"Kamu yakin tidak akan berubah pikiran? Belum terlambat untuk mengubah keadaan."
Vanno menatap standing mirror di hadapannya. Di cermin tampak sosoknya yang sudah rapi mengenakan pakaian serba putih. Wajah yang gugup tampak di sana. Sebentar lagi semuanya akan berubah. Kehidupan yang sebenarnya akan dimulai hari ini.
"Kamu sudah mempertimbangkan semuanya dengan baik, kan? Gadis itu sudah setuju ikut denganmu?"
"Sudah. Papi tidak usah khawatir. Semuanya sudah kupikirkan. Aku tidak akan beubah pikiran. Apa yang sudah kujanjikan dulu tidak akan kuingkari. Tidak mungkin aku menjilat ludahku sendiri. Itu bukan tindakan lelaki sejati."
"Papi hanya tidak ingin kamu kesusahan nantinya. Salah kalau Papi mengkhawatirkan anak sendiri?"
Vanno berbalik, menatap lelaki yang memiliki wajah mirip dengannya, namun dalam versi yang lebih tua. Kekhawatiran terlukis jelas di wajahnya. Sorot matanya sendu. Vanno tahu semua itu karena penolakannya tadi.
"Pi, meski nggak di Indonesia, aku akan baik-baik aja. Beberapa bulan di Frankfurt, aku baik-baik aja kan? Buktinya sekarang kehidupanku berjalan lancar."
"Ya sudah kalau tidak maunya begitu. Papi hanya bisa mendoakan kalau kehidupan kamu dan istrimu nanti akan bahagia. Ayo kita ke depan, penghulunya sudah datang."
Vanno mengangguk, kemudian memeluk Papinya. Setelah mengurai pelukan, mereka melangkah bersama menuju tempat akad. Hari Vanno menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Bride
RomanceTujuh tahun aku membiarkan hatiku mencintainya tanpa kepastian. Tetapi baginya hanya butuh satu hari untuk membuat remuk hatiku. Tujuh tahunku tidak berarti lagi. Menghilanglah dari hidupku, Karenina. -Rivanno Alamsyah Dipa Auriga-