Bab 8
Where Did It Go Wrong?
Ketika Raka pergi ke dapur pagi itu, ia melihat catatan yang tertempel di kulkas.
'Aku keluar jalan-jalan.'
Hanya itu.
Raka pergi ke kamar tidur untuk mengecek. Ia menghela napas melihat betapa berantakannya kamar itu. Sebelum sarapan, Raka memutuskan untuk membereskan kekacauan itu. Sebelum Febi kembali, Raka harus membereskannya.
Bungkus makanan ada di tempat tidur, tertumpuk komik-komik dan majalah fashion. Raka menumpuk komik dan majalahnya di meja samping tempat tidur sebelum membersihkan sampah-sampah itu.
Tidak, ia tidak mengeluh. Ia tidak akan mengeluh. Jika hanya masalah seperti ini, Raka tidak mengeluh. Ia pernah mengurus tiga orang adik yang kurang lebih seperti ini. Meski itu pun ketika adik-adiknya masih kecil.
Namun, tempat tidur itu baru awalnya.
Raka terkesiap kaget ketika memasuki kamar mandi di dalam kamar itu. Handuk yang bergantung sembarangan, pakaian dalam berserakan. Raka sudah akan berbalik. Ia bisa memanggil orang untuk ini. Namun, ia tidak tega juga jika ada orang lain yang melihat sisi diri Febi yang ini.
Mungkin orang-orang di rumah Febi sudah terbiasa, tapi ...
Tidak, tidak. Tidak apa-apa. Pasti banyak pengunjung lain juga yang ...
Tidak! Setidaknya, tidak separah ini.
Raka menarik napas dalam, lalu mulai memunguti pakaian dalam Febi. Raka berusaha untuk tak memikirkan apa pun ketika memasukkan pakaian dalam berbagai warna itu ke keranjang pakaian kotor di pojok kamar mandi. Tak lupa, ia juga membereskan handuknya. Setelah merasa kamar mandinya sedikit lebih bersih, begitu pun dengan kamar tidurnya, barulah Raka menelepon Milla, memintanya mengirimkan orang untuk membersihkan villa.
Begitulah, pagi itu Raka awali dengan olahraga kecil. Berkat Febi.
***
Bagaimana putri Brawijaya itu bisa memikirkan ini?
Febi menatap pemandangan di bawahnya dari atas menara yang berada di tengah jalur hiking-nya. Syukurlah, ia sempat melihat sunrise tadi. Meski begitu, teringat betapa indahnya sunrise tadi, Febi jadi ingin menikmatinya sunset-nya. Namun, jika bertahan di sini sampai nanti sore, ia tidak membawa bekal makanan selain Oreo dan sebotol air mineral tadi.
Febi memutuskan untuk beristirahat di menara itu sampai jam makan siang. Ia menghabiskan waktunya untuk mengambil gambar pemandangan dan membaca komik yang sempat dibawanya tadi. Ia menghabiskan setidaknya lima jam di sana, sebelum turun dari menara dan melanjutkan hiking-nya.
Di akhir jalur hiking, ada kafe bernuansa hutan yang tampaknya menyenangkan. Febi yang tadinya berniat untuk pergi ke restoran hotel, memutuskan untuk melihat menu di kafenya. Untuk ukuran kafe, menu di sini cukup lengkap. Bahkan, ada salmon asap.
Febi memesan salmon asap dan cokelat hangat untuk makan siang. Sembari menunggu pesanan, Febi melihat menu lainnya. Ia menimbang-nimbang untuk membeli sandwich atau tidak untuk bekal. Setelah mempertimbangkan selama tiga detik, Febi memutuskan untuk memesan sandwich. Juga sosis.
Di tempat itu, Febi bisa menikmati pemandangan hutan sembari menikmati makan siangnya. Dengan fasilitas seperti ini, tentu saja banyak yang mengantri untuk berlibur kemari. Ditambah, tidak mudah untuk memesan kamar di resort ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to Marry You (End)
RomantizmDesakan menikah mulai membuat Raka jengah. Memang, sebentar lagi usianya akan mencapai kepala empat, tapi sampai saat ini ia masih tak punya seorang wanita di sisinya. Bahkan, adik bungsunya sudah menikah. Raka bukannya tidak mau menikah. Hanya saj...