23. Selesai

4.8K 482 49
                                        

Keesokkan harinya, tepat setelah bel penanda waktu pulang sekolah berbunyi, Renjun langsung meluncur ke rumah sakit tempat Sena dirawat.

Bukannya bermaksud untuk terlihat 'bucin', hanya saja karena perintah menyebalkan dari Jaehyun kemarin—yang menyuruhnya untuk langsung pulang—membuat Renjun belum sempat melihat keadaan terbaru Sena.

Apakah Sena benar-benar baik saja? Apakah ia tak mengalami luka serius? Benarkah yang Mingyu katakan kemarin?

Renjun harus memeriksanya sendiri agar tidak perlu memikirkan gadis berkacama itu secara berlebihan.

Waktu seakan berjalan lama ketika Renjun sedang bergegas masuk rumah sakit. Ruang inap Sena pun, terasa begitu jauh dari Renjun yang berada di pintu masuk.

Ruang inap Sena berada di lantai dua, kalau kalian ingin tahu.

Langkah besar ia ambil demi mempersingkat waktu. Batinnya melafalkan nomor ruang tempat Sena berada, 120 Anggrek.

118...

119...

120—

—Melati. Renjun menghela napas, berusaha mengendalikan dirinya agar tidak bergerak rancu seperti tadi. Akibat tindakan cerobohnya tadi, ia hampir saja masuk ke ruangan yang salah.

"Ruang Anggrek di mana, sih?" decak Renjun, berbalik badan dengan malas hanya untuk menemukan lambang nama 120 Anggrek.

Ini dia, batin Renjun tersenyum puas. Dengan cepat ia membuka pintu ruang inap Sena, lalu menemukan sang gadis kesayangan yang sedang terlelap di atas ranjangnya. Obat biusnya masih bekerja? tanya Renjun dalam hati.

Tungkainya bergerak pelan mendekati Sena, takut menganggu kualitas tidurnya. Kursi di samping ranjang ia ambil secara perlahan, lalu mendudukinya dengan lancar tanpa suara berarti.

Mata coklat Renjun menatap gadis di hadapannya dengan sayu, sementara tangannya mengenggam tangan kanan Sena dengan erat.

"Sena," Renjun mencoba memanggil. Namun nihil jawaban, Sena jelas-jelas sedang tak sadarkan diri. "Lo kapan bangun, sih? Kata Bang Mingyu lo udah nggak apa-apa. Tapi kenapa lo masih tidur gini?"

Renjun mengambil napas dalam-dalam.

"Gue..."

"... gue minta maaf, Sen," ucap Renjun yang langsung menunduk, tak tahan untuk melihat kondisi Sena yang sekarang.

"Pas awal lo nge-gep gue sama Hina, gue tahu sejak saat itu gue udah ngehancurin rasa kepercayaan lo ke gue. Gue udah jahat banget, ngomongin lo yang enggak-enggak. Padahal selama ini, gue selalu kasih janji manis ke lo.

Waktu itu gue ngelihat tatapan lo ke gue, Sen, dan gue tahu kalau lo kecewa berat sama gue. Walaupun gue punya alasan tersendiri, tetep aja gue udah nyakitin lo," ujar Renjun dengan suara pelan.

"Ini semua salah gue," Renjun menyebutkan pernyataan secara sepihak. "Andaikan lo nggak sama gue pas kita ketemu Hina...

Andaikan waktu itu, pas Jaemin nyuruh gue minta foto ke lo, gue tolak...

Andaikan gue nggak ngeyel buat ngajak lo jalan...

Andaikan gue nggak maksa lo buat nerima gue.

Andaikan...," Omongan Renjun tertahan karena air matanya yang mulai menurun. Tangis yang dari kemarin telah ia tahan, hanya untuk terlihat kuat.

"Tapi gue nggak pernah nyesel pernah kenal sama lo, Sen. Lo cewek terunik yang pernah gue. Saat pertama kali kita ngobrol, gue tahu kalau lo orang yang istimewa." Diam-diam Renjun menertawakan dirinya sendiri, tak menyangka bahwa tiba waktu di mana ia akan sebucin ini. "Gue tahu ini bakal terdengar alay, tapi gue udah suka sama lo waktu itu."

DARE | HUANG RENJUN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang