part 33

98 5 0
                                    

Happy reading:)
.
.
.
.
Seminggu sudah kejadian di supermarket telah berlalu. Fiska yang biasanya ceria kini ia terlihat murung. Bahkan dalam seminggu ia sering menghabiskan waktunya mengurung diri dikamar. Makan yang tidak teratur, enggan keluar kamar dan tidak mau diajak untuk kerumah sakit.

Tubuh Fiska mulai kurus, wajahnya pucat. Bibir yang slalu tersenyum manis kini berubah menjadi pucat.

Tok tok

"Fis, udah bangun? Yuk sarapan, lo udah janji sekarang kita kerumah sakit kan?" seruan dari luar kamar tak membuat Fiska beranjak dari duduknya di ranjang.

Ceklek

Karena tak mendapat jawaban dari Fiska, Sandipun masuk kekamar Fiska.Sandi mengayunkan kakinya mendekat kearah Fiska.Ia mengusap pipi Fiska yang tirus.

"Fis," panggilan lembut Sandi membuyarkan lamunan Fiska.

"Sandi?" jawab Fiska lemah.

"Lo jangan kaya gini dong Fis. Mana semangat buat sembuh? Mana semangat lo Fis? Jangan kalah sama penyakit lo. Lo harus kuat buat ngusir penyakit lo itu." ucap Sandi tegas namun masih ada nada kelembutan.

"Aku semangat sembuh biar Al nggak sedih kalo aku tinggal San. Aku semangat sembuh biar Allah nggak perlu sendiri lagi. Aku semangat sembuh biar aku jadi sumber dia bahagia. Tapi sekarang dia udah nggak butuh aku San, jadi percuma buat sembuh." balas Fiska lirih.

"Gimana sama Ibu lo??sama Disa??sama gue?? Lo nggak pengin sembuh karena kita??? Kalo lo nggak sembuh lo nggak mikir gimana sedihnya keluarga lo?" gertak Sandi.

Fiska terdiam.
"Aku hanya beban buat kalian San. Aku juga nggak kuat buat lakuin cuci darah. Aku sakit San, aku udah nggak kuat"

"Fis" ucap Sandi sedih.

Hueek

Tiba-tiba Fiska memuntahkan isi perutnya.
"Fis, astaga lo kenapa?" Sandi panik. Ibu Fiska telah pergi kepasar sedangkan adiknya sudah pergi sekolah.

"Ayo aku gendong kekamar mandi" Sandi menggendong Fiska kekamar mandi.

Satu jam sudah Fiska bolak-balik kekamar mandi. Tubuhnya sangat pucat, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.

"Sakit San" lirih Fiska sambil memegang pinggangnya.

Sandi panik.
"Yaudah kita kerumah sakit ya Fis."
Tidak ada jawaban dari Fiska. Untuk berbicara saja Fiska sudah tidak kuat. Lalu ia pun tak sadarkan diri.

"Fis, Fis bangun" Sandi langsung membopong tubuh rapuh milik Fiska.
Saat sampai diruang tamu, tepat Farah pulang.

"Astaga, Fiska kenapa San?" ucap Farah panik melihat putrinya sudah sangat pucat.

"Dia tadi mutah dan pingsan. Ini mau aku bawa kerumah sakit."

🍁🍁🍁

Limasbelas menit sudah Sandi dan Farah cemas menunggu dokter yang sedang memeriksa Fiska di IGD.

Selang beberapa menit dokter keluar.
"Keluarga pasien?" tanya dokter ramah.

"Saya ibunya Dok"

"Begini, Bu. Pasien mengalami magh kronis dan kondisi ginjalnya sudah tidak memungkinkan. Ia harus segera dioprasi agar bisa bertahan hidup. Kita harus mencari donor ginjal yang cocok untuk pasien, karena dirumah sakit ini stok ginjal terbatas. Dan pasien harus dirawat diICU untuk memulihkan kondisinya."

Betapa terpukulnya Farah mendengar kondisi sang putri yang kritis ini. Sandi juga sangat terpukul, orang tersayangnya sedang diambang kematian.

"Jika ingin menjenguknya dibatasi 2 orang, dan harus menggunakan baju khusus. Mari urus administrasi nya agar Pasien bisa segera dipindahkan keruang ICU." ucap sang dokter ramah.

"Tante nggak usah khawatir, masalah administrasi biar Sandi yang urus ya" ucap Sandi sambil mengusap lembut bahu Farah.

"Terimakasih nak Sandi. Maaf keluarga tante slalu merepotkan mu"
Ucap Farah dengan linangan air mata.

🍁🍁🍁

Setelah mengurus administrasi untuk Fiska, Sandi tak langsung mengunjungi Fiska. Ia ingin mengabari keadaan Fiska pada seseorang.

"Halo" ucap Sandi saat panggilan sudah terhubung.

"Hmm"

"Fiska Vib, Dia-"

"Gue nggak perduli" belum sempat Sandi menyelesaikan ucapannya Vino sudah memotong.

"Vin!!Fiska sakit Vin!! Dia-"

Tut tut

Dengan tak sopan Vino mematikan panggilannya sepihak sebelum Sandi mengakhiri ucapannya .
"Brengsek!" gumam Sandi geram.

Sedangkan disisi lain Vino termenung. Keadaanya juga memprihatinkan, ia juga mengurung diri dikamar. Ia terlarut dalam kesedihannya. Ia sangat merindukan Fiska, namun ego nya slalu menang.

"Fiska sakit? Sakit apa?" gumam Vino khawatir.

"Gue nggak boleh khawatir, ayah dia udah bikin keluarga gue hancur. Gue benci keluarganya " Vino memantapkan hatinya yang mulai khawatir pada Fiska.

Karena pikirannya yang mulai kalut, Vino membaringkan diri dan mencoba untuk terlelap.
.
.
.
.
maaf ya, nggak ada fell nya sama sekali. Makasih udah mau mampir baca ceritaku.
Vote and coment 🙏

Because Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang