Bab 4
Setelah memeluk Nate dan Chaeyoung agak lama, mereka keluar menuju ke teras. "Bye guys. Aku sangat mencintai kalian," kata Jungkook, sambil melambaikan tangannya untuk terakhir kalinya sebelum menutup pintu. Ia berjalan kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa di samping Mingyu. Sambil menghela dan mengeluarkan napas panjang, ia mencengkeram salah satu bantal di dadanya.
"Itu tidak baik, Kook."
"Apa?" tanyanya.
"Akting yang kau lakukan."
Jungkook menaikkan salah satu alisnya ke arah Mingyu. "Akting apa? Kupikir sudah waktunya kau berhenti minum anggurmu, apalagi jika kau tak menginap malam ini." Saat Jungkook mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas Mingyu, dia menepis tangan Jungkook yang menyebabkan mereka berdua tertawa.
"Kau tidak bahagia. Aku bisa mengatakan itu."
"Tentu saja tidak. Saat seperti ini selalu membuatku sedih," Jungkook berpendapat.
Mingyu menggelengkan kepalanya. "Sepertinya ada yang lebih dari itu." Ia bersandar mendekat pada Jungkook hingga paha dan bahu mereka bersentuhan. "Katakan padaku."
Sambil menggigiti bibirnya, Jungkook menatap ke pangkuannya. "Kau tahu apa itu."
"Soal bayi?"
Jungkook mengangguk.
"Apakah ini karena pembicaraanku dengan Yugyeom di telepon yang terakhir kali itu?" Saat Jungkook mengangkat bahu, Mingyu memberinya senyum penuh kesedihan. "Aku tidak akan pernah melupakan bagaimana suaranya saat itu. Kupikir aku tak pernah mendengar ia sebahagia itu sepanjang hidupku—well, kecuali pada malam pesta pertunanganmu. 'Mingyu, kau tak akan mempercayainya. Aku akan menjadi seorang ayah!' katanya."
Air mata membasahi mata Jungkook saat ingatan yang menyakitkan menyengat jiwanya mulai bertambah buruk dan membuatnya terbakar. Sudah seminggu haidnya terlambat. Ia benar-benar panik saat berpikir ia hamil, namun Yugyeom sangat gembira. Walaupun mereka telah bertunangan lebih dari setahun, Jungkook masih belum bersedia untuk menikah. Yang ada dalam pikirannya Yugyeom masih kuliah di kedokteran dan ia baru saja memulai karirnya. Namun Yugyeom sama sekali tidak peduli tentang hal itu—ia hanya ingin Jungkook menjadi istrinya.
Terisak-isak, Jungkook menyapukan punggung tangannya pada hidungnya. "Ia terus saja mengatakan, 'Yeah, sekarang kau harus melangkah ke depan dan menikah denganku seperti yang telah berulang kali aku memohon padamu'!" ujarnya, suaranya sarat dengan emosi. Ia tidak berhenti untuk menghapus air mata di pipinya.
"Ia tidak pernah tahu ada perubahan. Aku mendapatkan menstruasiku setelah dia berangkat kerja di hari ia mendapat kecelakaan."
Mingyu meraih Jungkook dan menariknya ke dalam pelukannya. Isakan keras dan menyesakkan menggoncang tubuhnya saat Mingyu mengayun dirinya maju mundur. "Jungkookie, ia meninggal sebagai salah satu pria yang paling bahagia di dunia. Bersyukurlah tentang hal itu."
"Ya... tapi dia seharusnya tidak meninggal. Dia seharusnya ada disini bersamaku. Dia seharusnya bersama Nate melakukan praktek, dan kami... kami seharusnya memiliki anak."
"Tidak baik berpikiran seperti itu," bantah Mingyu. Ia menarik diri dan menangkup wajah Jungkook dengan tangannya. "Kau harus melanjutkan hidup. Yugyeom menginginkan kau bahagia— menemukan seseorang untuk menjalani hidup bersama-sama dan menjadi seorang ibu seperti yang selalu kau impikan."
Saat Mingyu menyebutkan tentang menjadi seorang ibu, napas Jungkook tercekat. Sebuah ide—sesuatu yang agak gila untuk seseorang seperti dirinya—yang berkedip-kedip di pikirannya selama beberapa bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposition Series
FanfictionThe Party *0.5 The Propositon *1 The Proposal *2 REMAKE VER.