Bab 11
The Way It Hurts
Raka salah. Ia pikir, ia telah memilih istri yang tepat. Sampai Febi melemparkan bom di meja makan, di depan adik-adiknya. Siapa sangka, wanita itu ternyata bermasalah. Segala hal dalam dirinya bermasalah.
"Kak Raka ... baik-baik aja?" tanya Dimas hati-hati.
Raka berdehem seraya berdiri. "Dia nggak biasanya kayak gini," jelas Raka.
Angga mengangkat alis. "Biasanya? Kalian baru nikah minggu kemarin, Kak." Anak itu tersenyum geli.
"Aku berangkat dulu," pamit Raka sembari melangkah meninggalkan ruang makan. Ia menghentikan langkah di depan tangga ketika melihat sosok Febi yang sudah siap keluar dan menuruni tangga dengan cepat.
"Kamu mau ke mana?" tanya Raka saat Febi melewatinya tanpa menghentikan langkah.
"Yang penting aku nanti pulang, kan?" balas Febi sambil lalu.
Raka mengejar dan meraih tangan Febi, menahannya. "Jangan macam-macam di luar sana. Di luar negeri, mungkin kamu bisa bebas, tapi di sini, ada banyak mata yang ngawasin kamu," ia mengingatkan.
Febi mendengus. "Bebas? Aku bahkan nggak pernah ngerasain kata itu sampai waktu kita ke Kanada kemarin. Meski aku harus nikah sama orang nggak berperasaan kayak kamu, aku nggak masalah. Selama aku bisa dapat kebebasanku. Dan cuma sebatas itu nilaimu di mataku."
Febi menepis tangan Raka dan melanjutkan langkah.
Baiklah, sekarang mereka sama-sama sudah membuka kartu. Wanita itu sudah melihat siapa Raka sebenarnya, dengan sangat jelas. Begitu pun dengan Raka.
"Dan kamu," Raka berkata, menahan wanita itu di depan pintu. "Kamu tuh, nggak lebih cuma kesalahan terbesar yang aku ambil dalam hidupku."
Ya. Bagi Raka, wanita itu adalah kesalahan terbesar.
***
Seharusnya Febi tak pernah percaya pada pria itu. Tidak sedikit pun.
Febi mengusap matanya yang basah sembari memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan komplek perumahan itu. Namun, padatnya jalan kota Solo pagi itu membuat mobil Febi melambat. Memang ini jam sibuk, apa yang Febi harapkan?
Febi teringat kata-kata Raka padanya. Apa katanya? Febi adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya? Lalu, kenapa ia menikahi Febi? Dasar pria brengsek gila kerja, jabatan dan status sosial. Dasar manusia tidak berperasaan.
Raka memang keterlaluan. Pria itu benar-benar ...
Pikiran kesal Febi tentang Raka terputus ketika terdengar dering ponsel. Febi mengangkat telepon dari mobilnya, lalu terdengar suara tak asing berbicara,
"Kak Febi di mana? Sibuk, nggak?"
Febi berusaha mengingat-ingat pemilik suara itu. Bukan Dera. Itu ... Anna.
"Di jalan. Kenapa, Ann?" tanya Febi.
"Wow ... Kak Febi bisa ngenali suaraku." Anna terdengar senang.
Febi tersenyum.
"Kalau Kakak nggak sibuk, mau ikut Anna jalan-jalan hari ini?" tawar Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to Marry You (End)
RomanceDesakan menikah mulai membuat Raka jengah. Memang, sebentar lagi usianya akan mencapai kepala empat, tapi sampai saat ini ia masih tak punya seorang wanita di sisinya. Bahkan, adik bungsunya sudah menikah. Raka bukannya tidak mau menikah. Hanya saj...