Bab 7
Kebenaran Mengejutkan
Setelah membuat sarapan, Raka duduk di atas karpet dan mulai membuka laptopnya. Ia mengecek email. Dilihatnya Jonas sudah mengirimkan jadwal untuk minggu ini yang ter-cancel karena acara bulan madunya.
Raka baru membuka email pertama ketika terdengar suara musik super keras dari kamar tidur. Raka menoleh, tapi pintu kamar itu masih tertutup. Meski suara musik itu teredam, tapi Febi pasti menyetel musiknya dalam volume sangat tinggi hingga Raka bisa mendengarnya dari sini.
Teringat janjinya untuk membiarkan Febi melakukan apa pun yang ia inginkan, Raka tak protes. Namun, ketika jam sudah menunjukkan pukul sembilan dan Febi belum juga keluar dari kamarnya untuk sarapan, sementara suara musik masih terdengar begitu kencang dari kamarnya, Raka tak bisa tinggal diam.
Raka menghampiri pintu kamar tidur. Ia mengetuk pintunya tiga kali. Tak ada jawaban. Raka mengetuk pintunya lebih keras. Masih tak ada jawaban. Akhirnya, Raka menggedor pintunya. Tak lama, pintu di depannya terbuka. Suara musik super keras seolah menggedor gendang telinganya, membuat Raka refleks mengernyit.
Febi yang sepertinya menyadari Raka terganggu dengan musiknya, kembali masuk ke kamarnya dan mematikan musik dari ponselnya yang terhubung ke bluetooth speaker. Entah dari mana wanita itu mendapatkan barang itu.
Begitu suara musiknya berakhir, perhatian Raka barulah berganti ke tirai kamar yang masih tertutup dan lampunya masih menyala. Sementara di tempat tidur, ada setumpuk majalah fashion, komik –Raka mengenalinya karena adik bungsunya juga suka itu, sebungkus Oreo yang sudah hampir habis, dan selai kacang.
"Karena kita nggak akan tidur bareng di sini, jadi ... aku memanfaatkannya sebaik mungkin."
Begitulah pembelaan Febi. Dan Raka mundur teratur.
Namun, ketika Raka kembali duduk di atas karpet di ruang tengah, Febi ikut duduk di sebelahnya.
"Kamu kebangun gara-gara aku, ya? Aku ganggu kamu? Musikku kedengaran sampai luar?" berondong Febi. "Kemarin, kamu bilang kamar ini soundproof-nya bagus."
"Tapi, bukan untuk suara sekeras itu," beritahu Raka kalem.
"Maaf," ucap Febi pelan.
Raka menoleh pada wanita itu.
"Aku pasti udah ganggu tidurmu, ya? Harusnya kamu dari tadi ngingatin aku." Febi kembali melempar kesalahan pada Raka.
"Aku nggak ngetuk kamarmu karena terganggu," jelas Raka.
"Kamu nggedor kamarku," Febi mengoreksi.
Raka berdehem. "Apa pun itu, bukan karena aku terganggu. Tapi, kamu belum sarapan. Aku udah buatin toast sama telur buat sarapanmu."
"Oh, ya?" Mata abu-abu melebar. Ia lalu menatap keluar, ke arah jendela. "Aku nggak sadar udah seterang ini. Harusnya kamu manggil aku dari tadi, dong! Aku sampai sarapan Oreo sama selai kacang aja karena aku kira kamu belum bangun."
Raka mengerutkan kening. "Emangnya, kamu bangun jam berapa tadi?" tanyanya.
"Jam setengah lima. Aku bangun dan aku lapar, jadi aku ambil Oreo sama selai kacangnya," terang Febi.
"Kenapa kamu nggak bangunin aku? Aku bisa masakin kamu," ucap Raka.
"Mana mungkin aku bangunin kamu yang lagi tidur?" cibir Febi. "Lagian ..." Kalimat Febi berhenti ketika tatapannya jatuh ke layar laptop Raka. "Kamu lagi kerja?" Wanita itu melotot kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to Marry You (End)
RomanceDesakan menikah mulai membuat Raka jengah. Memang, sebentar lagi usianya akan mencapai kepala empat, tapi sampai saat ini ia masih tak punya seorang wanita di sisinya. Bahkan, adik bungsunya sudah menikah. Raka bukannya tidak mau menikah. Hanya saj...