Bab 4
Not So Romantic Wedding
Berbeda dengan pernikahan Damar dan Anna yang dirayakan dalam nuansa romantis di tepi pantai, pernikahan Raka dan Febi diselenggarakan di hotel mewah dengan dekorasi serba putih yang sama mewahnya. Jika di pesta pernikahan Damar dan Anna hanya dihadiri keluarga dan teman dekat, pesta pernikahan Raka dan Febi justru penuh dengan para petinggi perusahaan.
Ke mana pun Raka melihat, ia hanya bisa melihat tamu undangan yang berdandan terlalu glamour. Raka terbiasa berada di tengah pesta seperti ini. Di sebelahnya, Febi juga tampaknya baik-baik saja. Namun, ketika tatapan Raka jatuh pada meja tempat keluarganya duduk, melihat mereka tertawa bersama, Raka mendadak merasa begitu kesepian di tempatnya duduk.
Saat itulah, Raka melihat Dera menoleh ke arahnya. Adik bungsunya itu seketika berdiri dan menghampiri Raka.
"Kak Raka butuh sesuatu?" tanya Dera begitu ia membungkuk di depan Raka.
Raka menggeleng.
"Kak Febi?" Dera bertanya pada Febi juga.
Di sebelah Raka, Febi menggeleng. Agaknya terkejut karena Dera menanyakan itu juga padanya. Dera lantas menegakkan tubuh, menatap Raka dan Febi bergantian.
"Apa kalian nggak bisa senyum sedikit aja di hari pernikahan kalian?" tuntut Dera.
Raka menoleh pada Febi dan mendapati wanita itu juga menoleh ke arahnya. Ia tampak terkejut dan bingung.
"Aku tahu, pesta kayak gini melelahkan. Tapi, tolong jangan kompak merengut di depan orang-orang, dong," kata Dera geli. "Kalau kalian butuh sesuatu, ada aku sama yang lain." Dera mengedik ke arah meja tempat keluarga mereka berada.
Raka tersenyum mendengar itu. "Makasih, Ra."
Dera balas tersenyum. "Akhirnya, aku lihat Kak Raka senyum juga." Ia lalu menatap Febi. "Kak Febi juga. Senyum, dong. Kak Febi tambah cantik kalau senyum. Kak Febi lagi makai gaun pengantin paling mewah yang bakal jadi sorotan media. Hari ini, Kak Febi ratunya." Dera mengerdip pada Febi.
Febi menggumamkan terima kasih sembari tersenyum. Dera merapikan helaian rambut Febi sebelum kembali ke mejanya.
"Kamu punya adik cewek yang manis," komentar Febi di sebelahnya.
Raka menoleh pada wanita itu. "Kamu nggak tahu masalah apa yang bisa dia lempar ke aku."
Febi mengangkat alis. "Masalah? Dera?"
Raka mengangguk. "Dia kabur waktu aku mau ngirim dia sekolah ke luar negeri. Itu awal cerita dia bisa ketemu sama suami dan teman-temannya," ceritanya.
Febi menatap ke arah meja Dera dan tersenyum sendu. "Aku envy sama dia."
Raka mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Karena dia bisa ngelakuin apa yang dia pengen," jawab Febi seraya menatap Raka.
Selama beberapa saat, mereka hanya saling menatap. Hingga Raka berkata,
"Kamu juga bisa ngelakuin apa yang kamu pengen sebagai istriku."
"Beneran? Apa pun yang aku pengen?" Febi memastikan.
Raka tersenyum dan mengangguk.
"Sejujurnya, itu emang rencanaku begitu aku nikah. Aku udah janji sama diriku sendiri, aku akan ngelakuin apa pun yang aku pengen begitu aku nikah," ungkap Febi.
"Dan aku ngedukung kamu dalam hal itu," janji Raka. Setidaknya, hanya itu yang bisa ia berikan pada wanita yang telah memberinya tiga hal yang ia butuhkan sekaligus. Perusahaan, pernikahan, kebebasan.
***
"Kenapa kita harus pergi bulan madu segala?" tanya Febi ketika mobil pengantin yang mereka tumpangi membawa mereka dari hotel ke bandara.
"Karena ini hadiah dari teman Dera, rekan bisnis tapi juga saingan bisnisku, sekaligus anak dari teman papamu. Putri keluarga Brawijaya," sebut Raka seraya memberikan tiket dan passport Febi. "Dia juga datang tadi."
Febi tahu sedikit tentang putri bungsu keluarga Brawijaya. Cantik dan menakutkan. Bahkan setelah menikah pun, kecantikannya tak berkurang, dan auranya tetap sekuat sebelumnya.
"Aku juga pernah ketemu dia beberapa kali di pesta perusahaan," sahut Febi.
"Kita akan pergi ke resort yang dulu dia bangun. Shine World resort," terang Raka.
Shine World resort? Itu salah satu resort favorit, terbaik, dan populer di kalangan eksekutif. Bahkan sampai saat ini, mereka perlu memesan jauh-jauh hari untuk mendapatkan kamar.
"Kamu sedekat itu sama putri Brawijaya itu?" Febi penasaran.
"Adikku yang dekat sama dia. Sementara kalau sama aku ... lebih banyak ke saingan bisnis." Raka meringis. "Kalau nanti kamu ketemu dia lagi dan dia ngomongin hal-hal aneh tentang aku, jangan didengerin."
Febi mengerutkan kening. "Ngomongin hal aneh kayak apa, maksudnya?"
Raka berdehem. "Apa aja. Dia ... orang yang usil dan suka ikut campur urusan orang lain."
"Itu ... aku baru dengar. Yang aku tahu, dia bukannya nggak pernah peduli sama orang lain, ya?" tanya Febi.
"Ya, dia nggak peduli sama orang lain. Cuma sama keluarganya. Sayangnya, berkat adikku, aku masuk di daftar itu." Raka mengedikkan bahu, sok cuek. Namun, dari ekspresinya, Febi bisa melihat pria itu tampak terganggu.
"Padahal, banyak orang yang pengen dapat perhatian dia," sebut Febi.
"Orang itu bukan aku." Raka mengedik. "Lagian, orang yang pengen dapat perhatian dia itu sebenarnya pengen dukungan kekuasaan dia aja. Baguslah, anak itu nggak pernah ngasih kesempatan siapa pun buat manfaatin dia."
Febi tersenyum. "Kamu ternyata juga peduli ya, sama dia?"
Raka berdehem. "Perjalanan kita masih panjang. Kamu bisa tidur dulu. Nanti aku bangunin begitu kita sampai di bandara." Ia mengalihkan pembicaraan.
Febi mengangguk dan meregangkan tubuh. "Hari ini emang hari yang berat," akunya. Ia bersandar dan membuat dirinya nyaman di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to Marry You (End)
RomanceDesakan menikah mulai membuat Raka jengah. Memang, sebentar lagi usianya akan mencapai kepala empat, tapi sampai saat ini ia masih tak punya seorang wanita di sisinya. Bahkan, adik bungsunya sudah menikah. Raka bukannya tidak mau menikah. Hanya saj...