Bab 10
The Hidden Side
Raka sedikit bisa bernapas lega begitu ia dan Febi tiba di rumah. Namun, ketika mereka memasuki kamar Raka, seketika suasana yang sudah canggung menjadi semakin tak enak. Raka tak tahu kenapa ia dan Febi selalu terjebak suasana seperti ini.
Sejak mereka berbicara di pagi setelah Febi pulang tengah malam itu, entah kenapa, Raka merasa ... Febi menjadi lebih sering diam. Pun ketika pergi jalan-jalan pun, ia selalu kembali saat jam makan malam, tapi langsung masuk ke kamar dan berkata jika sudah makan di luar.
"Kalau kamu keberatan satu kamar sama aku ..."
"Aku nggak keberatan," potong Febi. "Bukannya kamu ya, yang sejak awal nolak sekamar sama aku?"
"Kamu nggak pa-pa tidur sama aku?" tanya Raka.
"Nggak masalah. Toh, kita nggak akan ngapa-ngapain. Karena aku takut, dan kamu nggak mau maksa aku." Febi mendengus kasar. "Ya, maaf, karena aku nggak berpengalaman sama hal kayak gitu."
Raka mengernyit. Kenapa ia merasa ... Febi kesal padanya?
"Kalau kamu emang nggak mau sekamar sama aku, ngomong aja. Aku bisa ..."
"Tidur di luar?" Suara Febi terdengar sinis. "Terserah. Kamu mau tidur sama cewek lain juga aku nggak peduli. Lagian, kamu cuma butuh aku sebagai istri yang nggak ganggu perusahaan dan keluargamu. Jadi, aku nggak akan ngehalangin kamu, apa pun yang kamu lakuin. Toh kamu juga udah ngasih aku kebebasan. Jadi, kamu juga bebas mau ketemu sama cewek lain. Aku nggak peduli."
Apa sebenarnya masalah wanita ini?
"Kamu marah sama aku?" tembak Raka.
Febi mendengus, lalu berjalan ke tempat tidur.
"Aku capek dan aku mau tidur. Dan aku nggak peduli kamu mau tidur di mana," ucap wanita seraya berbaring dan menarik selimut di atasnya.
Sementara, Raka masih berdiri di tempatnya, mengingat-ingat semua kata-kata yang ia ucapkan pada Febi, mencari kesalahannya yang entah berada di mana.
***
Ketika Febi bangun pagi itu, ia mendapati dirinya hanya sendirian di atas ranjang king size itu. Febi mendengus pelan. Masa bodoh pria itu tidur di mana. Febi tidak peduli.
Setelah mandi, Febi keluar kamar dan turun ke ruang makan. Namun, langkahnya terhenti di pintu ruang makan ketika melihat Raka duduk di salah satu kursi. Pria itu sedang membicarakan sesuatu dengan dua adiknya yang juga sudah ada di sana.
Ketika Raka akhirnya menyadari kehadiran Febi, ia bertanya, "Kamu udah bangun?"
Sudah jelas Febi sudah bangun. "Kamu tidur di mana semalam?" Febi bahkan tak bisa menahan pertanyaan itu.
Alih-alih Raka, justru adiknya, Angga, yang menyahut, "Ini pertengkaran suami-istri?"
Febi tak tahu harus menanggapi bagaimana, tapi Raka kemudian berkata, "Aku tidur di sebelahmu. Kamu tidurnya nyenyak banget sampai aku nggak tega ngebangunin kamu tadi, jadi aku turun duluan."
Benarkah?
"Tadi pagi sih, yang aku lihat Kak Raka emang keluar dari kamarnya," Angga menambahi. "Aku juga nggak mungkin mau nampung dia di kamarku." Angga tersenyum lebar.
Febi berdehem. Ia berjalan ke meja makan. Ia menimbang-nimbang sebelum mengambil tempat duduk cukup jauh dari Raka.
"Beneran pertengkaran suami-istri, nih?" Angga tergelak setelah mengatakan itu. "Habis bulan madu kok malah berantem? Kak Raka nggak keren, nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to Marry You (End)
RomanceDesakan menikah mulai membuat Raka jengah. Memang, sebentar lagi usianya akan mencapai kepala empat, tapi sampai saat ini ia masih tak punya seorang wanita di sisinya. Bahkan, adik bungsunya sudah menikah. Raka bukannya tidak mau menikah. Hanya saj...