikan senyumnya terpaksa. "Maaf, Ma."

"Gapapa, kok. Yaudah, Mama pergi, ya?"

"Hati-hati, Ma."

"Kamu juga, Sena." Mama Sena akhirnya pergi, seiringan dengan Sena yang kembali terduduk di atas kasurnya.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara deru mobil yang menjauh. Sudah pergi, rupanya.

Sena memaksakan diri untuk tetap tersenyum, lalu mengambil ponsel dengan malas, dan mulai mengetikkan alamat rumahnya.

***

Sena tak menyangka bahwa pada akhirnya ia benar-benar mengiyakan ajakan Renjun, yang bisa dibilang masih bukan siapa-siapa.

Sena masih tak percaya, bahkan ketika mereka sudah masuk ke dalam Mall, memasuki salah satu restoran cepat saji, dan mendudukkan diri di salah satu tempat yang telah disediakan.

Ini semua nggak bener, batin Sena pesimis.

"Njun," panggil Sena setelah beberapa menit hening.

"Apa?" Renjun merespon dengan cepat.

"Jauhin gue," ujar Sena pelan, namun berhasil membuat Renjun melotot terkejut ke arah Sena yang berada di depannya.

DARE | HUANG RENJUN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang